Mohon tunggu...
Michael Jeremiawasia
Michael Jeremiawasia Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Angkatan 25

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Ujung Kepunahan : Kisah tragis satwa yang menghilang dari bumi

2 Oktober 2025   23:13 Diperbarui: 3 Oktober 2025   00:51 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Edukasi lingkungan. Mulailah dari sekolah, keluarga, hingga komunitas. Anak-anak yang paham pentingnya menjaga satwa akan tumbuh menjadi generasi yang lebih bijak.

4. Tekanan publik. Suara masyarakat mampu mendorong pemerintah memperketat hukum, menindak perdagangan ilegal, atau memperluas kawasan konservasi.

5. Belajar dari kisah sukses. Contohnya, panda raksasa di Tiongkok yang statusnya berhasil diturunkan dari "endangered" menjadi "vulnerable" berkat konservasi massif. Atau burung jalak bali yang sempat hampir punah, kini meningkat jumlahnya berkat penangkaran. Keberhasilan ini membuktikan bahwa perubahan itu mungkin. Dengan langkah kolektif, kita masih bisa menyelamatkan yang tersisa.

Dari kura-kura Sulawesi, panda laut dari Meksiko, hingga Marjan si singa Kabul, kita bisabelajar satu hal mendasar: satwa adalah makhluk hidup dengan peran, perasaan, dan hak untuk hidup. Mereka bukan hanya sekadar ornamen di alam, bukan hanya penghuni hutan atau laut yang kita lihat sekilas di layar televisi, melainkan mereka juga bagian penting dari keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan kita sendiri. Setiap makhluk punya perannya masing masing: kura-kura yang menjaga regenerasi hutan, mamalia laut kecil yang membantu keseimbangan rantai makanan laut, hingga singa yang menjadi simbol keberanian sekaligus pengingat rapuhnya kehidupan di tengah konflik manusia. Hilangnya mereka bukan hanya kehilangan spesies, tetapi kita juga kehilangan bagian dari jalinan kehidupan yang menyokong keberadaan manusia.

Kisah mereka memang menyedihkan, tetapi juga memberikan kita kesempatan untuk bercermin. Apa yang terjadi pada satwa sesungguhnya adalah cermin dari bagaimana manusia memperlakukan bumi. Jika manusia terus menganggap dirinya sebagai penguasa bumi, terus memandang alam sebagai sesuatu yang bisa dieksploitasi tanpa batas, maka kepunahan demi kepunahan akan terus terjadi. Kita tidak hanya menyaksikan hilangnya satu spesies, tetapi juga menyaksikan runtuhnya sistem alam yang seharusnya menjaga keseimbangan hidup seluruh makhluk. Pada akhirnya, manusia juga akan menjadi korban dari ulahnya sendiri---kekeringan, krisis pangan, bencana alam, dan perubahan iklim hanyalah sebagian kecil dari akibatnya.

Namun, bila manusia belajar rendah hati, memahami bahwa ia hanyalah salah satu bagian kecil dari jaringan kehidupan yang luas, maka ada harapan. Menjaga satwa sama dengan menjaga masa depan. Setiap usaha konservasi, sekecil apa pun, adalah investasi bagi kehidupan generasi mendatang. Empati kepada satwa yang tak berdaya bukan sekadar tindakan moral, melainkan strategi bertahan hidup. Kita harus mulai melihat dunia dengan kacamata yang lebih luas: bahwa melindungi satwa berarti melindungi air bersih, udara segar, tanah subur, dan semua yang kita butuhkan untuk hidup. Melalui artikel ini, saya berharap dapat membangkitkan rasa empati, memicu kesadaran, dan peran penting kita sebagai manusia untuk menjadi juru bicara dan pelindung bagi spesies-spesies yang tidak memiliki suara. Artikel ini menjadi refleksi penting bagi kita untuk terus menyadari bahwa pentingnya menjaga dan melindungi hewan demi keberlanjutan hidup mereka yang lebih baik.

Artikel ini adalah undangan dari saya untuk kita bisa belajar berempati, membangkitkan kesadaran, dan bertindak. Mari kita menjadi suara bagi mereka yang tidak bisa berbicara, menjadi juru bicara bagi kura-kura yang terusir dari hutan, bagi panda laut yang terjerat jaring, dan bagi singa yang tersiksa di tengah perang. Mari kita lindungi mereka, bukan karena mereka lemah, tetapi karena mereka memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang. Tanpa mereka, dunia akan kehilangan sebagian dari jiwanya; keheningan hutan akan menjadi terlalu sunyi, lautan akan kehilangan kehidupannya, dan kebun binatang hanya akan menyimpan kenangan dari makhluk yang pernah ada. Kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki. Pertanyaannya: apakah kita mau mengambil peran itu, atau membiarkan kisah-kisah sedih ini menjadi kenangan terakhir yang ditulis tentang mereka?

sumber : 

https://tutura.id/homepage/readmore/bantiluku-kura-kura-lembah-palu-yang-terancam-punah-1663866015

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20161216152717-269-180111/kisah-sedih-panda-laut-asal-meksiko

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210923103821-269-698345/kisah-sedih-marjan-singa-kabul-zoo-yang-tersiksa-perang/amp

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun