Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

New World Artikel Utama

Refleksi Seorang Ayah, Menjadi Bapak Rumah Tangga di Era Digital

9 Oktober 2025   10:09 Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:46 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas Bapak Rumah Tangga,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

 Refleksi seorang ayah yang pernah menjadi bapak rumah tangga sebelum era digital. Kini, melihat peluang besar bagi para ayah muda untuk hadir sepenuhnya di rumah tanpa kehilangan produktivitas. 

Artikel sederhana ini ditulis untuk menjangkau pembaca yang mencari inspirasi, refleksi, dan makna di balik peran ayah di era digital.

"Saya pernah menjadi bapak rumah tangga, di masa ketika digitalisasi belum semasif sekarang. Kini anak-anak saya sudah besar dan dewasa. Tapi jika saya diberi kesempatan mengulangnya di era digital, saya akan menjalaninya dengan lebih utuh, lebih tenang, dan lebih bahagia."

Ketika Waktu Adalah Musuh yang Diam-Diam

Dulu, saya menjalani peran ganda: sebagai profesional di dunia perbankan dan sebagai ayah dari anak-anak kecil yang membutuhkan kehadiran. Tapi waktu tidak pernah cukup. 

Pagi hari saya memandikan bayi dengan tergesa-gesa, sambil melirik jam agar tidak terlambat ke kantor. Pulang kerja, saya menyuapi anak-anak dengan tubuh lelah dan pikiran masih terikat pada laporan dan target.

Akhir pekan menjadi momen penting: saya memasak makanan kesukaan anak-anak untuk persediaan sepekan. 

Jika ada tugas luar kota, saya harus menyiapkan lebih banyak hal: makanan, kebutuhan harian, dan memastikan semuanya tetap berjalan meski saya tidak di rumah. 

Semua dilakukan dengan cinta, tapi juga dengan tekanan waktu yang luar biasa.

"Saya hadir, tapi tidak utuh. Saya mencintai, tapi sering terburu."

Momen-Momen yang Kini Saya Kenang

Ada momen-momen kecil yang kini terasa besar: suara tawa anak saat disuapi, pelukan hangat sebelum tidur, tangisan bayi yang saya tenangkan di sela jadwal kerja. 

Saya pernah bermain bersama mereka, menidurkan mereka, dan tetap mencari nafkah, semua dalam satu tubuh yang lelah tapi penuh cinta.

Aktivitas Bapak Rumah Tangga,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Aktivitas Bapak Rumah Tangga,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Saya tidak menyesali masa itu. Tapi saya tahu, banyak hal yang bisa dijalani dengan lebih baik jika saya punya ruang dan waktu yang lebih fleksibel.

Era Digital: Kesempatan yang Dulu Tidak Ada

Kini, saya melihat dunia telah berubah. Digitalisasi membuka ruang baru bagi para ayah untuk hadir di rumah bersama anak-anak yang masih kecil, tanpa harus meninggalkan produktivitas. 

Menjadi bapak rumah tangga di era digital bukan lagi soal "mengorbankan karier," tapi soal merancang ulang cara kita bekerja dan hidup.

Seorang ayah kini bisa menjadi content creator, penulis, konsultan, pengajar daring, bahkan pebisnis online, semuanya dari rumah. Bahkan, mengurus perusahaan di luar negeri pun, saat ini bisa dilakukan dari rumah

Ia bisa menyuapi anak sambil menyusun strategi bisnis. Bisa menidurkan anak sambil menyelesaikan laporan. Bisa hadir secara fisik dan emosional, tanpa harus memilih salah satu.

"Rugi jika tidak bisa menjadi bapak rumah tangga di era digital ini."

Kalimat ini bukan keluhan, tapi ajakan. Ajakan untuk hadir, untuk berani memilih, untuk mendefinisikan ulang maskulinitas dan kesuksesan.

Refleksi: Dari Peran ke Makna

Menjadi bapak rumah tangga bukan berarti kehilangan identitas. Justru kita memperluasnya: dari pencari nafkah menjadi penjaga jiwa, dari pemimpin tim menjadi pemimpin hati. 

Peran domestik bukan beban, tapi ruang spiritual yang memperkaya jiwa dan memperkuat ikatan keluarga.

Saya tidak lagi berada di fase itu. Anak-anak saya sudah besar dan dewasa. Tapi saya ingin berbagi kepada para ayah muda, para profesional yang sedang mempertimbangkan ulang arah hidupnya: jika anak-anak Anda masih kecil, dan Anda punya peluang untuk hadir lebih utuh di rumah, jangan ragu untuk mempertimbangkannya.

Digitalisasi bukan hanya soal teknologi. Ia adalah peluang untuk merancang ulang hidup, untuk hadir lebih utuh, dan untuk membangun warisan kasih sayang yang tak tergantikan.

Penutup: Ajakan untuk Refleksi

Tulisan ini bukan ajakan untuk resign, bukan glorifikasi peran domestik. Ini adalah refleksi dari seseorang yang pernah menjalaninya dengan segala keterbatasan waktu, tekanan kerja, dan tanggung jawab rumah tangga dan kini melihat bahwa zaman telah berubah.

"Di era digital ini, mungkin saatnya kita bertanya bukan 'apa pekerjaan kita,' tapi 'untuk siapa kita bekerja?'"

Bagaimana menurut Anda? Pernahkah terpikir untuk mengambil jeda, hadir sepenuhnya, dan merancang ulang hidup demi anak-anak dan keluarga? Jika iya, mungkin tulisan ini bisa menjadi awal dari refleksi yang lebih dalam sebagai parenting era digital. 

Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 
Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal 

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara & Bapak Rumah Tangga)

________________________

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun