Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menavigasi Jalan Keluar dari "Toxic Work Culture"

7 Februari 2024   07:40 Diperbarui: 7 Februari 2024   07:41 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal

Budaya kerja yang beracun dapat diartikan sebagai suatu lingkungan di tempat kerja yang penuh dengan ketidakselarasan, konflik, dan perilaku negatif yang merugikan karyawan dan kesehatan organisasi secara keseluruhan.

Dalam kondisi ini, nilai-nilai yang diumumkan oleh organisasi seringkali bertentangan dengan kenyataan sehari-hari di lapangan. Mengapa hal ini terjadi, dan bagaimana perubahan budaya dapat menjadi solusi?

Budaya kerja yang beracun menciptakan lingkungan di mana konflik, ketidakadilan, dan stres merajalela. "Toxic Work Culture" bisa menjadi penyebab dari turunnya kesejahteraan karyawan, ketidakpuasan, dan bahkan penurunan produktivitas.

Perubahan budaya di tempat kerja sering kali menghadapi kegagalan karena kurangnya keselarasan. Inisiatif-inisiatif baru seringkali hanya menyentuh satu aspek budaya, meninggalkan aspek lainnya tidak terubah atau malah merugikan.

Pentingnya melihat budaya secara holistik dan mengidentifikasi pendorong utama budaya perusahaan (corporate culture) tidak dapat diabaikan. Ada beberapa alasan mengapa perubahan budaya kerja sering gagal atau tidak mencapai hasil optimal.

Kepemimpinan yang lemah, ketidaksesuaian dengan struktur organisasi, dan resistensi dari pihak-pihak kunci dapat menjadi hambatan utama. Kurangnya keterlibatan karyawan, ketidakjelasan dalam komunikasi, dan ketidakmampuan menangani konflik juga turut menyulitkan perubahan budaya yang sukses.

Budaya Beracun dalam Perusahaan dapat diidentifikasi melalu tanda-tanda sebagai berikut:

  • Ketidaksesuaian Nilai dan Perilaku: Nilai dan misi organisasi mungkin diumumkan dengan jelas, tetapi perilaku sehari-hari di tempat kerja tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut. Ada perbedaan antara pesan yang disampaikan secara resmi dan kenyataan di lapangan.
  • Ketidakadilan dan Diskriminasi: Ada diskriminasi atau ketidakadilan dalam perlakuan terhadap karyawan berdasarkan faktor seperti gender, ras, atau latar belakang lainnya. Penghargaan dan pengakuan tidak diberikan secara adil.
  • Ketidakpastian dan Ketidakjelasan: Kebijakan dan prosedur organisasi mungkin tidak konsisten atau dapat berubah secara tiba-tiba, menciptakan ketidakpastian di antara karyawan. Komunikasi yang buruk atau minim dari pihak manajemen dapat menciptakan rasa ketidakjelasan.
  • Ketidakmampuan Menangani Konflik: Konflik di antara karyawan tidak ditangani dengan efektif, menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman. Terdapat kurangnya resolusi konflik yang memadai, dan konflik sering kali memburuk.
  • Tekanan dan Stres yang Berlebihan: Budaya yang mendorong tekanan yang berlebihan dan memotivasi melalui intimidasi atau hukuman dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sering kali terabaikan.
  • Kurangnya Dukungan dan Pengembangan: Karyawan mungkin tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari manajemen atau rekan kerja. Program pengembangan karir atau pelatihan mungkin tidak ada atau tidak diimplementasikan dengan baik.

Budaya kerja yang beracun dapat memiliki dampak negatif pada produktivitas, retensi karyawan, kesejahteraan mental, dan citra organisasi. Mengatasi masalah ini memerlukan komitmen untuk mengubah norma dan nilai yang tidak sehat serta membangun lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan karyawan.

Perubahan Budaya yang Diinginkan: Upaya Bersama

Budaya perusahaan yang diinginkan tidak dapat muncul secara spontan. Dibutuhkan upaya yang disengaja dari pemimpin, manajer, dan karyawan di semua tingkatan organisasi. Keselarasan antara nilai-nilai, struktur organisasi, dan praktik manajemen menjadi kunci untuk membentuk budaya yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan karyawan.

Dalam upaya mencapai perubahan budaya yang diinginkan, komunikasi menjadi pilar utama. Komunikasi yang jelas, terus-menerus, dan terarah membantu membentuk persepsi yang konsisten di antara karyawan. Pemimpin harus memberikan contoh dengan menggunakan bahasa keterlibatan dalam komunikasi sehari-hari, memastikan bahwa pesan budaya mencapai semua lapisan organisasi.

Untuk menyampaikan perubahan budaya dengan jelas, berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil:

  1. Membuat Rencana Komunikasi: Menyusun rencana komunikasi yang mendukung inisiatif dan prioritas keterlibatan.
  2. Komunikasi Rutin dan Konsisten: Mengomunikasikan alasan dan manfaat perubahan budaya secara teratur dan konsisten.
  3. Mendorong Berbagi Praktik Terbaik: Memberdayakan karyawan untuk menemukan dan berbagi praktik terbaik.
  4. Jaringan Pemimpin Keterlibatan: Menunjuk pemimpin keterlibatan yang berkomunikasi dan berbagi praktik terbaik.
  5. Memasukkan Keterlibatan dalam Percakapan Sehari-hari: Mengintegrasikan elemen keterlibatan ke dalam percakapan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun