Mohon tunggu...
MUHAMMAD FAHRUDDIN AL MUSTOFA
MUHAMMAD FAHRUDDIN AL MUSTOFA Mohon Tunggu... -

Sesorang yang haus akan ilmu pengetauhan dan berharap jadi orang yang bermanfaat bagi Nusa Bangsa dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Masih Adakah Nuranimu untuk Merusak?

9 November 2015   09:05 Diperbarui: 9 November 2015   10:11 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

اذا لم تكن ملحا تصلح # فلم تكن ذبابة تفسد

jikalau kamu tidak bisa menjadi garam yang menyempurnakan masakan , maka jangan kamu menjadi lalat yang mengganggu ( merusak )

 Sebuah peribahasa Arab yang unik dan mengandung makna yang agung . Tapi disuguhkan dengan bahasa yang mudah dipahami serta menggunakan metafora dari hal-hal remeh yang terjadi di sekeliling kita . Kita meyakini bahwa dari hal-hal kecil ini akan menimbulkan hal besar yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya . Sebaliknya , kita mulai membutakan mata ( baik dhohir atau batin ) bahkan tidak tahu bahwa kita sedang " buta " . yang lagi merangkak menggapai tongkat yang berada disebelahnya .

Hari ini , munkin kita sedang mengalami masa dimana orang tidak tahu bahwa dia sedang melakukan kesalahan . Yang salah bisa jadi benar , yang benar bisa menjadi tersangka . Orang tidak mau melihat sesama , enggan tuk meraba sekitar dan acuh tuk sekadar perduli . Sampai mereka lupa sedang terjatuh dijurang kesalan tapi masih bergelantung dengan tali kebenaran yang kapanpun bisa terputus . Tak bisa dipungkiri sebagai sifat dasar manusia tidak mau disalahkan dan selalu ingin berada di posisi benar walau dalam kesalahan . Sehingga mereka terus-menerus melakukan kesalahan yang bertameng kebenaran sampai pada tahap merusak . 

Dalam Agama apapun sangat dilarang untuk membuat kerusakan di muka bumi ini , lebih khususnya Islam . Dan mendapat hukuman keras pula terhadap para perusak . Merusak meliputi segala aspek dalam kehidupan manusia . Entah dari sosial , agama , lingkungan , flora , fauna , budaya , peradaban dan lain-lain . Jadi kita dapat menarik kesimpulan , merusak bukan terbatas oleh benda yang dirusak , tapi yang dapat merusak hubungan tatanan masyarakat dalam segala aspek . Seperti contoh : Ada pejabat yang korupsi uang subsidi pendidikan untuk rakyat ditangkap oleh pihak berwajib dengan senyum tersungging di mulutnya . Ini merupakan contoh merusak yang mencakup sosial ( karena mencuri uang rakyat untuk perutnya sendiri dan menuruti nafsunya ) , Agama ( Syariat melarang memakan harta yang bukan haknya ) . Budaya ( mengakibatkan krisis moral dan miskin kejujuran ) dsb. 

Kita sebaiknya memperbanyak instropeksi diri , ngaca dengan kaca yang cembung agar kita bisa melihat kesalahan yang telah kita perbuat selama ini . Bukan tambah menambah masalah dengan merusak lebih banyak tanpa berpikir apapun yang ditimbulkan . Secara naluri seluruh manusia pasti menolak kerusakan , permusuhan , perang , kehancuran di bumi yang kita tinggali ini . Tapi apakah kita mau untuk sekadar menundukkan kepala tanpa harus mengorbankan hati nurani kita demi memanjakan ego dan tunduk kepada nafsu yang keduanya ingin merusak tatanan masyarakat yang ada ? . 

Apalah itu artinya , jawabannya ada dibenak kita masing-masing !! 

Sudah berapa besar kerusakan yang kita lakukan di dunia yang indah ini . Tidak cukupkah kita menambah luka disetiap langkah yang kita gunakan untuk merusak . Tidak inginkah kita hidup dengan penuh kedamaian ? . Apakah kedamaian itu bisa kita dapat dari setiap jengkal kebrutalan yang kita lakukan demi sebuah kehancuran ? Adakah kebaikan dan manfaat dari perpecahan dan pertumpahan darah di antara saudara kita ? 

Entah apa itu arti kebenaran wahai para pengobar nama Tuhan saat ujung pedang terhunus di leher saudaramu . 

Kalau kalian tidak bisa menjadi orang yang baik , maka jangan lah kau merusak walau sekecil apapun . 

Masih adakah nuranimu untuk merusak ..?? 

 

Fes , Senin  09 November 2015 
Bocah Gemblung 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun