Â
Di tengah lanskap pegunungan Tengger yang mistis dan gagahnya Semeru yang menjulang, sebuah kisah ketahanan dan semangat petualangan terukir dalam sejarah lari lintas alam Indonesia: Bromo Tengger Semeru 100 (BTS 100). Lebih dari sekadar lomba lari, BTS 100 adalah ikon, pelopor, dan penanda kebangkitan lari ultra trail di Nusantara. Dari gagasan sederhana hingga menjadi ajang internasional yang diakui, perjalanan BTS 100 adalah cerminan evolusi olahraga ekstrem ini di Indonesia.
Akar Pertama: Lahirnya Sebuah Visi (2013)
Sebelum tahun 2013, lari ultra trail, khususnya dengan jarak di atas maraton di medan pegunungan, masih merupakan konsep yang relatif asing di Indonesia. Ada beberapa ajang lari gunung, namun belum ada yang berani menawarkan tantangan sejauh dan seberat yang kemudian diwujudkan oleh BTS 100. Ide untuk menciptakan sebuah balapan ultra trail di pegunungan Bromo Tengger Semeru muncul dari sekelompok pegiat lari dan pendaki gunung yang memiliki kecintaan mendalam pada alam dan keinginan untuk memperkenalkan tantangan baru bagi komunitas lari di Indonesia.
Pendiri dan otak di balik BTS 100 adalah Fandhi Achmad dan Arief Wismoyono dari Egon Trail Runners, bersama dengan tim inti lainnya. Mereka terinspirasi oleh balapan ultra trail internasional yang telah berkembang pesat di luar negeri, seperti Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB). Mereka melihat potensi besar pada lanskap Bromo Tengger Semeru yang unik---dengan kaldera luasnya, lautan pasir, tanjakan-tanjakan terjal, serta desa-desa suku Tengger yang otentik---sebagai arena yang sempurna untuk sebuah balapan ultra trail kelas dunia.
Pada bulan November 2013, visi itu menjadi kenyataan dengan diselenggarakannya edisi pertama Bromo Tengger Semeru 100. Nama "100" merujuk pada jarak terpanjang sekitar 100 mil (sekitar 160 km), meskipun pada edisi pertama juga dibuka kategori 70 km dan 30 km. Jalur yang dirancang secara cermat melintasi gunung, lembah, savana, dan lautan pasir, menghadirkan kombinasi keindahan alam yang memukau dan kesulitan teknis yang ekstrem. Edisi perdana ini diikuti oleh jumlah peserta yang relatif kecil namun sangat antusias, yang sebagian besar adalah komunitas pelari gunung dan ultra yang sudah aktif. Mereka adalah saksi sejarah dan perintis yang berani menghadapi tantangan yang belum pernah ada sebelumnya di tanah air.
Tumbuh dan Berkembang: Membangun Reputasi (2014-2017)
Setelah edisi pertama yang sukses, reputasi BTS 100 mulai menyebar dengan cepat di kalangan komunitas lari Indonesia. Para peserta yang telah merasakan beratnya medan, namun juga keindahan alam yang luar biasa, menjadi duta terbaik bagi ajang ini. Setiap tahun, jumlah pendaftar terus meningkat, menunjukkan minat yang besar terhadap tantangan lari ultra trail.
Pada tahun-tahun berikutnya, BTS 100 terus berbenah dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan. Aspek keamanan, logistik, dan titik-titik bantuan (Aid Stations) ditingkatkan. Perhatian besar diberikan pada pengalaman pelari, mulai dari pendaftaran, race kit, hingga penyediaan makanan dan minuman yang memadai di sepanjang rute. Komunikasi dengan peserta juga menjadi kunci, terutama dalam menghadapi tantangan cuaca ekstrem di pegunungan Tengger, seperti kabut tebal, hujan, atau terik matahari yang menyengat.
BTS 100 tidak hanya menarik pelari domestik, tetapi juga mulai menarik perhatian pelari internasional. Keunikan lanskap Bromo Tengger Semeru---yang tidak dapat ditemukan di tempat lain---menjadi daya tarik tersendiri. Para pelari mancanegara datang untuk merasakan sensasi berlari di lautan pasir yang luas, mendaki punggungan gunung berapi aktif, dan melewati desa-desa tradisional. Hal ini mengangkat status BTS 100 dari lomba lokal menjadi ajang internasional yang diakui.
Konsolidasi dan Pengakuan Global: Menuju UTMB World Series (2018-Sekarang)