Di tengah euforia koreksi jabatan yang digulirkan Mahkamah Konstitusi, masyarakat sipil justru berduka.Â
Pada 28 Agustus 2025, seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas setelah diduga terlindas mobil rantis Brimob saat demonstrasi damai di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.Â
Ia bukan demonstran. Ia sedang mengantar pesanan makanan ketika kendaraan taktis melaju ugal-ugalan dan merenggut nyawanya.
Kematian Affan bukan sekadar tragedi. Ia adalah cermin dari kegagalan negara membedakan antara warga biasa dan musuh negara. Ia adalah luka yang menembus batas regulasi, menyentuh nurani publik, dan mengguncang legitimasi institusi keamanan.
🔹 Koreksi Jabatan: Euforia yang Terlalu Cepat?
Pada suatu masa, jabatan publik di Indonesia tak ubahnya panggung pesta pora. Wakil menteri duduk di dua kursi: satu di kementerian, satu lagi di dewan komisaris BUMN. Bonus tahunan atau tantiem, istilah warisan Belanda mengalir bahkan ketika perusahaan negara merugi.Â
Rakyat menonton dari kejauhan, bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang dilayani?
Namun pada 28 Agustus 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengetuk palu yang bisa mengubah arah sejarah. Dalam Putusan Nomor 128/PUU-XXIII/2025, MK secara tegas melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN/swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD. Frasa "wakil menteri" kini resmi masuk dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara, menyamakan standar etika antara menteri dan wakilnya.
Putusan ini disambut sebagai koreksi struktural yang telah lama dinanti. Banyak pihak menyebutnya sebagai akhir dari "pesta pora jabatan", era di mana kekuasaan dijalankan tanpa batas etika. Tantiem dan fasilitas mewah mulai dipangkas. Jabatan-jabatan ganda mulai dievaluasi.Â
Namun, koreksi struktural ini belum menyentuh akar persoalan: bagaimana kekuasaan dipraktikkan di lapangan, terutama saat berhadapan dengan rakyat yang bersuara.
Tragedi Affan Kurniawan: Koreksi Nurani yang Terlambat
Di hari yang sama dengan putusan MK, masyarakat sipil justru berduka. Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 32 tahun, tewas setelah diduga terlindas mobil rantis Brimob saat demonstrasi damai di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.Â
Affan bukan demonstran. Ia sedang mengantar pesanan makanan ketika kendaraan taktis melaju ugal-ugalan dan merenggut nyawanya.