Mohon tunggu...
Meinarti Saraswati
Meinarti Saraswati Mohon Tunggu... Lainnya - Akademisi

Mahasiswa Magister Keamanan Maritim Universitas Pertahanan RI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Sikap Indonesia Atas Ancaman Kedaulatan di Wilayah Laut Cina Selatan

28 April 2024   16:33 Diperbarui: 28 April 2024   16:33 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Laut adalah sarana transportasi utama dan terbukti bahwa sea power masih berlaku dimana kekayaan maritime yang besar dan wilayah strategis perdagangan menjadi salah satu alasan kuat bagi setiap negara untuk mempertahankan wilayah yang potensial. Terdapat empat wilayah perairan dunia yang ramai yakni Samudra Hindia, Samudra Pasifik, Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sesuai teori sea power AT Mahan, bahwa negara yang mampu menguasai laut maka dapat menguasai ekonomi dunia yang secara tidak langsung mampu menguasai dunia. Hasrat penguasaan laut ini termasuk mengapa Cina begitu teguh untuk dapat memenangkan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.

Tantangan Kedaulatan Nasional Indonesia

Indonesia sendiri adalah negara kepulauan terbesar dunia (archipelagic state) yang secara geografis memiliki modal kuat sebagai negara berkekuatan maritim. Sungguh disayangkan bahwa Indonesia selama ini kurang memanfaatkan potensi maritimnya karena terus terpusat pada industri daratan, bahkan hal ini berlangsung sejak zaman colonial Belanda hingga pemerintahan reformasi. 

Keterlambatan Indonesia menyadari peluang potensi maritime justru menjadi keuntungan bagi negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand bahkan Filipina yang telah lebih dulu mengambil keutungan ekonomi dengan berperan menjadi simpul perdagangan dunia (international hub) maupun sebagai pusat indutri maritime di wilayah ASEAN.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia visi Poros Maritim Dunia (PMD) diharapkan menjadi pencerahan awal kebangkitan maritime yang telah lama dibiarkan mati suri. Meskipun terkesan terlambat, namun penguatan kekuatan maritime harus terus digalakkan agar Indonesia dapat bergerak maju memanfaatkan potensinya agar kuat sebagai negara maritime, bukan hanya karena desakan konflik Laut Cina Selatan/ Laut Natuna Utara.

Ketahanan dan stabilitas lautan merupakan faktor penting pembangunan ekonomi berbasis kelautan, sedangkan ketidakmampuan suatu negara mengikuti perkembangan pertahanan dunia dapat menjadi peluang pihak luar bertindak sewenang-wenang pada batas kedaulatan negaranya karena dianggap lebih lemah. Perhatian global pada pertahanan dan keamanan berkembang sangat pesat, maka penguatan postur ideal TNI AL baik dari segi kekuatan personel, sarana prasarana/dan kekuatan sinergitas regulasi - diplomasi luar negeri pemerintah harus terus diperhatikan demi penunjang ketahanan maritime Indonesia. 

Permasalahan keterbatasan anggaran dan sumber daya pengembangan dan pemeliharaan harus diberi catatan penting agar tidak menjadi halangan atau gap risiko kekuatan TNI AL dalam menjalankan tugas mulianya menuju pertahanan kelautan dan menjadikan Indonesia poros maritime dunia. Kembali pada fenomena ancaman kedaulatan di wilayah Laut Cina Selatan atau yang dikenal dengan Laut Natuna Utara, Indonesia kini kembali dipaksa untuk mengevaluasi kekuatan maritimnya terutama dari segi militer untuk menjaga kedaulatan khususnya di wilayah terluar Indonesia, termasuk laut Natuna Utara.  

Pemerintah adalah instrumen utama yang menuntun pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer dan non militer dari negara lain. Dalam proses menciptakan postur kekuatan maritim yang ideal, maka terdapat beragam pekerjaan rumah bagi pemerintah selanjutnya yang akan dipimpin presiden terpilih Prabowo Subianto. 

Dalam proses mewujudkan pembangunan kekuatan militer, maka TNI AL harus memiliki postur kekuatan yang ideal, menurut Sisriadi (2016), penyelenggaraan pertahanan negara pada hakekatnya adalah fungsi pemerintahan yang berkaitan dengan pengelolaan potensi dan kekuatan pertahanan negara untuk menangkal dan menghadapi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa secara sistemik.

Masalah klasik pembangunan militer bagi negara berkembang yang tidak berkonflik adalah terbatasnya porsi anggaran militer dan rendahnya dukungan publik untuk belanja militer. Dimana penguatan alutsista dan modernisasi militer bagi negara dianggap suatu pemborosan. Sayangnya ini adalah realita bahwa kewaspadaan akan ancaman masih belum tersosialisasi dengan benar. 

Bahkan tercermin dari komentar dalam debat capres beberapa bulan lalu, dimana terdapat kandidat yang mempertanyakan anggaran pertahanan serta memberi penilaian dengan skala yang kurang pantas diutarakan dalam forum publik. Demokrasi adalah keharusan, namun dorongan menjaga wibawa identitas dan integritas bangsa nampaknya telah mengalami kemunduran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun