Sebuah Kisah Mulia dari Surah An-Naml
Di antara halaman-halaman Al-Qur'an, terselip sebuah kisah yang begitu menarik---bukan sekadar catatan sejarah, tapi juga penuh pelajaran hidup. Kisah ini hadir dalam Surah An-Naml (27), ayat 22 hingga 44.Â
Kisah ini bukan dongeng, bukan legenda rakyat, melainkan firman Allah yang mengisahkan pertemuan dua pemimpin agung: Nabi Sulaiman 'alaihissalam, seorang nabi dan raja besar, dengan seorang ratu cerdas dan bijaksana dari negeri Saba', yaitu Ratu Balqis.
Saat Burung Kecil Membawa Kabar Besar
Suatu hari, Nabi Sulaiman menyadari ada yang tak biasa dalam barisan makhluk yang biasa hadir menemuinya. Burung Hud-hud, si mungil cerdas, tidak tampak.Â
Setelah kembali, sang burung membawa kabar yang luar biasa: "Aku datang dari negeri Saba', dan aku temukan seorang perempuan yang memimpin mereka. Ia memiliki segalanya---tahta megah, kekuasaan, dan kemakmuran. Tapi... mereka menyembah matahari."
Bayangkan, seekor burung kecil menjadi saksi penyembahan kepada selain Allah. Nabi Sulaiman tak tinggal diam. Ia menulis surat. Bukan surat biasa, tapi ajakan lembut dari seorang nabi: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang... Janganlah kamu meninggi terhadapku, dan datanglah kepadaku dengan berserah diri."
Ratu yang Bijak dan Hati yang Terbuka
Surat itu sampai ke tangan Ratu Balqis. Ia membacanya, tak dengan reaksi emosional, tapi dengan kepala dingin. Ia kumpulkan para penasihat, membuka ruang diskusi, mendengar pendapat.Â
Tapi hatinya tahu, ini bukan sekadar urusan politik. Ini persoalan keyakinan.
Ia tidak langsung menyerang. Tidak pula langsung tunduk. Ia memilih jalan tengah: mengirim hadiah kepada Sulaiman. Mungkin, pikirnya, ini bisa melunakkan atau setidaknya menguji maksud di balik surat sang nabi.
Namun, Nabi Sulaiman menolak hadiah itu. Dengan tegas ia menunjukkan: kekuasaan duniawi bukanlah tujuan. Ia bukan raja yang mengejar harta. Ia adalah hamba yang membawa pesan ilahi.