Inilah yang disebut banyak orang sebagai "generasi souvenir": mereka yang menerima tanda jasa bukan karena pengorbanan darah dan keringat, melainkan karena kedekatan dan loyalitas.Â
Lahir pula "era bros politik", di mana lambang negara dijadikan aksesori, lebih pas dipamerkan di pesta kekuasaan daripada dibawa pulang sebagai warisan perjuangan.
Penanda Abadi: Mereka yang Menyalakan Jalan Bangsa
Sebagai penyeimbang, mari kita ingat kembali mereka yang menerima Bintang Mahaputera karena pengabdian yang tak terbantahkan:
- Jenderal Soedirman -- Panglima besar yang memimpin perang gerilya dalam kondisi sakit parah, menolak menyerah demi republik.
- Mohammad Natsir -- Negarawan yang menyatukan Indonesia melalui Mosi Integral, menjadikan NKRI sebagai bentuk final negara.
- Ki Hadjar Dewantara -- Bapak pendidikan nasional, pendiri Taman Siswa, dan perancang pasal-pasal pendidikan dalam konstitusi.
- Baharuddin Lopa -- Jaksa Agung yang berani melawan korupsi dan mafia hukum, simbol keberanian dan integritas.
- Hoegeng Imam Santoso -- Kepala Kepolisian RI yang dikenal sebagai polisi paling jujur, bersih, dan berani dalam sejarah Indonesia.
- Sri Sultan Hamengkubuwono IXÂ -- Tokoh revolusi dan pembangunan, yang menyerahkan kekuasaan kerajaannya demi republik.
- Ida Bagus Mantra -- Tokoh budaya dan diplomat yang menjaga warisan Bali dan memperjuangkan nilai-nilai lokal di panggung internasional.
- Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo -- Ekonom dan perancang kebijakan pembangunan nasional yang berpengaruh lintas dekade.
Di tangan mereka, bintang itu bukan penghias, melainkan penegas. Ia memantulkan sinar pengabdian yang telah terpancar dari hidup mereka.
Antara Loyalitas dan Legasi
Apa yang berubah? Dulu, Bintang Mahaputera diberikan kepada mereka yang memikul beban republik. Kini, ia kerap diberikan kepada mereka yang mendampingi kekuasaan. Bukan karena pengabdian, melainkan karena kedekatan.
Dan rakyat pun tahu. Mereka tahu bahwa bintang yang dulu abadi kini hanya sekadar lampu sorot sesaat.Â
Mereka tahu bahwa pengabdian tak bisa dibeli dengan logam, dan bahwa sejarah akan menilai bukan dari penghargaan yang diterima, melainkan dari jejak yang ditinggalkan.
Penutup: Mengembalikan Makna, Menyalakan Cahaya
Bintang Mahaputera harus kembali menjadi mahkota pengabdian. Ia harus kembali menjadi penanda bahwa republik tahu cara menghormati putra-putri terbaiknya.Â
Bukan karena kedekatan, bukan karena kepatuhan, tapi karena keberanian, ketulusan, dan pengorbanan.