Javier Milei, seorang ekonom dan presiden Argentina, pernah berkata, "Free market capitalism and trade is the only way to end hunger and poverty across our planet, the empirical evidence is unquestionable". Kutipan ini mempertegas keyakinan bahwa kebijakan seperti Freeports dapat menjadi motor penggerak kemakmuran.Â
Namun di balik potensi gemilang tersebut, terdapat pula kekhawatiran yang tak bisa diabaikan. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa Freeports tidak selalu berjalan mulus dan kadang justru menimbulkan persoalan baru yang kompleks.
Kritik Terhadap Freeports dari Perspektif Kapitalisme
Kritik terhadap Freeports tidak hanya bersifat teoretis, tetapi juga didukung oleh contoh empiris dari berbagai belahan dunia. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi pelarian pajak dan eksploitasi tenaga kerja.Â
- Kesenjangan Ekonomi dan Eksploitasi Tenaga Kerja: Freeports sering kali menjadi ladang subur bagi perusahaan besar untuk menekan upah dan meminimalkan hak-hak buruh. Regulasi yang longgar dapat membuka celah bagi praktik-praktik yang merugikan pekerja, seperti upah rendah dan kondisi kerja yang buruk.Â
- Pelarian Pajak dan Transparansi: Zona bebas pajak memang menarik investasi, namun juga membuka celah bagi perusahaan multinasional untuk menghindari kewajiban fiskal nasional. Mauritius Freeport, misalnya, dilaporkan menjadi tempat praktik penghindaran pajak melalui transfer pricing, sehingga manfaat ekonomi riil bagi negara menjadi minim.Â
- Contoh Freeport yang Gagal atau Bermasalah: Tidak semua Freeport sukses seperti yang sering digambarkan. Shannon Free Zone di Irlandia, yang pernah menjadi pionir zona perdagangan bebas di Eropa, mengalami penurunan lapangan kerja yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Zona ini harus berjuang keras mempertahankan daya saing di tengah persaingan global yang semakin ketat. Beberapa Free Zone di Afrika dan Karibia juga mengalami kegagalan karena infrastruktur yang buruk, ketidakstabilan politik, dan kurangnya minat investor.Â
- Ketergantungan pada Modal Asing: Freeports berisiko menciptakan ketergantungan ekonomi yang rapuh. Jika investor asing tiba-tiba hengkang akibat perubahan global atau kebijakan, ekonomi lokal bisa kolaps. Hal ini pernah terjadi di beberapa zona bebas di Amerika Latin dan Asia, di mana penarikan modal secara mendadak menyebabkan pengangguran massal dan stagnasi ekonomi.
John Maynard Keynes, ekonom besar abad ke-20, pernah melontarkan kritik tajam: "Capitalism is the astounding belief that the most wickedest of men will do the most wickedest of things for the greatest good of everyone". Kutipan ini mengingatkan bahwa kepercayaan pada mekanisme pasar bebas harus diimbangi dengan kewaspadaan terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan ekonomi.Â
Milton Friedman juga menekankan dilema ini: "A society that puts equality before freedom will get neither. A society that puts freedom before equality will get a high degree of both". Artinya, kebebasan ekonomi memang penting, tapi tanpa pengawasan, kebijakan seperti Freeports bisa memperburuk ketimpangan sosial.Â
Freeports di Inggris adalah manifestasi kontemporer dari kapitalisme liberal klasik, menghidupkan kembali semangat pasar bebas, motif laba, dan kepemilikan swasta. Kebijakan ini menawarkan peluang besar untuk pertumbuhan dan inovasi, namun juga membawa risiko ketimpangan dan eksploitasi jika tidak diimbangi dengan regulasi yang memadai. Pengalaman dari berbagai negara membuktikan bahwa tanpa tata kelola yang transparan dan perlindungan sosial yang kuat, Freeports bisa berubah menjadi bumerang bagi masyarakat lokal.Â
Seperti kata Adam Smith, "By pursuing his own interest, [the individual] frequently promotes that of the society more effectually than when he really intends to promote it". Namun, sejarah juga mengajarkan bahwa pasar bebas tanpa kendali bisa menciptakan masalah baru. Tantangan terbesar Inggris kini adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan pasar dan perlindungan sosial, agar Freeports benar-benar menjadi motor pertumbuhan yang inklusif, bukan sekadar laboratorium kapitalisme yang memperdalam jurang ketimpangan.Â
"Political freedom cannot exist without economic freedom; a free mind and a free market are corollaries."
 -- Ayn Rand
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI