Di balik harum ayam goreng tepung yang sudah puluhan tahun menggoda lidah masyarakat Indonesia, tersembunyi cerita getir dari dapur bisnis yang sedang tak lagi mengepul sehangat dulu. KFC Indonesia, ikon ayam cepat saji yang begitu digemari, kini berjalan terseok-seok---hanya dengan "setengah napas".
Namun, pada saat banyak pihak bertanya-tanya apakah sang ayam masih bisa bertahan di tengah badai persaingan dan tekanan finansial, datanglah pertolongan dari arah yang tak disangka.Â
Bukan dari restoran lain, bukan pula dari luar negeri, melainkan dari "saudaranya sendiri"---sang raksasa mie instan: Indomie.
Ayam Mulai Terseok
PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi tunggal waralaba KFC di Indonesia, sudah lama menghadapi tantangan berat.Â
Pasca pandemi COVID-19, operasional belum sepenuhnya pulih. Kenaikan harga bahan baku, beban gaji yang tinggi, hingga biaya sewa gerai yang terus membengkak---semuanya menekan napas keuangan perusahaan.
Dalam laporan keuangan per kuartal I-2024, FAST mencatat kerugian bersih hingga Rp79 miliar, menambah daftar panjang tekanan yang belum kunjung reda. Padahal sebelumnya, pada masa keemasannya, KFC mencatatkan laba bersih tahunan hingga ratusan miliar rupiah.
Strategi penyelamatan pun dirancang. Salah satunya: Private Placement.
Private Placement, Jalan Napas Tambahan
Langkah penyelamatan dilakukan dengan cara melakukan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) atau dikenal sebagai private placement. Dalam aksi korporasi ini, FAST menerbitkan saham baru yang tidak dijual ke publik, melainkan langsung dialokasikan kepada pemegang saham tertentu.
Pada awal 2024, perusahaan mengumumkan bahwa akan menerbitkan sebanyak 500 juta saham baru dengan harga pelaksanaan Rp198 per saham, yang diharapkan dapat menyuntikkan dana segar senilai hampir Rp100 miliar ke tubuh FAST.
Tapi siapa yang bersedia menolong sang ayam?
Sang Mie Menjawab Panggilan
Jawabannya adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), anak usaha dari Salim Group, induk dari merek legendaris Indomie. Melalui kepemilikan tidak langsung di PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET), Salim Group menjadi pemegang saham pengendali KFC Indonesia dengan porsi mayoritas.
Dalam aksi private placement ini, entitas di bawah Salim Group menunjukkan komitmennya: menyuntikkan dana langsung demi menjaga KFC tetap hidup, setidaknya sampai tahun 2025 dan seterusnya.
Ini bukan sekadar suntikan modal, tetapi juga sebuah strategi penyelamatan konglomerasi.
Mengapa Sang Mie Peduli?
Langkah ini tidak hanya soal rasa peduli antar lini bisnis dalam satu grup, tapi juga tentang sinergi strategis.
- Brand equity KFC masih sangat kuat. Ribuan gerai, jangkauan nasional, dan posisi top-of-mind di pasar makanan cepat saji menjadikannya aset berharga.
- Ekspansi ritel Salim Group akan terganggu bila KFC tumbang, sebab jaringan logistik, pasokan, dan nilai saham grup berpotensi terkena imbas.
- Dengan dana segar dari private placement, KFC diharapkan bisa melakukan restrukturisasi, menutup gerai-gerai yang tidak efisien, dan memaksimalkan gerai yang masih berpotensi.