Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tanah Surga, tapi Mengapa Kita Ingin Pergi?

18 April 2025   11:05 Diperbarui: 26 April 2025   06:53 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Ubud, Bali.(SHUTTERSTOCK/CHERYL RAMALHO)

Renungan di Tengah Gelapnya Harapan di Negeri Kaya Raya

Beberapa dekade lalu, saya dan teman-teman suka menyanyikan lagu lawas Koes Plus berjudul Kolam Susu. Nadanya riang, liriknya menggambarkan sebuah negeri impian. "Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat, kayu dan batu jadi tanaman." 

Orang-orang tua saat itu sambil menanak nasi di dapur kayu ikut bersenandung, mereka percaya bahwa negeri ini sungguh tempat terbaik untuk hidup dan mati.

Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Tapi hari ini, anak-anak mereka justru menggaungkan tagar #IndonesiaGelap dan #KaburAjaDulu. Sebuah ironi. Negeri yang katanya surga kini terasa seperti labirin tanpa jalan keluar.

Hujan Emas di Negeri Orang, Hujan Batu di Negeri Sendiri

Pepatah itu dulu membuat kita bangga tinggal di tanah air sendiri. Tapi kini, banyak yang rela menerima 'hujan emas' di negeri orang, meski hanya menjadi buruh migran, perawat, atau mahasiswa yang tak pasti akan pulang. 

Karena di negeri sendiri, yang turun bukan sekadar 'hujan batu', melainkan longsoran ketidakadilan, tsunami harga, dan badai korupsi.

Di sebuah warung kopi pagi itu, seorang bapak separuh baya berkata lirih, "Bukan kami tak cinta negeri ini. Tapi kami lelah mencintai yang tak pernah membalas."

Negeri Kaya, Rakyatnya Miskin

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya raya. Dari Sabang sampai Merauke, kekayaan alam berlimpah: tambang emas, nikel, batu bara, hutan tropis, ladang sawit, laut yang tak habis-habis. 

Tapi mengapa rakyatnya masih harus antre minyak goreng? Mengapa harga beras melambung seperti impian kami yang tak kesampaian?

Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 
Gambar ilustrasi,  Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI 

Kekayaan itu tampaknya hanya mengalir ke saku segelintir orang. Sementara sisanya, berjibaku hidup dari gaji UMR yang tak cukup untuk menyicil mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun