Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Kompasiana dan Iklan 'Peter-Peteran'; Potensi Besar yang Terabaikan

11 Juni 2025   09:22 Diperbarui: 11 Juni 2025   09:22 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal dari tangkapan layar Kompasiana 

Saat ini, artikel-artikel utama yang tampil di halaman depan pun tak jarang hanya dibaca puluhan kali. Padahal di sisi lain, banyak Kompasianer potensial yang memiliki ribuan pengikut dan artikel viral, justru kurang mendapat eksposur.

Yang lebih mengejutkan lagi adalah kualitas iklan yang tayang di Kompasiana. Untuk platform yang berada di bawah bendera Kompas Gramedia---salah satu konglomerasi media paling kredibel di Indonesia---iklan yang muncul justru sangat tidak representatif. 

Bahkan saya berani menyebutnya sebagai "iklan peter-peteran", karena kerap muncul iklan obat kuat, layanan mistik, hingga konten iklan yang sangat tidak layak.

Saya sendiri pernah mengalami pengalaman yang cukup memalukan: saat membagikan link artikel Kompasiana saya di beberapa grup Facebook yang tergolong elit dan profesional, link tersebut langsung ditolak atau bahkan dihapus oleh admin grup. 

Setelah saya telusuri, rupanya saat link dibuka, yang pertama kali muncul justru iklan-iklan yang mengganggu, tidak pantas, dan menjatuhkan citra artikel saya. Beberapa kolega bahkan menghubungi saya secara pribadi menanyakan, "Kok artikelnya bawa-bawa iklan begituan, Mas?"

Bayangkan, betapa frustrasinya seorang penulis yang sudah bersusah payah menulis dengan niat berbagi pengetahuan atau opini konstruktif, harus menerima penolakan hanya karena platform tempat artikelnya tayang tidak mampu menyaring iklan dengan layak. Ini bukan hanya merusak reputasi pribadi, tetapi juga melemahkan posisi Kompasiana di mata publik yang lebih luas.

Lebih dari itu, iklan-iklan murahan ini tentu berdampak besar terhadap citra Kompas Gramedia secara keseluruhan. 

Kompas selama ini dikenal sebagai media berkualitas, konservatif dalam norma, dan sangat berhati-hati dalam menjaga etika. Tapi semua itu bisa runtuh hanya karena satu entitas digital di bawahnya membiarkan iklan-iklan tidak berkelas tampil di laman utamanya.

Peluang Perubahan dan Perbaikan

Kompasiana seharusnya bisa dikembangkan sebagai platform premium untuk konten warga, dengan pengelolaan algoritma berbasis kualitas, engagement, dan keterlibatan komunitas. 

Kualitas iklan yang tayang perlu dikurasi secara ketat, bukan hanya agar tidak merusak citra penulis dan pembaca, tetapi juga untuk meningkatkan nilai tawar platform di mata pengiklan kelas atas.

Jika dikelola dengan profesional dan modern, Kompasiana bukan hanya menjadi rumah nyaman bagi penulis, tetapi juga ladang penghasilan yang sehat dan berkelanjutan, baik bagi komunitas maupun manajemen.

Saya tidak mengatakan bahwa semua hal di Kompasiana buruk. Banyak juga fitur yang membantu penulis berkembang, komunitas yang mendukung, dan interaksi yang positif. Tapi potensi besar ini sayangnya seperti terabaikan. 

Alih-alih menjadi media digital rakyat yang digdaya, Kompasiana saat ini justru seperti rumah besar yang kosong, dengan tamu-tamu tak diundang berkeliaran di berandanya---iklan-iklan murahan yang merusak kesan pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun