Mohon tunggu...
mhd firdaus lubis
mhd firdaus lubis Mohon Tunggu... Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Pendidikan Islam Imam Al-Ghazali

5 Oktober 2025   23:12 Diperbarui: 20 Oktober 2025   10:34 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikiran Pendidikan Islam Imam Al-Ghazali

Hakikat Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali

Pendidikan sebagai proses pensucian jiwa (tazkiyatun nafs) : Menurut Imam Al-Ghazali, pendidikan pertama-tama adalah proses untuk mensucikan jiwa. Manusia sejak lahir membawa potensi baik (fitrah), tetapi potensi ini dapat ternodai oleh hawa nafsu dan pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan harus berfungsi untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela seperti sombong, iri, tamak, dan malas, serta menggantinya dengan sifat-sifat terpuji seperti ikhlas, sabar, tawakal, dan rendah hati. Dengan jiwa yang bersih, ilmu yang dipelajari akan membawa manfaat. Sebaliknya, ilmu tanpa kesucian jiwa justru bisa menjadikan seseorang angkuh atau menyalahgunakan ilmunya.

Pendidikan sebagai pembentukan akhlak mulia : Bagi Al-Ghazali, pendidikan tidak hanya bertujuan menjadikan murid cerdas secara intelektual, tetapi lebih penting lagi membentuk akhlak mereka. Ilmu yang dipelajari harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ilmu fiqih tidak hanya sekadar dipahami dalam teori hukum, tetapi harus diwujudkan dalam praktik ibadah yang benar. Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang menanamkan kebiasaan baik, melatihnya terus-menerus hingga akhirnya menjadi karakter permanen dalam diri peserta didik. : Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu

Hakikat pendidikan menurut Al-Ghazali tidak berhenti pada aktivitas memindahkan ilmu dari guru kepada murid. Guru tidak hanya mengisi akal murid dengan pengetahuan, tetapi juga menjadi pembimbing spiritual yang menanamkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Ilmu yang hanya berhenti di akal, tanpa menyentuh hati, tidak akan membawa manfaat. Karena itu, pendidikan harus menyentuh akal, hati, dan perilaku secara seimbang agar lahir manusia yang berilmu sekaligus berakhlak mulia.

Pendidikan harus bernilai spiritual : Al-Ghazali menegaskan bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan hanya mengejar kedudukan, harta, atau kepentingan duniawi. Setiap ilmu yang dipelajari harus menambah rasa syukur, memperkuat iman, dan meningkatkan ketaatan kepada Allah. Dengan orientasi spiritual seperti ini, pendidikan akan melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga beriman, bertakwa, dan bermanfaat bagi kehidupan di dunia serta di akhirat.

Tujuan Pendidikan

Tujuan Duniawi

Menurut Al-Ghazali, pendidikan memiliki tujuan duniawi yang bersifat praktis, yaitu membekali manusia dengan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat untuk kehidupannya di dunia. Ilmu yang dipelajari dapat membantu manusia bekerja, bermasyarakat, dan menjalankan perannya sebagai makhluk sosial. Misalnya, mempelajari ilmu kedokteran untuk menjaga kesehatan masyarakat atau ilmu pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tujuan duniawi ini penting, tetapi tetap ditempatkan sebagai sarana, bukan sebagai tujuan utama.

Tujuan Ukhrawi

Selain tujuan duniawi, pendidikan memiliki tujuan ukhrawi, yaitu mengantarkan manusia kepada kebahagiaan sejati (sa'adah) di akhirat. Ilmu harus menjadi jalan yang menuntun manusia kepada Allah dengan memperkuat iman dan amal saleh. Dalam pandangan Al-Ghazali, ilmu agama seperti akidah, ibadah, dan akhlak adalah bekal utama untuk mencapai keselamatan di akhirat. Dengan menuntut ilmu, manusia dapat lebih mengenal Allah, memahami syariat-Nya, dan beramal sesuai tuntunan agama.

Tujuan Tertinggi

Tujuan tertinggi pendidikan adalah menjadikan manusia sebagai hamba Allah yang taat sekaligus khalifah di bumi. Seorang hamba Allah yang sejati akan menggunakan ilmunya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sementara sebagai khalifah ia bertanggung jawab memelihara, mengatur, dan memakmurkan kehidupan di bumi. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya melahirkan manusia cerdas, tetapi juga pribadi yang berakhlak mulia, bermanfaat bagi sesama, serta berorientasi pada ridha Allah.

