Seni pertunjukan teater bangsawan bagian dari warisan budaya masyarakat Melayu di Daik, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Pertunjukan bangsawan adalah teater yang ceritanya dalam ruang lingkup kisah yang berhubungan dengan kaum istana atau bangsawan. Cerita yang ditampilkan menggunakan bahasa Melayu dan diiringi orkes sehingga masuk dalam kategori jenis opera. Ruang lingkup cerita tidak hanya bersumberkan kisah-kisah dari dunia Melayu tetapi juga dari kisah bangsa lain. Dari segi pakaian, tidak saja menggunakan pakaian Melayu tetapi menyesuaikan dengan kisah yang ditampilkan. Cerita yang diangkat tidak saja dari sejarah tetapi juga fiksi. Kisah Seribu Satu Malam dari Timur Tengah menjadi bagian dari sumber cerita untuk teater bangsawan.
Masuknya teater bangsawan ke wilayah Kerajaan Lingga-Riau dipengaruhi oleh perkembangan teater bangsawan di Semenanjung Tanah Melayu dan Singapura. Pada tahun 1870-an di Pulau Pinang, Malaysia  terdapat teater Wayang Parsi yang menggunakan bahasa Hindi, dan para pelakonnya orang-orang dari India. Wayang Parsi ini diambil alih oleh Muhammad Pushi, dan diberi nama Pushi Indera Bangsawan of Penang. Teater bangsawan yang ditampilkan menggunakan bahasa Melayu. Dari Pulau Pinang teater bangsawan ini tampil di berbagai daerah di Semenanjung Tanah Melayu dan Singapura. Teater bangsawan ini mendapat sambutan yang baik, dan terus berkembang memunculkan kelompok baru. Teater bangsawan menyentuh sampai ke Riau wilayah penting di Lingga-Riau sebagai tempat kedudukan Yang Dipertuan Muda dan Residen.
Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1884-1911) Sultan Lingga-Riau yang terakhir sangat berminat dengan teater bangsawan. Baginda menjadi bagian dari pihak yang memperkenalkan teater bangsawan di Daik. Pada tahun 1900, baginda berpindah dari Daik ke Pulau Penyengat, Riau. Baginda membentuk kelompok teater bangsawan di Pulau Penyengat, dan pada masa itu disebut wayang bangsawan. Baginda yang membiayai dan menyediakan tempat untuk pertunjukan wayang bangsawan. Pakaian wayang bangsawan ada yang dibelikan di Singapura.
Wayang bangsawan milik Sultan Abdurrahman Muazzam Syah dipentaskan di Pulau Penyengat bukan saja untuk kalangan istana tetapi juga dibuka untuk umum. Pada masa itu wayang bangsawan milik baginda menjadi bagian dari hiburan rakyat setempat. Para pegawai Belanda di Riau pun tertarik menonton wayang bangsawan. Saat pertunjukan wayang bangsawan dibuka untuk umum, masyarakat setempat ramai datang menonton. Cerita Seribu Satu Malam menjadi bagian dari kisah yang dimainkan dalam pertunjukan. Para Kaum perempuan turut juga menjadi pelakon.
Sultan Abdurrahman Muazzam Syah juga mementaskan wayang bangsawan di Daik. Pertunjukan wayang bangsawan diminati penduduk Daik, dan ramai yang datang menonton. Pertunjukan dilakukan di Istana Damnah. Sultan Abdurrahman Muazzam Syah pernah bercerita dengan para pegawainya di Pulau Penyengat bahwa orang Lingga suka menonton wayang bangsawan. Tanggal 3 Februari 1913 Sultan Abdurrahman Syah dipecat Belanda. Tanggal 9 Februari 1911 di tengah pelayaran dari Daik ke Pulau Penyengat, Baginda menerima surat pemecatan yang dibawa utusan Residen Riau. Baginda bersama keluarga pindah ke Singapura. Sejak itu Baginda tidak pernah lagi datang ke Daik.
Menurut cerita lisan, salah satu tokoh penggerak wayang bangsawan adalah Haji Abbas Abdullah yang mengadakan pertunjukan di Kampung Bugis, Daik. Dalam daftar riwayat hidup Haji Abbas Abdullah yang dibuat untuk keterangan beliau sebagai pengurus Partai Persatuan Indonesia Raya, Â 6 Agustus 1951, tercatat tahun 1337 hijriah membuka wayang dari Daik sampai ke Semenanjung Tanah Melayu. Tahun 1337 hijriah antara tahun 1918 dan 1919. Pada masa itu istilah wayang juga menunjukkan pertunjukan teater bangsawan. Menurut daftar riwayat hidupnya, Haji Abbas Abdullah pada tahun 1951 berumur 71 tahun dan tinggal di Kampung Darat, Daik. Dia pernah menjadi pedagang dan tahun 1327 hijriah diangkat oleh Sultan Abdurrahman Muazzam Syah menjadi kerani di Tarempa, Anambas. Haji Abbas Abdullah yang membuka wayang di Daik juga mencari peluang usahanya itu sampai ke Semenanjung Tanah Melayu.
Tokoh lain penggerak wayang bangsawan adalah Raja Idris. Beliau anak dari Raja Haji Usman, seorang pejabat kerajaan yang memegang jabatan Amir Lingga (kepala pemerintahan wilayah Lingga di bawah sultan) zaman Sultan Abdurrahman Muazzam Syah. Raja Idris lahir 18 Syawal 1318 H (7 Februari 1901 M) di Kampung Hilir, Daik. Raja Idris mementaskan wayang bangsawan di Kampung Bugis. Raja Idris menggiatkan bangsawan pada masa sebelum Indonesia merdeka. Memasuki zaman kemerdekaan, wayang bangsawan terus bertahan dan berkembang di Daik. Wayang bangsawan menjadi bagian hiburan masyarakat. Pada era tahun 1950-an dan 1960-an menjadi hiburan pasar malam saat perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Wayang bangsawan atau masa kini hanya disebut bangsawan saja, dulunya disebut juga tonil yang berasal dari bahasa Belanda yakni tooneel yang berarti teater atau lakon. Istilah tooneel menunjukkan wayang bangsawan adalah bagian dari pertunjukan teater. Kelompok wayang bangsawan dibentuk dengan swadaya para penggiat seni. Berbeda dengan kelompok wayang bangsawan milik Sultan Abdurrahman Muazzam Syah, pada mulanya kelompok wayang bangsawan yang berkembang di Daik melarang perempuan menjadi pelakon. Hal ini dilakukan karena perempuan dilarang tampil menjadi tontonan masyarakat dan menghindari pergaulan secara langsung dengan laki-laki yang bukan muhrim. Untuk mengganti peran perempuan, pelakon laki-laki disolek menyerupai perempuan. Pada era tahun 1960-an kaum perempuan mulai naik panggung menjadi pelakon.
Wayang bangsawan di Daik dipentaskan pada malam hari selepas Isyak. Kisah yang dipentaskan berada dalam ruang lingkup istana atau bangsawan. Cerita yang dipentaskan bersumber dari sejarah atau fiksi. Bukan saja kisah dari dunia Melayu, cerita Seribu Satu Malam dan cerita-cerita yang diambil dalam syair juga menjadi sumber cerita yang dipentaskan. Kisah Hang Tuah, dan Sultan Mahmud Mangkat Dijulang bagian dari kisah yang dipentaskan wayang bangsawan. Wayang bangsawan menjadi pertunjukan yang menampilkan berbagai jenis sastra Melayu lama yang dituturkan para pelakon untuk menambah nilai seni dalam dialog. Pantun, syair, pepatah, dan lain-lain menjadi bagian penting dalam wayang bangsawan. Dialog dalam wayang bangsawan menampilkan tata krama Melayu. Seni tarik suara, silat, dan tarian juga menjadi bagian dari wayang bangsawan.
Wayang bangsawan sebagai bagian dari hiburan masyarakat mempunyai arti penting bagi pelestarian dan edukasi kebudayaan Melayu. Bahasa, tata krama, sastra, seni musik, seni tari, pakaian dan lain-lain yang berada dalam penampilan teater bangsawan menjadi objek pelestarian dan edukasi kebudayaan Melayu Daik. Pada masa kini terdapat banyak hiburan masyarakat, dan teater bangsawan dengan mudah terpinggirkan. Perlu adanya usaha-usaha berbagai pihak yang peduli untuk terus melestarikan. Teater bangsawan dijadikan sarana edukasi kebudayaan Melayu, dan tempat menarik minat masyarakat terutama generasi muda untuk belajar serta mengembangkan bakatnya. Lewat teater bangsawan diharapkan bisa mengenal dan belajar tentang bahasa, sastra, adat istiadat, seni musik, seni tari, dan sebagainya.