Mohon tunggu...
MUH RYAN ALFAJRIN
MUH RYAN ALFAJRIN Mohon Tunggu... Mahasiswa PKN STAN

Mahasiswa PKN STAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Badan Layanan Umum (BLU): Pilar Baru Keuangan Negara di Era Transformasi

1 Agustus 2025   14:42 Diperbarui: 1 Agustus 2025   14:41 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam wajah baru tata kelola keuangan negara, peran Badan Layanan Umum (BLU) makin mendapat sorotan. Di tengah keterbatasan ruang fiskal dan tuntutan pelayanan publik yang semakin kompleks, BLU hadir sebagai instrumen fleksibel yang menjembatani antara logika bisnis dan misi pelayanan negara. Namun, pertanyaan krusial muncul: apakah BLU siap menjadi pilar utama transformasi ekonomi nasional, atau justru terjebak dalam zona abu-abu antara efisiensi dan akuntabilitas?

BLU: Instrumen Hybrid yang Menjawab Keterbatasan APBN

BLU bukanlah BUMN, tapi juga bukan satker murni. Dalam kerangka UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat melalui PP No. 23 Tahun 2005, BLU diberikan fleksibilitas untuk mengelola keuangannya sendiri di luar mekanisme klasik DIPA, asalkan tetap dalam koridor akuntabilitas publik.

Fleksibilitas ini mencakup kemampuan mengelola pendapatan, melakukan pengadaan barang/jasa, hingga membayar remunerasi berbasis kinerja---tanpa harus tergantung pada alokasi APBN. Dengan skema tersebut, BLU mampu menyediakan layanan publik yang lebih responsif, efisien, dan berorientasi pada pengguna (citizen-centered).

Saat ini, lebih dari 250 BLU telah terbentuk di berbagai sektor: kesehatan (RSUP, BPJS Kesehatan), pendidikan (PTN-BLU), pertanian, bahkan riset dan inkubasi UMKM. Dalam konteks fiskal yang makin ketat dan kebutuhan layanan publik yang terus meningkat, BLU menjadi katalis penting bagi value for money dalam belanja negara.

Mendorong Inovasi Layanan: Dari Universitas ke Rumah Sakit

Contoh paling konkret dari peran strategis BLU dapat dilihat dalam transformasi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU). Dengan status BLU, kampus-kampus seperti UI, UGM, IPB, hingga PKN STAN sendiri memiliki ruang untuk melakukan pengelolaan keuangan secara lebih dinamis: dari penyelenggaraan pelatihan profesional hingga kerja sama riset internasional.

Hal serupa terjadi di sektor kesehatan. Rumah sakit milik pemerintah yang berstatus BLU dapat merespons kebutuhan pasien secara cepat, misalnya dalam pengadaan obat, investasi alat medis, hingga peningkatan kualitas layanan. Ini semua tidak mungkin dilakukan jika mereka tunduk pada mekanisme anggaran rigid ala satker konvensional.

Artinya, BLU bukan sekadar status administratif, tapi alat reformasi struktural yang memungkinkan entitas publik bergerak dengan kecepatan dan efisiensi yang dibutuhkan zaman.

Risiko dan Tantangan: Akuntabilitas di Era Otonomi Keuangan

Namun, fleksibilitas yang diberikan kepada BLU juga menyimpan potensi risiko. Pertama, pengawasan internal dan eksternal yang belum seragam menyebabkan celah tata kelola. Tidak sedikit temuan BPK yang menunjukkan adanya ketidaktepatan penggunaan dana BLU, konflik kepentingan dalam pengadaan, hingga lemahnya pengukuran kinerja berbasis output dan outcome.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun