Mohon tunggu...
Mesya Ashilah
Mesya Ashilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Mesya Ashilah, seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial, Program Studi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gen Z: Flexing Itu Kebutuhan!

23 Oktober 2023   20:57 Diperbarui: 23 Oktober 2023   21:40 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awal Mula Munculnya Istilah ‘Flexing’

Awal mula munculnya istilah “flexing” sebenarnya berawal dari bahasa gaul yang digunakan oleh masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Istilah "flexing" pada saat itu digunakan untuk menunjukkan keberanian, bukan untuk pamer kekayaan. Pada tahun 1990-an, rapper terkenal Ice Cube menggunakan istilah ini dalam lagunya yang berjudul 'It Was a Good Day' yang dirilis pada tahun 1992. Lirik yang digunakan adalah 'Saw the police and they rolled right past me/ No flexin', didn't look in a n'gga's direction as I ran the intersection'. Kemudian pada tahun 2014, kata "flex" kembali populer melalui lagu berjudul "No Flex Zone" yang dipopulerkan oleh Rae Sremmurd. Dalam lagu tersebut, istilah "flex" merujuk pada orang-orang yang bersikap santai seperti dirinya sendiri dan tidak berpura-pura atau berusaha menjadi orang yang berbeda.

Flexing dari Sudut Pandang Pendidikan Sosiologi

Fenomena flexing pada remaja merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti dari perspektif pendidikan dan sosiologi. Flexing adalah tindakan memamerkan kekayaan atau barang-barang mewah sebagai bentuk pengakuan sosial. Dalam konteks remaja, fenomena ini dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan mereka.

Dari perspektif pendidikan, fenomena flexing dapat mempengaruhi motivasi belajar remaja. Ketika remaja melihat teman-teman sebayanya memamerkan kekayaan, mereka mungkin merasa tertekan untuk mengejar hal yang sama. Hal ini dapat mengalihkan perhatian mereka dari tujuan akademik dan mengurangi minat mereka dalam belajar. Selain itu, fenomena flexing juga dapat menciptakan ketimpangan sosial di antara remaja, dengan mereka yang tidak mampu memamerkan kekayaan merasa rendah diri dan kurang dihargai.

Dari perspektif sosiologi, fenomena flexing dapat dilihat sebagai hasil dari budaya konsumsi yang kuat dan pengaruh media sosial. Remaja hidup dalam era di mana citra dan status sosial sangat penting, dan flexing menjadi cara untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari teman-teman sebaya. Selain itu, media sosial memainkan peran penting dalam memperkuat fenomena ini, dengan remaja sering memamerkan kekayaan mereka melalui foto dan video yang mereka unggah. Hal ini menciptakan tekanan sosial bagi remaja untuk terus mempertahankan citra yang mereka bangun.

Generasi Z? Siapa Tuh?

Generasi Z adalah kelompok generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka tumbuh dan berkembang di era teknologi yang semakin maju. Generasi ini dikenal sebagai digital native, karena mereka tumbuh dengan akses mudah ke internet dan perangkat teknologi. Mereka terbiasa dengan penggunaan smartphone, media sosial, dan aplikasi digital lainnya. Generasi Z juga memiliki kecenderungan untuk lebih terbuka terhadap perubahan teknologi dan lebih adaptif dalam menghadapinya. Mereka cenderung lebih terampil dalam menggunakan teknologi dan memiliki kemampuan multitasking yang baik. Mereka juga dianggap sebagai generasi yang inovatif dan kreatif dalam menciptakan solusi baru dengan menggunakan teknologi.

Gen Z sering kali menggunakan media sosial untuk memamerkan barang-barang mewah, seperti pakaian desainer, sepatu mahal, atau perjalanan mewah yang mereka lakukan. Mereka menggunakan platform seperti Instagram, YouTube atau TikTok untuk membagikan foto atau video yang menunjukkan kehidupan glamor mereka. Tren flexing ini sering kali menjadi sumber inspirasi bagi Gen Z lainnya. Mereka ingin terlihat sukses dan kaya di mata orang lain. Namun, tidak semua Gen Z memiliki kemampuan finansial untuk membeli barang-barang mewah tersebut. Oleh karena itu, beberapa dari mereka mencoba untuk meniru gaya hidup mewah dengan menggunakan barang palsu atau melakukan editing foto agar terlihat lebih kaya.

Perilaku flexing bahkan sudah merajalela di kalangan influencer Indonesia, meskipun banyak dari mereka yang memiliki tujuan untuk memotivasi, influencer yang gemar flexing di media sosial semakin menjamur. Saat ini, hal tersebut dianggap sagat wajar, bahkan konten memamerkan kekayaan di media sosial mampu memikat penonton.

Dikutip dari laman sindonews.com, pada Maret 2022, menyebutkan bahwa beberapa influencer Indonesia yang gemar melakukan flexing di media sosial yaitu:

  • Sisca Kohl

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun