Bank Muamalat Indonesia kini ibarat tokoh bangsawan yang dulu berjaya, namun kini hidup penuh kehati-hatian.Â
Bukan karena kehilangan nilai, tetapi karena terlalu lama mengandalkan citra masa lalu. Bank syariah pertama di Indonesia ini dulu berdiri gagah sebagai pionir keuangan Islam.Â
Namun kini, langkahnya tersendat. Dalam konteks keuangan syariah yang menuntut keberkahan dan akuntabilitas, inilah waktunya untuk tidak sekadar bermuhasabah. Ini waktunya berbenah.
Laba yang Tergerus, Kredit Bermasalah yang Membengkak
Lima tahun terakhir menjadi periode penuh tantangan. Laba Bank Muamalat terkikis tajam. Dari catatan keuangan, laba pada tahun 2015 masih berada di angka Rp150 miliar. Kini, di kuartal I-2025, hanya tersisa Rp1,67 miliar. Penurunan yang nyaris total.Â
Analogi sederhananya, seperti seorang atlet peraih medali emas yang kini hanya mampu berlari ringan di halaman belakang. Bukan karena semangatnya hilang, tapi mungkin karena beban yang belum diturunkan.
Di sisi lain, pembengkakan pembiayaan bermasalah makin membayangi. Rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) gross naik dari 2,22% menjadi 3,99% secara tahunan. Bahkan NPF net pun melonjak tajam dari 1,17% ke 3,37%. Ini sinyal serius bahwa kualitas pembiayaan perlu menjadi perhatian utama.
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) juga ikut tergerus. Rasio CKPN terhadap aset produktif yang sebelumnya 1,06% di kuartal I-2024, turun menjadi 0,65% pada kuartal I-2025. Dalam istilah awam, ini berarti bantalan untuk menahan risiko kerugian juga semakin tipis.
Menanti Investor, Sambil Memperbaiki Diri
Kepala BPKH, Fadlul Imansyah, mengakui bahwa proses mencari investor strategis sedang berlangsung. Namun, prosesnya tak bisa tergesa. "Kami juga sedang merampungkan proses internal agar keputusan yang diambil sesuai regulasi. Ini harus menjadi yang terbaik untuk dana haji," ungkapnya dikutip dari Kontan.Â
Sembari menanti investor baru, pihaknya berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan kinerja Bank Muamalat.Â
Tentu, ini bukan jalan mudah. Diperlukan manajemen risiko yang tajam, penguatan tata kelola, serta transformasi digital yang relevan untuk menjawab tuntutan zaman.
Dari Jemaah Haji untuk Negeri: Sejarah yang Tak Boleh Dilupakan