Remitansi atau aliran dana yang dikirim oleh pekerja migran ke negara asal, telah menjadi fenomena global yang sangat penting. Fenomena ini terutama dirasakan oleh negara-negara berkembang. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, remitansi sering menjadi penyelamat bagi perekonomian nasional. Perekonomian tersebut rentan terhadap fluktuasi eksternal.
 Di Indonesia, remitansi yang dikirim oleh Tenaga Kerja Wanita Indonesia (TKW) menjadi contoh nyata kontribusi pekerja migran terhadap perekonomian. TKW yang bekerja di luar negeri, seperti di Malaysia, Arab Saudi, dan Hong Kong, secara rutin mengirimkan uang ke keluarga mereka di tanah air. Dana ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan, dan investasi kecil di daerah asal.Â
Menurut data Bank Dunia, remitansi menempati posisi strategis dalam neraca pembayaran. Posisi tersebut terutama terlihat pada komponen transaksi berjalan sebagai transfer sepihak (unilateral transfer). Negara-negara seperti Filipina, India, Meksiko, Nepal, dan Indonesia sangat bergantung pada remitansi. Dana ini menopang stabilitas eksternal mereka.Â
Namun muncul pertanyaan utama: apakah remitansi benar-benar dapat berfungsi sebagai penyeimbang eksternal yang berkelanjutan? Atau hanya sekadar penyangga darurat saat krisis? Penting mengkaji peran remitansi dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Selain itu, perlu mengevaluasi efektivitas remitansi sebagai alat kebijakan ekonomi eksternal.
Â
Posisi dan Peran Remitansi dalam Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran adalah catatan sistematis seluruh transaksi ekonomi antara penduduk suatu negara dengan dunia internasional. Catatan ini dibuat dalam periode tertentu. Salah satu komponennya adalah transaksi berjalan (current account). Komponen ini mencakup perdagangan barang, jasa, pendapatan, dan transfer. Remitansi masuk sebagai transfer sepihak.Â
Remitansi meningkatkan cadangan devisa negara penerima. Dana yang masuk biasanya dikonversi ke mata uang lokal. Hal ini memperkuat posisi devisa dan mendukung stabilitas nilai tukar. Dalam pendekatan moneter, remitansi menambah likuiditas domestik. Dana ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi dan investasi.Â
Namun, jika aliran remitansi terlalu besar dan tidak diimbangi dengan produktivitas sektor tradable, fenomena Dutch Disease dapat terjadi. Dalam kondisi ini, apresiasi mata uang melemahkan daya saing ekspor. Struktur ekonomi pun bergeser ke sektor non-tradable.Â
Sebagaimana diungkapkan oleh Paul Krugman, "Remittances have become a lifeline for many economies facing persistent current account deficits" (World Bank, 2022). Dengan demikian, remitansi bukan hanya sekadar transfer uang. Dana ini merupakan instrumen penting dalam menjaga stabilitas eksternal negara berkembang.Â
Tren Global Remitansi dan Kaitannya dengan Transaksi Berjalan