"Ngapain milih, toh semua sama aja." Kalimat ini mungkin sering kita dengar, terutama menjelang pemilu, dan paling sering datang dari kalangan muda. Banyak yang merasa bahwa dunia politik terlalu jauh dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, tak sedikit yang menganggap politik itu ribet, penuh janji palsu, dan cuma ajang rebutan kekuasaan. Akibatnya, banyak anak muda yang memilih untuk tidak peduli, bahkan tidak menggunakan hak pilih mereka saat pemilu.
Fenomena ini tidak lepas dari minimnya pendidikan politik yang diterima sejak dini. Padahal, pendidikan politik adalah kunci utama agar masyarakat bisa paham, peduli, dan akhirnya mau terlibat aktif dalam proses politik. Tanpa kita sadari, keputusan-keputusan politik sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari kita---mulai dari harga bahan pokok, kualitas pendidikan, hingga layanan kesehatan di puskesmas.
Sebuah penelitian dari jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila Terhadap Konflik di Indonesia menyebutkan bahwa tingkat partisipasi politik seseorang sangat berkorelasi dengan pemahaman politik yang mereka miliki. "Pendidikan politik memberikan dampak positif terhadap kesadaran demokrasi dan sikap kritis masyarakat," tulis Dr. Ratna Yuliarti (2020). Ia juga menambahkan bahwa pendidikan politik yang diterapkan sejak usia sekolah mampu meningkatkan partisipasi pemilih muda hingga 40% dalam simulasi pemilu sekolah. Artinya, ketika pemahaman dibuka, keterlibatan akan menyusul.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kusmanto (2013), yang menekankan bahwa tanpa adanya partisipasi politik, jalannya demokrasi akan tersendat. Ini memperkuat urgensi pendidikan politik sebagai pondasi utama demokrasi yang sehat.
Pendidikan Politik Itu Dekat dengan Kehidupan Sehari-hari
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang oleh Dr. Miftahul Huda (2020), pendidikan politik terbukti meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Tapi jangan bayangkan pendidikan politik itu selalu soal menghafal pasal-pasal undang-undang atau duduk tegang di kelas.
"Pendidikan politik itu ibarat gps kalau kita nggak tahu arah, kita bisa tersesat di pilihan yang salah" pendidikan politik bisa hadir lewat hal-hal sederhana: memahami proses pemilu, mengenal tugas wakil rakyat, sampai belajar membedakan berita politik yang benar dan hoaks. Semua itu bisa dimulai dari rumah, sekolah, media sosial, bahkan obrolan ringan bersama teman-teman. Seperti kata Aristoteles, "Manusia adalah makhluk politik," artinya kita memang ditakdirkan untuk terlibat, bukan menjauh.
Dari Tahu Menjadi Mau Bertindak
Ketika seseorang tahu, belum tentu ia peduli. Tapi ketika pengetahuan bertemu kepedulian, maka lahirlah aksi. Itulah kekuatan dari pendidikan politik.
Banyak anak muda yang awalnya masa bodoh terhadap pemilu, kini mulai aktif mengikuti debat calon pemimpin, membaca visi-misi mereka, hingga menjadi relawan kampanye atau edukasi politik. Perubahan ini tidak terjadi tiba-tiba, tapi lewat proses edukasi yang konsisten dan lingkungan yang mendukung. Pendidikan politik bukan hanya membuat orang tahu, tapi juga membuat mereka mau melakukan sesuatu.
Pemilih Muda Mulai Bergerak