Mohon tunggu...
Michelle Aurelia
Michelle Aurelia Mohon Tunggu... Mahasiswa Jurnalistik

Halo! Saya Michelle, seorang mahasiswa Jurnalistik. Saya memiliki antusiasme dalam menulis dan topik terkait seni, budaya, dan sosial!

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Marak Alternatif Sustainable Fashion Kalangan Gen-Z: Meredam Tren Fast Fashion?

11 Juni 2025   19:39 Diperbarui: 11 Juni 2025   19:39 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rak produk pakaian salah satu toko fast fashion (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)

"Karena faktor kesehatan, aku pribadi lebih sering beli produk fast fashion. Kalau untuk fast fashion, aku lebih prefer beli online dibanding ke offline store. Harga lebih murah, tapi secara kualitas sesuai ekspektasi. Kalau di mall terlalu over priced. Tapi memang harus mindful belanjanya, karena liat sesuai ulasan bahannya bagus atau nggak", ujar Karenina yang memilih belanja fast fashion melalui platform daring.

Piramida 'Buyerarchy of Needs' oleh Sarah Lazarovic
Piramida 'Buyerarchy of Needs' oleh Sarah Lazarovic

Oleh karena itu, budaya konsumerisme turut menjadi sorotan terhadap isu fast fashion. Kombinasi pola konsumtif dan produksi massal fast fashion akan terus menumpuk limbah tekstil, semakin mencemari lingkungan. Maraknya budaya konsumerisme, masyarakat harus tetap menerapkan belanja yang bijak. Salah satu solusinya adalah 'buyerarchy of needs', sebuah konsep oleh Sarah Lazarovic. Konsep tersebut mengajarkan pola pikir sebelum membeli produk. Prinsipnya adalah memaksimalkan upaya untuk tidak langsung membeli barang baru.

 "Buy less, choose well and make it last." -- (Diana, Kepala Riset dan Edukasi Zero Waste Indonesia)

Meskipun maraknya fast fashion dan budaya konsumerisme masih berlangsung, bukan berarti menjadi akhir harapan industri fashion. Berbagai bentuk aktivitas baru merajalela di media sosial. Sebagian masyarakat sudah mulai mencoba penerapan sustainable fashion. Media sosial menawarkan aktivitas yang cukup bervariasi. Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat berpartisipasi sesuai preferensi atau mencoba hal baru. Tak sampai situ, banyak pengguna media sosial yang turut membagikan pengalaman pribadinya selama mencoba aktivitas tersebut.

Secercah Harapan dari Gerakan Sustainable Fashion

Mulai dari konten rekomendasi tempat thrifting, hingga tutorial daur ulang sampah plastik menjadi anting. Sustainable fashion menjadi satu hal yang secara perlahan dipelajari, diterapkan, bahkan dieksplor lebih jauh. Nyatanya, sustainable fashion memiliki potensi untuk diterapkan berbagai lapisan masyarakat. Sebuah cahaya terang di tengah permasalahan fast fashion yang belum kunjung berakhir. Sustainable fashion diartikan sebagai fashion yang berkelanjutan. Lebih dalam, sustainable fashion mengajak masyarakat menerapkan pembelian dan penggunaan pakaian secara bijak. Mulai dari menentukan tempat pembelian pakaian, pemilihan pakaian dari segi bahan, diusahakan menghindari bahan sintetik. Kemudian, perawatan baju yang menghindari penggunaan bahan kimia berlebihan, hingga langkah yang tepat dilakukan bila pakaian sudah tidak lagi terpakai. Langkah ini mengarah pada menyalurkan baju bagi orang lain yang membutuhkan dibanding membuang pakaian, atau membetulkan kembali.

Terdapat sejumlah alternatif pembelian baju ramah lingkungan. Dibandingkan dengan fast fashion, alternatif ini bersifat lebih ramah lingkungan. Lebih lanjut, tulisan ini akan membahas dua dari sejumlah wujud nyata sustainable fashion yang sedang tren. Pertama adalah kegiatan thrifting yang diartikan sebagai membeli pakaian atau barang bekas. Kedua merupakan kegiatan up-cycle atau mendaur ulang limbah plastik menjadi produk fashion. Sebagai alternatif sekalipun, keduanya masih memiliki pro dan kontra. Meski demikian, hal ini dapat dijadikan pelajaran untuk bertindak secara bijak, bahkan dalam mencari alternatif yang tepat. 

Thrifting: Alternatif Kreasi Fashion Gen-Z, Alternatif Ramah Lingkungan?

Suasana pasar thrift Tanah Abang, menarik perhatian pendatang karena harga yang ekonomis (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
Suasana pasar thrift Tanah Abang, menarik perhatian pendatang karena harga yang ekonomis (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)

Seiring dunia membaik dari pandemi Covid-19 pada tahun 2022, masyarakat kembali beraktivitas di luar rumah. Thrifting menjadi salah satu rekomendasi aktivitas baru. Keuntungan yang didapatkan mulai dari harga yang sangat terjangkau hingga pakaian dengan model cukup beragam dan sesuai tren. Hidden gem menjadi istilah yang tepat untuk kalangan muda. Istilah tersebut menggambarkan thrifting sebagai kegiatan yang ekonomis dan modis atau tren. Barang yang ditawarkan pun memiliki keunikan, dalam arti masing-masing model hanya memiliki satu jenis. Bagi anak muda, hal ini menjadi sesuatu yang menggugah selera. Pembeli bisa menyalurkan ekspresi diri melalui pakaian bekas yang merepresentasikan kepribadian mereka secara autentik.

"Secara pribadi, lebih prefer thrifting. Barangnya secara karakter lebih banyak dan sesuai tren", ujar Karenina, mahasiswa yang menunjukkan ketertarikan terhadap thrifting.

"Aku mulai thrifting karena banyak barang yang lebih lucu. Bajunya lucu-lucu dan cocok dengan style berpakaian aku. Harganya juga lebih murah dibanding baju yang baru rilis juga", jelas Vivian, gen-Z pegiat thrifting sejak setahun yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun