Mohon tunggu...
Fadli
Fadli Mohon Tunggu... Peminat sejarah dan budaya

Menyukai dunia sejarah dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Daik, Lingga

2 April 2025   02:07 Diperbarui: 2 April 2025   02:07 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daik daerah yang berada disebelah selatan Pulau Lingga, Kecamatan Lingga, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Suatu daerah yang berada di antara atau sekitar Sungai Daik dan Sungai Tanda. Daerah Daik terdiri dari kampung-kampung yang berada ditepi atau pun berdekatan dengan dua sungai. Tidak ada pantai atau tepi laut yang bisa kita kunjungi mengggunakan kendaraan. Kawasan pantai masih diselimuti hutan dan jauh dari pemukiman penduduk. Kita tidak bisa melihat pemukiman penduduk dari laut, dan untuk melihatnya harus masuk ke muara sungai.

Daik bagian dari dunia Melayu. Pada era Melaka wilayah Daik berada di bawah kekuasaan Raja Lingga yang bergelar maharaja. Wilayah Lingga berada di bawah takluk Melaka. Pada abad ke-16 Megat Kuning anak Megat Mata Merah datang dari Jambi ke Lingga dan menetap di Daik. Dia menjadi penguasa Lingga menggantikan Raja Lingga dan berada di bawah takluk Johor.

Keturunan Megat Kuning menjadi penguasa Lingga seterusnya bergelar Orang Kaya Lingga. Keturunannya yang tinggal disekitar Sungai Daik kemudian berpindah ke Cening wilayah tepi laut yang berada di sebelah selatan Daik. Setelah tinggal di Cening, berpindah lagi ke Pulau Mepar, sebuah pulau kecil disebelah selatan Pulau Lingga.  Seluruh orang laut yang tinggal di atas perahu adalah rakyat Orang Kaya Lingga. 

Tahun 1787 Sultan Mahmud Riayat Syah (1761-1812) yang tengah bermusuhan dengan VOC memindahkan pusat pemerintahan ke Daik. Pada masa itu yang berkuasa di Lingga Orang Kaya Lingga Megat Inu berkedudukan di Pulau Mepar. Sultan Mahmud Riayat Syah menjadikan Daik sebagai tempat kedudukan dan pusat Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga. Dari Daik sultan melancarkan gerakan perlawanan terhadap VOC.

Akibat perjanjian London 17 Maret 1824, Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga mengalami keruntuhan. Sultan Abdurrahman Syah terpaksa melepaskan wilayah Johor dan Pahang. Hal ini terpaksa dilakukan karena sejak tahun 1818 Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga telah jatuh ke tangan Belanda. Pada tahun 1830, sultan menyetujui memperbarui perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian ini sultan setuju melepaskan Johor dan Pahang berdasarkan Perjanjian London 17 Maret 1824.

Sejak perjanjian dibuat, secara resmi berdirilah Kerajaan Lingga-Riau dan sekaligus runtuhlah Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga. Daik hanya sebagai tempat kedudukan Sultan Lingga-Riau. Tahun 1900 Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1884-1911), Sultan Lingga-Riau-5 sekaligus yang terakhir memindahkan tempat kedudukannya ke Pulau Penyengat, Riau. Sejak itu Daik berakhir sebagai tempat kedudukan sultan. Tahun 1911 Sultan Abdurrahman Syah dipecat Belanda. Tahun 1913 Kerajaan Lingga-Riau dihapus Belanda dan seluruh wilayah bekas kerajaan berada dibawah langsung Pemerintah Hindia Belanda.

Daerah Daik pada masa kini terbagi menjadi dua wilayah administrasi pemerintahan yakni Kelurahan Daik yang terletak disebelah kiri mudik Sungai Daik dan Kelurahan Daik-Sepincan berada diseberangnya. Daerah Kelurahan Daik menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Lingga dan Kabupaten Lingga. Daik daerah paling teramai dan mempunyai fasilitas paling lengkap di Pulau Lingga. Daik bukan daerah kota yang mempunyai pusat perbelanjaan mal, dan supermarket. Kita hanya bisa menemukan kedai kelontong dan beberapa buah kedai swalayan. Di Daik tidak ditemukan berbagai tempat hiburan seperti di kota. Hanya ada beberapa cafe dan selebihnya kedai kopi biasa yang sebagian tutup pukul 12 malam. Hanya terdapat dua Bank yakni Bank BRI dan Bank Riau Kepri. Keduanya menyediakan layanan ATM.

Salah satu kampung yang tidak jauh dari Sungai Daik
Salah satu kampung yang tidak jauh dari Sungai Daik

Kita tidak akan menemukan pelabuhan kapal penumpang di Daik. Untuk berangkat kita perlu pergi ke pelabuhan yang berada di desa lain. Hanya ada beberapa dermaga kecil di Sungai Daik tempat kapal kargo kayu labuh jangkar yang membawa kebutuhan pokok masyarakat. Tidak banyak kapal yang berlabuh, hanya ada satu atau dua buah selebihnya kapal nelayan. Daik tidak punya lapangan kapal terbang, dan jika helikopter ingin mendarat, kendaraan itu menggunakan lapangan sepak bola.

Tidak ada layanan transportasi online di Daik. Karena wilayah perkampungan yang tidak ramai, sejak dulu tidak ada layanan kendaraan roda empat untuk transportasi umum yang berkeliling membawa penumpang. Hanya ada ojek, dan sekarang sulit ditemukan ojek berkeliling. Supaya lebih mudah kita harus memesan terlebih dahulu lewat panggilan telpon. Sepeda motor dan kendaraan roda empat juga bisa disewa perhari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun