Indonesia kembali berduka. Titiek Puspa, sosok maestro seni yang telah menemani lintas generasi dengan karya-karyanya yang kuat dan menyentuh, wafat pada 10 April 2025 dalam usia 87 tahun.Â
Kepergiannya mengingatkan kita kembali betapa besar kontribusi perempuan luar biasa ini bagi dunia musik, film, dan budaya Indonesia.
Dari ratusan lagu ciptaannya, "Kupu-Kupu Malam" mungkin adalah salah satu yang paling berani dan membekas. Dirilis pertama kali pada 1977, lagu ini lahir di tengah dominasi tembang cinta dan asmara picisan di industri musik Indonesia.Â
Namun, Titiek Puspa justru memilih jalur berbeda---ia menghadirkan kisah pilu dan realitas perempuan pekerja malam dengan sudut pandang yang manusiawi dan penuh empati.
"Kadang dia tersenyum dalam tangis
 Kadang dia menangis di dalam senyuman..."
Dengan syair yang dalam dan jujur, Titiek Puspa mengajak kita untuk tidak cepat menghakimi, tetapi belajar memahami bahwa hidup tak selalu hitam-putih.
Kenangan Pribadi Bersama Sang Maestro
Saya termasuk generasi yang tumbuh bersama karya-karya Titiek Puspa. Bahkan, saya punya kenangan langsung yang cukup membekas bersama beliau.
Pertama kali saya melihat beliau secara langsung adalah sekitar tahun 1969, ketika Titiek Puspa bersama Bing Slamet dan beberapa artis yang didatangkan Puspen ABRI ke daerah kami untuk menghibur para prajurit yang bertugas di daerah.Â
Saat itu, ayah saya masih seorang pejabat kecil di masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru di tengah para prajurit yang dihibur. Saya yang masih anak-anak, tak terlalu mengerti apa yang sedang terjadi, tapi saya masih mengingat senyum dan aura khas beliau di panggung.
Di rumah, lagu-lagu Titiek Puspa sering diputar lewat piringan hitam oleh keluarga saya. Saya menyukainya tanpa sadar bahwa saya sedang mendengarkan karya seorang legenda.