Black Friday telah lama menjadi simbol dimulainya musim belanja Natal di Amerika Serikat. Hari ini dikenal sebagai momen bagi pengecer untuk menawarkan diskon besar-besaran, menarik jutaan pembeli berburu penawaran.
Namun demikian, dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku konsumen sejak pandemi Covid-19, Black Friday kini mulai memudar sebagai fenomena belanja ritel yang utama. Di sisi lain, fenomena serupa juga terjadi di Indonesia, meski dengan latar belakang yang berbeda.
Sejarah dan Perkembangan Black Friday
Istilah Black Friday pertama kali muncul pada 1960-an di Philadelphia, Amerika Serikat. Saat itu, istilah ini digunakan untuk menggambarkan kemacetan lalu lintas yang terjadi sehari setelah Thanksgiving, karena banyaknya orang yang memadati jalanan untuk berbelanja.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini diadopsi oleh industri ritel, menggambarkan waktu di mana para pengecer mulai mendapatkan keuntungan ("into the black") setelah mengalami kerugian ("in the red") selama sebagian besar tahun.
Pada era modern, Black Friday telah menjadi ajang diskon besar-besaran yang ditunggu-tunggu. Pengecer menawarkan produk dengan harga yang sangat rendah, bahkan sering disebut sebagai "doorbuster deals" untuk menarik pembeli masuk ke toko fisik mereka. Beberapa orang bahkan rela antre sejak dini hari untuk mendapatkan penawaran terbaik.
Tren Black Friday yang Mulai Memudar
Meski tetap menjadi salah satu momen belanja terbesar di Amerika, Black Friday mulai kehilangan daya tariknya. Salah satu penyebab utamanya adalah pergeseran ke belanja daring.
Sejak pandemi COVID-19, semakin banyak orang Amerika yang memilih kenyamanan belanja online dibandingkan mengantre di toko fisik. Diskon "doorbuster" yang dulunya menjadi andalan kini digantikan dengan penawaran daring melalui situs e-commerce.
Pengecer juga mulai mengubah strategi mereka. Penawaran diskon yang dulunya hanya berlangsung sehari kini diperpanjang menjadi "Black Friday Week" atau bahkan sepanjang bulan November. Fenomena seperti Cyber Monday, yang memanfaatkan belanja online, juga semakin menggeser posisi Black Friday sebagai puncak belanja ritel.
Meskipun Black Friday bukan tradisi di Indonesia, masyarakat kita memiliki pola belanja musiman yang mirip. Momentum belanja terbesar biasanya terjadi menjelang Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru.
Pada momen ini, toko-toko dan pusat perbelanjaan menawarkan diskon besar-besaran untuk menarik konsumen. Bahkan, beberapa tahun terakhir, platform e-commerce memperkenalkan Harbolnas (Hari Belanja Online Nasional) pada tanggal 12 Desember, yang menjadi fenomena belanja daring terbesar di Indonesia.
Seperti halnya Black Friday di Amerika, belanja musiman di Indonesia juga didorong oleh antusiasme masyarakat untuk mempersiapkan perayaan. Selain pakaian baru, barang-barang rumah tangga, makanan khas, dan hadiah menjadi fokus utama pembelian.
Kesamaan dan Perbedaan Black Friday dengan Musim Berbelanja Hari Raya di Indonesia
Kesamaan:
- Diskon Besar-Besaran:Â Baik Black Friday maupun belanja musiman di Indonesia menawarkan potongan harga yang menggiurkan.
- Antusiasme Pembeli:Â Konsumen di kedua negara memanfaatkan momentum ini untuk menghemat pengeluaran sambil memenuhi kebutuhan.
- Peran E-commerce:Â Kemudahan belanja daring menjadi pilihan utama, terutama pasca-pandemi.
Perbedaan:
- Latar Budaya:Â Black Friday berakar dari tradisi Thanksgiving dan Natal, sementara di Indonesia lebih terkait dengan hari raya keagamaan dan perayaan akhir tahun.
- Fokus Belanja:Â Black Friday lebih banyak menawarkan barang elektronik, mainan, dan produk bermerek, sedangkan di Indonesia kebutuhan sehari-hari seperti bahan makanan dan pakaian lebih dominan.
Pelajaran dari Black Friday untuk Industri Ritel Indonesia
Fenomena Black Friday menawarkan banyak pelajaran bagi industri ritel di Indonesia, seperti:
- Inovasi Strategi Promosi: Pengalaman interaktif seperti demo produk atau penawaran eksklusif dapat meningkatkan daya tarik toko fisik.
- Optimalisasi E-commerce: Dengan meningkatnya belanja daring, platform digital perlu terus berinovasi untuk memberikan pengalaman belanja yang aman dan nyaman.
- Pendidikan Konsumen: Mengedukasi masyarakat untuk berbelanja bijak agar terhindar dari pembelian impulsif dan memanfaatkan penawaran dengan efektif.
Kesimpulan
Black Friday, meski perlahan memudar di Amerika Serikat, tetap menjadi simbol evolusi dalam dunia ritel global. Sementara itu, Indonesia memiliki tradisi belanja musiman yang tak kalah meriah, dengan karakteristik unik yang mencerminkan kebutuhan dan budaya lokal.
Baik bagi konsumen maupun pelaku industri ritel, memahami pola belanja ini menjadi kunci untuk memaksimalkan peluang ekonomi dan menciptakan pengalaman belanja yang lebih baik di masa depan.
Fenomena ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya adaptasi terhadap perubahan perilaku konsumen, baik di tingkat lokal maupun global, demi kelangsungan industri ritel yang dinamis dan inovatif.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI