Senjakala di Kedai Kopi: Menelusuri Penurunan Kinerja Starbucks Indonesia Hingga Pertengahan 2025
Awal yang Tak Terduga
Siapa yang menyangka bahwa aroma kopi dari gerai-gerai Starbucks di Indonesia akan memudar di tengah geliat gaya hidup urban yang tak pernah tidur?Â
Sejak awal tahun 2024, sinyal penurunan mulai tercium, perlahan tapi pasti. Gerai yang dulunya ramai menjadi lengang, suara mesin espresso tak lagi seramai obrolan para pelanggan setia.Â
Dan saat kalender bergulir ke pertengahan 2025, narasi itu berubah menjadi kenyataan pahit: penutupan gerai demi gerai, kerugian yang terus membengkak, dan tekanan sosial yang semakin menyudutkan.
2024: Awan Gelap Mulai Menggelayut
Tahun 2024 menjadi awal dari badai. Di tengah laporan positif dari induk perusahaan global, Starbucks Indonesia justru mengalami turbulensi.Â
Di Batam, salah satu gerai mereka yang telah bertahan lebih dari empat tahun tutup pada Oktober 2024. Penutupan ini menjadi simbol awal dari kejatuhan yang lebih besar.
MAP Boga Adiperkasa (MAPB), pengelola Starbucks di Indonesia, juga tercatat menutup dua gerai pada kuartal I 2024. Sementara laporan keuangan menunjukkan bahwa kerugian perusahaan mencapai Rp50 miliar sepanjang semester I 2024, dengan Rp22,2 miliar tercatat hanya dalam tiga bulan pertama.Â
Alasan utamanya? Penurunan penjualan yang drastis akibat dampak boikot terhadap merek Starbucks.
2025: Realitas yang Tak Bisa Ditepis
Memasuki kuartal pertama 2025, kabar mengejutkan datang dari PT Mitra Adiperkasa Tbk. (MAPI). Perusahaan ini mengumumkan penutupan 11 gerai Starbucks sebagai respons terhadap penurunan kinerja yang berkelanjutan. Ini bukan sekadar strategi efisiensi---ini adalah sinyal bahwa kepercayaan publik telah terguncang.
Boikot terhadap Starbucks, yang dipicu oleh persepsi keterlibatan tidak langsung dalam konflik global dan posisi politik perusahaan, menciptakan gelombang tekanan yang nyata.Â