Latar Belakang
Kekerasan seksual terus menjadi perhatian serius di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di perguruan tinggi. Lembaga perguruan tinggi yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tempat berkumpulnya orang - orang berpendidikan seharusnya menjadi tempat aman, justru menempati urutan pertama dalam hal terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak per April 2024 tercatat 2.681 kasus di lingkungan perguruan tinggi, namun banyak di antaranya tidak terungkap karena korban takut, malu, atau khawatir tidak mendapat dukungan. Untuk menggali lebih dalam tentang pemahaman, sikap, dan kesadaran mahasiswa terhadap isu ini, kami telah mewawancarai lima informan dari perwakilan mahasiswa Program Studi Informatika UMM.
Pembahasan
Pemahaman Dasar tentang Kekerasan Seksual
Hasil wawancara dengan lima informan menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki pemahaman dasar tentang kekerasan seksual, meskipun tingkat kedalamannya bervariasi. Sebagian informan mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan seksual seperti verbal, fisik, dan visual, serta membedakannya dengan pelecehan seksual. Namun, pemahaman ini masih bersifat deskriptif dan belum mencakup dimensi struktural yang melibatkan perbedaan kuasa dan gender. Hal ini mengindikasikan bahwa edukasi tentang kekerasan seksual perlu ditingkatkan agar mahasiswa tidak hanya memahami gejala permukaan tetapi juga akar permasalahannya.
Kesadaran terhadap Peraturan dan Kebijakan
Salah satu temuan krusial adalah rendahnya kesadaran mahasiswa terhadap peraturan dan kebijakan kampus terkait kekerasan seksual. Mayoritas informan tidak mengetahui secara spesifik regulasi seperti Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 atau mekanisme pelaporan yang tersedia di kampus. Hanya satu informan yang menunjukkan pemahaman mendalam tentang regulasi tersebut. Rendahnya kesadaran ini dapat menjadi penghambat dalam upaya penanganan kasus kekerasan seksual, karena mahasiswa tidak mengetahui hak dan kewajiban mereka. Oleh karena itu, sosialisasi kebijakan oleh pihak kampus harus menjadi prioritas, misalnya melalui seminar, kampanye digital, atau integrasi materi terkait dalam kurikulum.
Sikap terhadap Korban dan Pelaku
Mahasiswa secara umum menunjukkan sikap empatik terhadap korban kekerasan seksual dan mendukung tindakan tegas terhadap pelaku. Namun, hasil ini juga mengungkap tantangan dalam hal keberanian korban dan lingkungan sosial untuk melaporkan kasus. Faktor seperti takut, malu, atau kurangnya dukungan sering menjadi penghalang. Menyoroti pentingnya sistem pendukung yang aman bagi korban. Untuk mengatasi hal ini, kampus perlu membentuk unit layanan pengaduan yang mudah diakses, profesional, dan menjaga kerahasiaan korban.
Sumber Informasi dan Edukasi
Media sosial menjadi sumber utama informasi mahasiswa tentang kekerasan seksual. Meskipun media sosial memberikan akses informasi yang luas, risiko misinformasi atau narasi yang tidak tepat tetap tinggi. Di sisi lain, peran kampus dalam memberikan edukasi formal masih minim. Sebagian besar informan menyatakan belum pernah mengikuti sosialisasi atau seminar terkait isu ini. Padahal, edukasi yang terstruktur dan kredibel sangat penting untuk membentuk pemahaman yang komprehensif. Rekomendasi untuk kampus adalah mengadakan kegiatan edukatif secara berkala, melibatkan organisasi kemahasiswaan, dan memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan informasi yang akurat.
Tindakan Pencegahan dan Penanganan
Mahasiswa menilai bahwa penguatan sanksi, sistem pengaduan yang mudah diakses, dan edukasi berkelanjutan merupakan langkah penting dalam pencegahan kekerasan seksual. Selain itu, penanganan kasus harus dilakukan dengan pendekatan empatik, transparan, dan melibatkan pihak berwenang. Beberapa usulan konkret dari wawancara ini antara lain:
Sosialisasi Kebijakan: Kampus perlu secara aktif menyosialisasikan regulasi terkait kekerasan seksual kepada seluruh civitas akademika.
Edukasi Berkelanjutan: Seminar, pelatihan, dan integrasi materi kekerasan seksual dalam kurikulum dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa.
Sistem Pelaporan yang Aman: Pembentukan unit pengaduan yang mudah diakses dan profesional untuk mendukung korban.
Keterlibatan Mahasiswa: Melibatkan organisasi kemahasiswaan dalam kampanye pencegahan kekerasan seksual.