3. Perubahan peran perempuan: Sebagai pemegang garis kekerabatan, perempuan adalah pusat. Perubahan sosial terhadap perempuan memengaruhi cara suku diwariskan.
4. Krisis institusi adat: Lemahnya peran nagari, surau, dan kepengurusan adat membuat fungsi suku tak lagi tertata.
5. Interaksi lintas-etnis: Pernikahan dan asimilasi memperkaya tetapi juga menantang kelestarian nama suku tradisional.
Bila struktur-struktur pengikat itu melemah tanpa diganti oleh bentuk sosial yang setara, kita berisiko kehilangan mekanisme distribusi solidaritas lokal, sesuatu yang sulit dipulihkan hanya dengan nostalgia.
Langkah Konkret: Merawat Suku Tanpa Membeku Menjadi Museum
Melestarikan suku bukan soal menghambat perubahan, melainkan mengelola transisi. Beberapa rekomendasi praktis:
- Dokumentasi tambo & oral history: Rekam silsilah, lagu-lagu, dan ritual per suku dalam arsip digital agar tak tergilas generasi.
- Peta persebaran & infografis:Â Visualisasi suku per nagari untuk pendidikan dan kajian publik.
- Muatan lokal di sekolah: Kurikulum yang mengaitkan sejarah suku dengan mata pelajaran budaya dan kewargaan.
- Festival nagari & rantau:Â Acara berkala yang mengundang perantau pulang bukan hanya untuk pamer, tapi untuk berbagi pengetahuan dan modal sosial.
- Penguatan nagari dan lembaga adat: Regulasi yang mendukung peran nagari dalam pengelolaan tanah ulayat, pendidikan adat, dan resolusi konflik.