Refleksi dari Pengalaman di Dunia Perbankan, Bisnis, hingga Pembangunan Rumah Sakit
Pendahuluan: Ketika Sebuah Ayat Menggetarkan Nurani
Di antara 6.236 ayat dalam Al-Qur'an, ada satu yang paling panjang, namun justru sering luput dari perhatian. Ayat itu adalah Surah Al-Baqarah ayat 282, dikenal sebagai Ayat al-Mudayanah: ayat tentang utang-piutang.
Ketika saya pertama kali merenungkannya secara mendalam, saya tersentak. Mengapa Allah menurunkan ayat sepanjang ini hanya untuk membahas transaksi?Â
Bukankah urusan utang-piutang tampak sederhana dibandingkan akidah, ibadah, atau jihad?
Namun justru di sanalah letak hikmahnya. Transaksi adalah titik rawan dalam kehidupan sosial, tempat di mana kepercayaan diuji, dan perselisihan mudah tumbuh.Â
Oleh karena itu, Allah turunkan fondasi hukum yang kokoh: agar setiap kesepakatan tercatat, setiap hak terjaga, dan setiap pihak diperlakukan adil.
Inti Pesan Surah Al-Baqarah 2:282-283: Pilar-Pilar Keadilan dalam Transaksi
Ayat ini bukan sekadar panjang, tapi padat dengan prinsip hukum yang mendalam:
- Setiap transaksi utang-piutang sebaiknya dicatat agar tidak menimbulkan sengketa.
- Penulis (ktib) harus menuliskan dengan adil, netral, dan sesuai dengan ketentuan Allah.
- Saksi diperlukan: idealnya dua laki-laki, atau satu laki-laki dan dua perempuan.
- Keadilan dan amanah menjadi ruh utama, baik bagi penulis maupun saksi.
- Jika transaksi dilakukan tunai dan langsung, pencatatan bisa diringankan.
Dan pada ayat 283, Allah memberi kelonggaran: jika dalam perjalanan tidak ada penulis, maka jaminan (rahn) dapat digunakan sebagai penguat transaksi.
Dari Wahyu ke KUHPerdata: Jejak Ayat dalam Hukum Modern
Ketika kita menelusuri sistem hukum modern, khususnya KUHPerdata di Indonesia, kita akan menemukan bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam Ayat al-Mudayanah telah lebih dulu hadir dalam wahyu ilahi.