Museum Telu Jember: Mengenal Daerah Tapal Kuda Melalui Warisan Budaya
Di Kabupaten Jember, Jawa Timur, terdapat sebuah ruang budaya yang menjadi penanda penting bagi perjalanan sejarah dan identitas masyarakat Tapal Kuda: Museum Telu. Nama "Telu" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "tiga". Ia tidak hanya menjadi nama, tetapi juga simbol dari tiga kekuatan utama yang membentuk wilayah ini-yakni keberagaman etnis, nilai budaya, dan fungsi sosial yang terus hidup hingga kini.Â
Museum Telu bukan sekadar tempat menyimpan benda-benda kuno, tapi sebuah laboratorium budaya tempat masyarakat bisa belajar, merenung, dan berdialog lintas generasi. Museum ini lahir dari semangat untuk melestarikan sekaligus menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional yang mulai terpinggirkan.
Tiga Etos Budaya
Filosofi "tiga" dalam Museum Telu dapat dimaknai dalam beberapa lapisan. Pertama, tiga etnis besar yang membentuk mozaik budaya Tapal Kuda: Jawa, Madura, dan Osing. Ketiga kelompok ini memiliki gaya hidup, bahasa, dan tradisi yang berbeda, tetapi hidup berdampingan dalam satu wilayah dengan semangat toleransi dan harmoni.
Kedua, museum ini menyuguhkan dimensi budaya dalam tiga aspek: spiritualitas, sosial, dan material. Melalui koleksi benda-benda keseharian, simbol religi, hingga peralatan rumah tangga, pengunjung diajak memahami bagaimana masyarakat hidup, percaya, dan membentuk komunitas.
Ruang-Ruang yang Bercerita
Ketika melangkah ke dalam Museum Telu, pengunjung seakan memasuki lorong waktu. Ruang-ruang di dalamnya dibagi sesuai tema dan makna. Ada ruang domestik yang menampilkan perabot rumah tangga seperti lincak, dipan bambu, dan tempat tidur anyaman. Ruang ini mencerminkan kesederhanaan dan nilai kekeluargaan dalam masyarakat lokal.
Lalu ada ruang dapur tradisional, lengkap dengan tungku, cobek batu, dan peralatan masak dari tanah liat. Dapur bukan hanya tempat memasak, tetapi juga simbol peran perempuan sebagai penopang kehidupan rumah tangga dan penjaga tradisi.
Di bagian lain, pengunjung bisa melihat koleksi busana adat dari ketiga etnis. Setiap busana memiliki corak dan makna tersendiri. Misalnya, motif Gajah Oling dari Osing yang melambangkan kebijaksanaan, atau motif Parang dari batik Jawa yang menggambarkan semangat perjuangan.
Simbol-Simbol dan Warna Lokal
Museum Telu tidak hanya menyampaikan cerita melalui benda, tapi juga lewat desain arsitektur dan simbol visualnya. Warna dominan seperti cokelat, hijau, dan putih bambu memberikan kesan alami sekaligus menenangkan. Ornamen gunungan, motif daun, dan naga menjadi penghias sekaligus pembawa pesan tentang keseimbangan alam, manusia, dan Tuhan.
Menjadi Rumah bagi SemuaÂ
Museum Telu tidak hanya untuk pecinta sejarah, tapi juga terbuka bagi siapa saja. Dari pelajar, seniman, hingga wisatawan, semua bisa menemukan makna yang berbeda dari kunjungan mereka. Kegiatan seperti diskusi budaya, pertunjukan seni, dan lokakarya kerajinan sering digelar untuk memperkuat keterlibatan masyarakat.
Museum Telu menjadi pengingat bahwa jati diri bukanlah sesuatu yang harus ditinggalkan demi kemajuan, tapi justru menjadi fondasi untuk melangkah ke depan. Jember dan Tapal Kuda adalah wilayah kaya budaya. Museum Telu adalah upaya kolektif untuk menjaga warisan itu tetap hidup, relevan, dan bisa diwariskan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI