Kehadiran Danantara Indonesia Sovereign Wealth Fund (SWF) menjadi salah satu terobosan besar dalam pengelolaan kekayaan negara. Digadang-gadang akan menjadi SWF terbesar keempat di dunia, Dana Kelolaan Danantara diproyeksikan mencapai 982 miliar dolar AS atau sekitar Rp 15.512,15 triliun.
Dengan mengonsolidasikan Indonesia Investment Authority (INA) dan tujuh BUMN raksasa Indonesia, Danantara diharapkan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inklusif, dan berkualitas dalam lima tahun ke depan.
Namun, di tengah ambisi besar itu, muncul resistensi dari berbagai kalangan. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Masyarakat dan para pengamat mempertanyakan transparansi, tata kelola, dan risiko penyalahgunaan dana yang sangat besar tersebut.
Ada pula kekhawatiran bahwa kehadiran Danantara justru membuka celah baru bagi korupsi dan penyimpangan. Lantas, bagaimana sebaiknya resistensi ini diatasi?
Memahami Akar Resistensi
Untuk memahami mengapa resistensi terhadap Danantara begitu kuat, kita perlu melihat faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Resistensi ini muncul bukan semata karena ketidaksetujuan, melainkan kekhawatiran yang didasarkan pada pengalaman masa lalu dan ketidakpastian masa depan.
Berikut adalah beberapa faktor utama yang menjadi penyebab munculnya resistensi tersebut:
- Transparansi dan Akuntabilitas yang Belum Memadai:Â Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan dana Danantara. Publik membutuhkan kejelasan tentang bagaimana dana tersebut akan dikelola, investasi apa yang diprioritaskan, dan siapa yang bertanggung jawab atas pengawasan. Ketidakjelasan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi penyalahgunaan dana.
- Risiko Penyimpangan dan Praktik Korupsi: Besarnya dana yang dikelola Danantara menjadi daya tarik sekaligus potensi risiko. Indonesia memiliki rekam jejak kasus korupsi dalam pengelolaan dana publik, sehingga penting untuk memastikan bahwa Danantara tidak menjadi ladang baru bagi praktik serupa.
- Keterbatasan Keterlibatan Publik:Â Dalam pembentukan dan perencanaan strategis Danantara, partisipasi masyarakat dan stakeholder independen dirasa masih minim. Kurangnya keterlibatan ini memperbesar jarak antara pengambil kebijakan dan harapan publik, yang berpotensi memperlemah legitimasi proyek ini.
- Tantangan Tata Kelola yang Efektif: Sebagai lembaga yang mengelola dana dalam jumlah besar, Danantara dituntut menerapkan prinsip good governance secara ketat. Tanpa sistem tata kelola yang kuat, risiko kegagalan dan penyimpangan semakin besar.
Mengatasi Resistensi dengan Langkah Strategis
Resistensi yang muncul harus dijawab dengan tindakan nyata yang terukur. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
- Meningkatkan Transparansi dan Komunikasi Publik: Danantara perlu membuka akses informasi seluas-luasnya kepada publik. Laporan keuangan, kebijakan investasi, dan kinerja harus disajikan secara berkala dan mudah diakses. Komunikasi yang jujur dan terbuka akan membangun kepercayaan masyarakat.
- Penguatan Regulasi dan Mekanisme Pengawasan:Â Daripada membentuk badan baru, lebih bijak memperkuat lembaga pengawas yang sudah ada seperti BPK dan KPK. Diperlukan regulasi yang ketat dan spesifik untuk memastikan pengelolaan dana dilakukan sesuai prinsip good governance.
- Melibatkan Stakeholder Independen: Libatkan akademisi, ekonom, dan tokoh masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan evaluasi kebijakan. Partisipasi publik yang luas akan memperkuat legitimasi dan akuntabilitas Danantara.
- Membangun Sistem Audit dan Pelaporan yang Kuat:Â Sistem audit internal dan eksternal yang transparan dan independen harus diterapkan. Laporan audit harus dipublikasikan secara berkala untuk memastikan setiap kebijakan dan keputusan dapat dipertanggungjawabkan.
- Mendorong Partisipasi Publik dalam Pengawasan:Â Buat mekanisme pelaporan masyarakat yang mudah diakses untuk menampung keluhan, kritik, dan masukan terkait pengelolaan Danantara. Dengan demikian, publik dapat berperan aktif dalam pengawasan.
Menatap Masa Depan dengan Optimisme
Danantara Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan melibatkan berbagai pihak.
Dengan memperbaiki tata kelola, memperkuat pengawasan, dan membuka ruang partisipasi publik, resistensi yang muncul bisa diubah menjadi dukungan.
Jika langkah-langkah ini diterapkan dengan konsisten, Danantara tidak hanya menjadi kebanggaan nasional, tetapi juga contoh pengelolaan SWF yang profesional dan berintegritas.
Inilah saatnya membuktikan bahwa Indonesia mampu mengelola kekayaannya dengan bijaksana, demi masa depan yang lebih sejahtera dan berkeadilan.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI