Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bisnis Bisa Untung Tanpa Menjual Luka dan Duka

2 Juli 2025   15:30 Diperbarui: 10 Juli 2025   08:52 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis tanpa menjual luka dan duka,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan ChatGPT.OpenAI 

Bayangkan sebuah tangan menabur api, lalu tangan yang sama menawarkan alat pemadam.

Di dunia nyata, ini bukan cerita fiksi. Ini adalah strategi. Dan strategi itu nyata, hidup, dan menjalar di sekeliling kita.

Mereka menciptakan rasa takut,
lalu menjual rasa aman.
Mereka mengganggu tidurmu,
lalu menjual fitur "digital detox."
Mereka menetapkan standar kecantikan,
lalu menjual serangkaian produk untuk mencapainya.

Di tengah masyarakat yang semakin sadar dan kritis, model seperti ini mungkin terlihat jenius, tetapi juga menyimpan aroma manipulasi. Kita hidup dalam era di mana masalah dijual, dan solusinya juga dijual --- oleh aktor yang sama.

 "Masalah" adalah Komoditas

Coba lihat lebih dekat iklan-iklan yang kita konsumsi setiap hari.

  • Produk anti-penuaan tidak hanya menawarkan krim, tetapi juga membangun ketakutan terhadap kerutan.
  • Aplikasi produktivitas menjanjikan fokus, tetapi lahir dari dunia yang mereka bantu buat---penuh distraksi.
  • Industri makanan cepat saji menciptakan budaya kecepatan dan kepuasan instan, lalu menjual program diet untuk menebusnya.

Dalam banyak kasus, konsumen tidak sedang menyelesaikan masalah, tetapi membeli rasa bersalah, kecemasan, dan kekhawatiran yang disusupkan secara halus oleh strategi pemasaran canggih.

Menurut laporan Harvard Business Review (2020), perusahaan yang membangun strategi pemasaran berdasarkan fear-based marketing memiliki short-term impact yang tinggi, namun sering kehilangan loyalitas konsumen dalam jangka panjang. Artinya? Mereka mungkin menjual, tetapi belum tentu membangun kepercayaan.

Ketika Solusi Adalah Wajah Lain dari Masalah

Konsep ini dikenal sebagai "manufactured demand" --- permintaan buatan yang diciptakan dengan merekayasa persepsi. 

Gambar ilustrasi , Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Gambar ilustrasi , Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Dalam psikologi konsumen, ini adalah permainan persepsi: meyakinkan orang bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan.

Contohnya:

  • Produk skin whitening yang laku keras karena budaya dan media memuja kulit terang.
  • Aplikasi self-care berbayar yang muncul setelah algoritma platform menanamkan rasa cemas, gagal, dan tertinggal.
  • Minuman "detox" setelah industri yang sama mendorong konsumsi berlebihan dari makanan ultra-proses.

Apakah semua ini salah? Tidak selalu. Tapi jika akar masalah dan solusi datang dari sumber yang sama --- maka kita perlu bertanya: Apakah ini bisnis atau manipulasi?

Ada Jalan Lain: Bisnis yang Tidak Menjual Luka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun