Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pacu Jalur Mendunia, Di Mana Suara Kementerian Pariwisata dan Pemerintah Pusat?

13 Juli 2025   08:50 Diperbarui: 13 Juli 2025   08:50 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pacu Jalur Mendunia,  Respon tertinggal di tepian; Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 


Ketika tradisi melaju ke panggung global, komunikasi publik justru tertinggal di tepian.

Ketika Sungai Batang Kuantan Menari dan Dunia Menoleh

Di tepian Sungai Batang Kuantan, Riau, suasana Pacu Jalur seperti biasa: gegap gempita sorak penonton, deru dayung yang berpacu di atas air, dan semangat kolektif masyarakat yang tak tergantikan. Namun tahun ini, satu pemandangan mencuri perhatian dunia.

Seorang anak laki-laki, berdiri gagah di ujung haluan jalur---perahu panjang tradisional Pacu Jalur---menari dengan percaya diri mengikuti irama lagu "Young Black & Rich". Gaya uniknya, yang dikenal sebagai "Togak Luan", mendadak viral. Warganet menyebutnya "Aura Farming", karena ekspresinya begitu magnetis, seperti memanen perhatian secara alami.

Dari video singkat itulah, Pacu Jalur menembus batas lokal. Klub sepak bola dunia seperti PSG dan AC Milan bahkan menirukan gaya tari anak ini saat selebrasi gol. 

Influencer global ikut bergoyang ala Togak Luan. Tradisi warisan abad ke-17 ini tiba-tiba meluncur ke panggung digital global.

Di Tengah Gema Dunia, Mengapa Pemerintah Justru Hening?

Namun, di tengah riuhnya sorotan publik, satu hal terasa mencolok: ketidakhadiran suara pemerintah pusat. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dinilai terlalu lambat membaca dan merespons momen besar ini.

Respon yang terlambat,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal  diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 
Respon yang terlambat,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal  diolah dengan Copilot.Microsoft.AI 

Padahal, masyarakat, netizen, dan pelaku pariwisata lokal sudah lebih dulu menangkap potensinya. 

Masyarakat Sadar Wisata (Masata), akademisi, hingga komentator media sosial mempertanyakan diamnya kementerian. Mengapa peristiwa budaya yang sudah mendunia ini tidak segera dikapitalisasi menjadi narasi kebangsaan?

Menurut pakar komunikasi publik, Abie Besman, sikap pemerintah mencerminkan gaya lama---birokratis, lambat, dan terlalu hati-hati. Di era digital, respons cepat dan empatik adalah segalanya. Ketika narasi viral sudah terbentuk, keterlambatan bisa berarti kehilangan kendali terhadap wacana publik.

Baru pada 12 Juli 2025, Menteri Pariwisata mengundang anak penari dan Bupati Kuantan Singingi ke Gedung Sapta Pesona.

Dokumentasi pertemuan itu dibagikan melalui Instagram resmi kementerian. Meski apresiasi akhirnya datang, publik tetap bertanya: mengapa momen emas ini tak diantisipasi sejak awal?

Viral adalah Data, Budaya adalah Peluang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun