Ketika tradisi melaju ke panggung global, komunikasi publik justru tertinggal di tepian.
Ketika Sungai Batang Kuantan Menari dan Dunia Menoleh
Di tepian Sungai Batang Kuantan, Riau, suasana Pacu Jalur seperti biasa: gegap gempita sorak penonton, deru dayung yang berpacu di atas air, dan semangat kolektif masyarakat yang tak tergantikan. Namun tahun ini, satu pemandangan mencuri perhatian dunia.
Seorang anak laki-laki, berdiri gagah di ujung haluan jalur---perahu panjang tradisional Pacu Jalur---menari dengan percaya diri mengikuti irama lagu "Young Black & Rich". Gaya uniknya, yang dikenal sebagai "Togak Luan", mendadak viral. Warganet menyebutnya "Aura Farming", karena ekspresinya begitu magnetis, seperti memanen perhatian secara alami.
Dari video singkat itulah, Pacu Jalur menembus batas lokal. Klub sepak bola dunia seperti PSG dan AC Milan bahkan menirukan gaya tari anak ini saat selebrasi gol.Â
Influencer global ikut bergoyang ala Togak Luan. Tradisi warisan abad ke-17 ini tiba-tiba meluncur ke panggung digital global.
Di Tengah Gema Dunia, Mengapa Pemerintah Justru Hening?
Namun, di tengah riuhnya sorotan publik, satu hal terasa mencolok: ketidakhadiran suara pemerintah pusat. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dinilai terlalu lambat membaca dan merespons momen besar ini.
Padahal, masyarakat, netizen, dan pelaku pariwisata lokal sudah lebih dulu menangkap potensinya.Â
Masyarakat Sadar Wisata (Masata), akademisi, hingga komentator media sosial mempertanyakan diamnya kementerian. Mengapa peristiwa budaya yang sudah mendunia ini tidak segera dikapitalisasi menjadi narasi kebangsaan?
Menurut pakar komunikasi publik, Abie Besman, sikap pemerintah mencerminkan gaya lama---birokratis, lambat, dan terlalu hati-hati. Di era digital, respons cepat dan empatik adalah segalanya. Ketika narasi viral sudah terbentuk, keterlambatan bisa berarti kehilangan kendali terhadap wacana publik.
Baru pada 12 Juli 2025, Menteri Pariwisata mengundang anak penari dan Bupati Kuantan Singingi ke Gedung Sapta Pesona.
Dokumentasi pertemuan itu dibagikan melalui Instagram resmi kementerian. Meski apresiasi akhirnya datang, publik tetap bertanya: mengapa momen emas ini tak diantisipasi sejak awal?