Subjek Pendidikan

Guru (al-Mu'allim)

Dalam pandangan Al-Ghazali, guru menempati posisi yang sangat mulia karena ia adalah pewaris para nabi. Seorang guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga pembimbing spiritual dan teladan bagi muridnya. Oleh sebab itu, guru harus memiliki sifat ikhlas dalam mengajar, yakni mengajar semata-mata karena Allah, bukan karena mencari kedudukan, harta, atau popularitas. Guru juga dituntut untuk bersabar dalam mendidik, penuh kasih sayang terhadap murid, serta mengajar sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan peserta didik. Selain itu, guru harus menjadi teladan nyata dalam akhlak, ibadah, dan perilaku sehari-hari, karena murid lebih mudah meniru perbuatan gurunya daripada hanya mendengar nasihat.

Murid (al-Muta'allim)

Murid dalam pandangan Al-Ghazali memiliki kedudukan penting dalam proses pendidikan karena mereka adalah penerima ilmu. Seorang murid harus menuntut ilmu dengan niat ibadah, yaitu mencari ridha Allah, bukan semata-mata untuk tujuan duniawi seperti mencari harta, kedudukan, atau kemuliaan di mata manusia. Murid juga harus memiliki adab yang baik terhadap gurunya, seperti menghormati, mendengarkan dengan penuh perhatian, serta tidak membantah dengan cara yang tidak sopan. Selain itu, murid perlu menjaga kesungguhan, ketekunan, dan kerendahan hati dalam belajar. Menurut Al-Ghazali, murid yang baik adalah mereka yang zuhud terhadap dunia, mencurahkan waktunya untuk belajar, dan selalu mengamalkan ilmu yang telah diperoleh.

Kurikulum Pendidikan

Ilmu Fardhu 'Ain

Menurut Al-Ghazali, ilmu yang paling utama untuk dipelajari adalah ilmu yang berkaitan langsung dengan kewajiban setiap muslim, yaitu ilmu agama atau fardhu 'ain. Ilmu ini mencakup akidah, ibadah, dan akhlak. Setiap muslim wajib mengetahuinya agar dapat menjalankan perintah Allah dengan benar. Misalnya, belajar tata cara shalat, wudhu, dan keyakinan dasar tentang keesaan Allah. Tanpa menguasai ilmu fardhu 'ain, seorang muslim akan kesulitan menunaikan kewajiban agamanya.

Ilmu Fardhu Kifayah

Selain ilmu fardhu 'ain, terdapat ilmu yang disebut fardhu kifayah, yaitu ilmu yang diperlukan untuk kemaslahatan umat dan kehidupan sosial. Jika sebagian orang telah mempelajarinya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Ilmu fardhu kifayah mencakup bidang kedokteran, matematika, pertanian, teknik, politik, dan lain-lain. Al-Ghazali menekankan pentingnya ilmu ini agar umat Islam dapat mandiri dan berdaya dalam mengelola kehidupan dunia, namun tetap dengan orientasi ibadah kepada Allah.

Ilmu yang Tercela

Al-Ghazali juga mengingatkan tentang adanya ilmu yang tidak bermanfaat bahkan berbahaya, yang disebut ilmu tercela. Contohnya adalah ilmu sihir, perdukunan, atau pengetahuan yang menjerumuskan manusia kepada kemaksiatan dan kesesatan. Ilmu jenis ini tidak hanya tidak memberi manfaat, tetapi juga bisa merusak akidah dan akhlak. Karena itu, ilmu yang seperti ini harus dijauhi dan tidak boleh dijadikan bagian dari pendidikan Islam.

Prinsip Utama dalam Kurikulum

Bagi Al-Ghazali, kurikulum pendidikan harus menempatkan ilmu yang mendekatkan diri kepada Allah sebagai prioritas utama. Ilmu agama menjadi fondasi, sedangkan ilmu duniawi berfungsi sebagai penunjang kehidupan manusia. Dengan demikian, pendidikan harus seimbang: tidak hanya mempelajari ilmu akhirat, tetapi juga ilmu dunia, selama keduanya membawa kemaslahatan dan tidak melalaikan manusia dari tujuan akhir, yaitu kebahagiaan di sisi Allah.

Metode Pendidikan

Bertahap (Tadarruj)

Menurut Al-Ghazali, pendidikan harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan kesiapan murid. Ilmu tidak boleh diberikan sekaligus dalam jumlah banyak karena akan membuat murid kebingungan. Seorang guru harus bijak menyesuaikan materi dan metode dengan tingkat perkembangan peserta didik. Dengan cara ini, murid dapat memahami ilmu secara perlahan namun mendalam, dan tidak merasa terbebani.

Teladan (Uswah Hasanah)

Salah satu metode terpenting menurut Al-Ghazali adalah keteladanan. Guru harus menjadi contoh nyata dalam perilaku, ibadah, dan akhlak. Murid akan lebih mudah meniru perbuatan gurunya daripada hanya mendengar perkataan. Oleh karena itu, seorang guru harus menampilkan akhlak mulia agar murid terdorong untuk menirunya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembiasaan (Ta'wid dan Riyadhah)

Al-Ghazali menekankan pentingnya membiasakan murid dengan amal-amal baik dan latihan terus-menerus hingga menjadi karakter. Pendidikan tidak cukup hanya dengan teori, tetapi harus disertai latihan praktis. Misalnya, membiasakan murid untuk shalat tepat waktu, membaca Al-Qur'an, atau bersikap jujur dalam setiap keadaan. Dengan pembiasaan, kebiasaan baik akan tertanam kuat dalam diri peserta didik.

Nasihat dan Mau'izhah

Memberikan nasihat dengan penuh hikmah merupakan metode penting dalam pendidikan. Guru harus mengingatkan murid tentang tujuan hidup, pentingnya ilmu, serta bahaya meninggalkan ketaatan. Nasihat yang disampaikan dengan kelembutan akan menyentuh hati murid dan memotivasi mereka untuk terus belajar dan berbuat baik.

Dialog dan Diskusi

Al-Ghazali juga mengakui pentingnya metode dialog dan diskusi untuk mengasah akal murid. Dengan bertanya, berdiskusi, dan mengemukakan pendapat, murid akan belajar berpikir kritis dan tidak hanya menerima ilmu secara pasif. Metode ini juga mendorong murid untuk lebih memahami makna dari ilmu yang dipelajari.

Hafalan dan Pemahaman

Metode lain yang ditekankan Al-Ghazali adalah menggabungkan antara hafalan dan pemahaman. Hafalan diperlukan agar ilmu tidak hilang dari ingatan, sementara pemahaman penting agar murid tidak hanya mengulang kata-kata, tetapi benar-benar mengerti maksud dan isi ilmu tersebut. Dengan kombinasi keduanya, ilmu akan lebih melekat dalam diri murid.

Etika Pendidikan

Adab Guru

Menurut Al-Ghazali, seorang guru harus menjaga adab dalam mendidik muridnya. Ia harus mengajar dengan niat ikhlas karena Allah, bukan untuk mencari pujian, kedudukan, atau keuntungan duniawi. Guru juga tidak boleh merendahkan muridnya, meskipun murid tersebut masih kurang dalam pemahaman. Sebaliknya, guru harus penuh kesabaran, kasih sayang, dan bersikap lembut agar murid termotivasi untuk terus belajar. Selain itu, guru tidak boleh sombong dengan ilmunya dan tidak boleh merasa lebih tinggi dari orang lain, sebab ilmu adalah amanah yang harus disampaikan untuk kemaslahatan umat.

Adab Murid

Bagi murid, etika yang utama adalah menjaga niat dalam belajar, yaitu menuntut ilmu semata-mata karena Allah, bukan karena ingin mencari kedudukan, harta, atau kepentingan duniawi. Murid harus menghormati gurunya dengan sepenuh hati, menunjukkan sopan santun, dan mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian. Seorang murid juga tidak boleh menyela atau membantah gurunya dengan cara yang tidak sopan. Selain itu, murid harus bersungguh-sungguh, tekun, rendah hati, serta mengamalkan ilmu yang telah diperoleh agar menjadi cahaya dalam kehidupannya.

Orientasi Ilmu

Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu dalam pendidikan harus diamalkan, bukan hanya dijadikan bahan untuk berdebat atau pamer pengetahuan. Ilmu tanpa amal tidak akan memberi manfaat, bahkan bisa menjerumuskan pemiliknya pada kesombongan dan kehancuran. Karena itu, orientasi utama pendidikan adalah menjadikan ilmu sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah, memperbaiki diri, dan memberi manfaat kepada sesama. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menghasilkan orang berilmu, tetapi juga pribadi yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun