Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Branded

18 Mei 2020   06:50 Diperbarui: 18 Mei 2020   06:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan tuntutan anak bujang yang baru akan naik kelas 3 SD itu tak berhenti sampai di persoalan tas. Namun berlanjut ke persoalan memilih tempat makan. Lebih tepatnya, tempat nongkrong.

"Si Emak" kian berkerut kening dengan kemuncuan sikap sang bujang kecilnya. Hingga pada sebuah titik, dia mengambil putranya dari sekoah tersebut, dengan alasan rasa tak nyaman atas sikap borju yang mengemuka.

Jika mengukur kemampuan finansial, orangtua dari anak tersebut, mungkin dan sangat mungkin untuk mengikuti permohonan anaknya. Permasalahannya, mereka tak mau terjebak dengan hal-hal instan. Karena pada dasarnya hidup adalah berproses, berikhtiar dan menghormati usaha yang dilakukan.

Hampir sama dengan prinsip demikian. Saya termasuk orangtua yang merasa miris dengan "efek bohemian". Apa itu itu efek bohemian? Saya jeaskan dalam contoh.

Ada sebuah keuarga, berkecukupan, baik dari sisi finansial maupun dari sisi keberadaan profil (dituakan di lingkungan). Karena orangtuanya berada, lalu anaknya bebas memilih jalan hidup apa saja alias sesuka hati. 

Hingga semuanya merasa tak perlu sekolah, tak perlu belajar, bahkan tak perlu "riweuh" belajar mencari penghasilan. Cukup menikmati hidup dengan bermain dan apa saja yang menyenangkan. Singkat cerita, harta terus berkurang, kesehatan orangtuanya menurun, dan pada akhirnya meninggal.

Pasca itu, anak-anak angkat tangan alias tak berdaya untuk sekadar meneruskan usaha orangtuanya. Bahkan untuk sekadar menjaga hartanya pun tak bisa.

Nah itulah efek bohemian. Efek borju. Efek gaya hidup. Lemah. Tak berdaya.

Tak ingin terjebak dengan gaya hidup, saya mencoba mengajak anak-anak untuk mencapai apa yang diinginkan dengan jalan menabung.

Shidqi yang sudah terdeteksi senang bermusik dari kecil, cukup "gemes" untuk memiliki keyboard. Atas izin Allah, dia mengumpulkan rupiah demi rupiah, lalu kami bantu genapkan untuk kekurangannya. Dan diraihlah satu unit keyboard dengan fasilitas standar perform. 

Alhamdulillah, kami dipertemukan dengan seorang penjual keyboard second di Pasar Elektronik Cikapundung. Sehingga angka fantastis dari keyboard tersebut bisa kami dapat dengan 6,5 juta rupiah saja (setengah dari harga baru).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun