Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Demokrasi Terpimpin, Masih Layak Disebut sebagai Demokrasi?

30 November 2018   18:19 Diperbarui: 30 November 2018   18:32 2947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Periode tahun 1959 berakhir karena dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi tentang 3 hal yaitu pembubaran konstituante,  tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Tujuan dikeluarkannya dekrit presiden itu adalah untuk menyelesaikan masalah kenegaraan yang semakin tidak menentu.

Tetapi dengan dikeluarkannya dekrit presiden, Indonesia berbalik dari yang sebelumnya menjalankan demokrasi parlementer kemudian menjadi demokrasi terpimpin. Nah di sini kita bisa melihat perbedaan yang sangat mencolok antara masa demokrasi parlementer dan masa demokrasi terpimpin.

Hal yang paling kontras adalah prinsip demokrasi pudar atau malah menyeleweng di dalam masa demokrasi terpimpin. Padahal semangat demokrasi dapat ditemukan tertanam sangat dalam di masa demokrasi parlementer. Rakyat berkuasa penuh dalam pemerintahan, ada banyak partai politik yang muncul untuk memberikan kader ke dalam pemerintahan, dan yang pastinya ada pergantian calon pemimpin yang teratur. Namun hal-hal tersebut tidak tercerminkan dalam penjalanan demokrasi terpimpin.

Penyelewengan yang terdapat di masa ini adalah penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Hal itu terdapat di dalam salah satu kebijakan hasil siding MPRS. Ini menyebabkan tidak terjalankannya rotasi kekuasaan dalam pemerintahan. Serta tidak dapat dilaksanakan pemilihan umum di mana rakyat dapat memilih pemimpin yang layak bagi mereka.

Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikatakan bahwa dasar negara berubah kembali dan menggunakan UUD 1945 namun dalam kenyataannya pun ada praktik yang menyalahi isi UUD 1945. Di dalamnya dinyatakan bahwa presiden berkedudukan di bawah MPR. Tetapi di masa demokrasi terpimpin, MPRS tunduk kepada presiden. Padahal seharusnya MPRS, sebagai wakil rakyat, berada di atas presiden.

Tahun 1955 terdapat pembubaran DPR hasil pemilu I. Padahal hasil pemilu tersebut merupakan suara rakyat, tetapi mengapa itu tidak dipertahankan? Seharusnya suara rakyat itulah yang digunakan sebagai pertimbangan utama, karena di negara yang demokratis rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Pembubaran tersebut berlatar belakang karena DPR menolak RAPBN tahun 1960.

Pembubaran ini juga menyalahi UUD 1945, di mana presiden tidak mempunyai kehendak dalam pembubaran DPR. Kemudian terbentuklah DPR-GR oleh presiden dan anggotanya sendiri dipilih secara langsung oleh presiden.

Padahal dalam negara demokrasi, rekruitmen politik harus dilakukan secara terbuka dan semua orang memiliki peluang yang sama untuk mengisi jabatan tersebut. Yang harus digarisbawahi adalah bahwa suatu jabatan politik harus dipilih oleh rakyat tetapi pembentukan DPR-GR ini anggotanya dipilih oleh presiden.

Partai politik mulai mengabur di masa ini. Partai yang awalnya ada untuk mempersiapkan diri dalam kaderisasi calon untuk mengisi jabatan di pemerintahan, hanya digunakan sebagai elemen penopang saja. Hal itu terjadi karena sama sekali tidak ada pemilihan umum.

Kebebasan bersuara rakyat pun tertekan oleh kekuasaan presiden. Pengkritik tidak banyak yang berani ambil bicara karena takut atas kekuatan presiden. Maka dari itu hak dasar manusia yang mulai melemah tidak ada yang menanggapi, karena tidak ada yang memiliki keberanian untuk menentang.

Dari indikator-indikator yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi penyelewengan yang banyak dalam menjalankan 'demokrasi' terpimpin. Mulai dari suara dan aspirasi rakyat yang tidak tersampaikan dengan baik. Kebijakan presiden yang dilakukan tidak sesuai dengan UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun