Ketika aroma ayam goreng KFC masih menjadi pengingat masa kecil, nongkrong sepulang sekolah, atau makan cepat di tengah kesibukan kota, ada ironi yang tak tercium oleh publik: perusahaan di balik merek legendaris ini sedang berjuang keras untuk bertahan.
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, kembali mencatat kerugian bersih sebesar Rp138,75 miliar pada semester I-2025.
Di balik senyum kasir dan iklan yang menggoda, ada angka merah yang terus membayangi.
Dana Masuk, Tapi Rugi Tetap Jalan
Sejak awal tahun 2024 hingga pertengahan 2025, sederet suntikan modal telah dikucurkan.
Pada Mei--Juni 2025, FAST melaksanakan aksi private placement dengan menerbitkan 533,33 juta saham baru di harga Rp150 per saham.
Dana segar sebesar Rp80 miliar berhasil dihimpun---sebagian besar digunakan untuk pembelian persediaan (65%) dan efisiensi tenaga kerja (35%).
Investor yang masuk dalam aksi ini bukan nama baru.
PT Gelael Pratama dan PT Indoritel Makmur Internasional (DNET)---pemegang saham eksisting---menambah kepemilikan mereka menjadi 41,18% dan 37,51%. Di sisi lain, porsi kepemilikan publik pun tergerus.
Namun pasar bereaksi dingin. Harga saham FAST justru terjun hingga 9--10% dalam sehari.
Suntikan modal belum bisa menyulap kepercayaan publik. Mengapa?
Lebih Dalam dari Sekadar Uang
Investor tak hanya mengejar laporan keuangan yang disemir. Mereka mencari strategi, inovasi, dan arah bisnis yang jelas.
Padahal, dari luar, KFC terlihat tetap ramai. Tapi angka menunjukkan sebaliknya:p
- Beban pokok penjualan masih tinggi,
- Biaya operasional belum efisien,
- Dan tekanan daya beli masyarakat pasca-pandemi terus membebani.
Masuknya Nama Baru: Keluarga Haji Isam
Pada akhir Juni hingga awal Juli 2025, publik sempat terhenyak oleh kabar masuknya PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN)---entitas yang dikaitkan dengan keluarga Haji Isam---ke dalam struktur pendukung bisnis FAST.
Namun mereka tidak masuk melalui private placement saham FAST, melainkan mengakuisisi 15% saham Jagonya Ayam Indonesia (JAI)---anak usaha FAST---senilai Rp54,44 miliar.
Artinya: ini adalah investasi strategis di level distribusi, bukan penyelamatan langsung induk usaha.
Meski begitu, efek psikologisnya cukup kuat---pasar berharap ada sinergi logistik dan efisiensi rantai pasok ke depan.
Kerugian, Tapi Belum Tamat
Kerugian FAST bukan akhir dari segalanya.
Namun bila tak segera dilakukan langkah perbaikan model bisnis, efisiensi biaya, hingga penyegaran strategi marketing dan digitalisasi, aroma KFC yang selama ini penuh kenangan bisa berubah menjadi cerita kehilangan.
Masalah Bukan Sekadar Modal, Tapi Transformasi Total
Fakta bahwa KFC Indonesia masih merugi, meskipun telah mendapat sokongan dana dari berbagai pihak, menunjukkan bahwa:
- Model bisnis lama tak lagi relevan penuh.
Anak muda kini memilih brand baru, makanan Korea, atau opsi plant-based yang lebih sehat. - Gerai fisik mahal.
Sementara pesaing sudah mengandalkan dapur bersama (cloud kitchen), KFC masih terbebani biaya sewa dan operasional tinggi. - Digitalisasi belum maksimal.
Meski tersedia layanan pesan antar digital, namun belum dibarengi dengan strategi loyalitas pelanggan yang kuat dan diferensiasi menu yang adaptif. - Strategi komunikasi pasar kurang kuat.
Ketika aksi korporasi terjadi, ekspektasi investor tak terjawab dengan narasi perubahan fundamental yang kuat.
Penutup: Menanti Rasa Baru dari KFC
KFC Indonesia hari ini bukan kekurangan uang. Tapi kekurangan arah yang kuat.
Sudah banyak yang memberi, namun belum banyak yang berubah.
Transformasi tak cukup sekadar renovasi gerai dan ganti kemasan.
Yang dibutuhkan adalah pembaruan selera strategi dan keberanian berinovasi.
Karena di tengah ketatnya kompetisi, pelanggan tak hanya mencari rasa enak---
mereka mencari pengalaman yang berkesan dan relevan.
Penulis: Merza Gamal (Advisor & Konsultan Transformasi Corporate Culture)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI