Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Saat Pasangan Hidup Divonis Kanker Stadium Lanjut (Menghadapi Mastektomi)

30 Januari 2023   04:50 Diperbarui: 20 Januari 2024   18:17 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Saat pasangan hidup divonis kanker stadium lanjut-mengahadapi mastektomi (by Merza Gamal)

Diary sebelumnya:

Tim Dokter memvonis pasangan hidup saya menyitas kanker stadium III D menjelang stadium IV dan secara medis kemungkinan usianya tinggal 3-6 bulan jika tidak dilakukan tindakan operasi segera yang berpacu dengan pertumbuhan sel ganas.

------------------------------------------------

Setelah saya kembali ke rumah, anak-anak sudah kembali dari sekolahnya. Dan adik ipar saya yang menginap di rumah kami sepertinya sudah diintrogerasi oleh anak sulung saya. Mata adik ipar saya terlihat merah menahan kesedihan. Belum saya masuk rumah, si sulung sudah mencegat dan berkata, "Ayah, benarkah Bunda harus dioperasi segera?"

Saya menanyakan, "Siapa yang bilang begitu?" Dia menjawab bahwa mendapatkan info tersebut dari tantenya setelah dia bertanya kepada tantenya tersebut. Saya pun mengintogerasi anak saya, sampai mana info yang dia ketahui tentang kondisi Bundanya. Info yang dia dapat persis sama dengan info yang saya sampaikan kepada adik ipar di rumah sakit tadi.

Sebelum waktu operasi tiba, istri saya pun bolak-balik ke rumah sakit untuk berbagai pemeriksaan dan persiapan operasi. Seperti biasa saya dan istri saya bertemu di rumah sakit pas jam bertemu dokter. Kakak-kakak istri saya pun bergantian menemani istri saya bolak-balik ke rumah sakit.

Anak sulung saya yang sedang mempersiapkan kuliah ke Jerman sejak dia masuk SMA dengan berbagai kursus yang berafiliasi ke Goethe Institute, meminta saya bertemu pada saat dia ada urusan di Goethe Institute di daerah Menteng yang tidak jauh dari kantor saya. Saya pun datang menemuinya. Kemudia kami makan siang bersama. Si sulung menyampaikan bahwa dia membatalkan rencananya studinya ke Jerman. Saya pun kaget, dan berkata "kamu teruskan saja rencana studimu di Jerman, urusan Bunda biar ayah dan keluarga yang ada di sini yang mengurusnya,"

Namun, nampaknya Viga, anak sulung saya sudah bulat dengan tekadnya. Dan, dia menjelaskan bahwa dia tidak akan sekolah jauh dari rumah untuk menjaga Bunda dan adik-adiknya yang masih kecil. Jika dia studi di Jerman, dan terjadi sesuatu yang di luar harapan terhadap Bundanya maka dia akan sulit untuk pulang pergi ke Jakarta. Menurutnya adik-adiknya masih terlalu kecil untuk berdiri sendiri.

Saya tak dapat berkata-kata dengan kedewasaan yang dimiliki si sulung dengan usianya yang belum 17 tahun ketika itu. Selanjutnya, dia pun mendaftar di Sekolah Bisnis Prasetya Mulya untuk periode test selanjutnya, dimana test penerimaan sebelumnya sudah jalan. Dan, dia secara resmi membatalkan rencana pendidikan ke Jerman melalui Goethe Institute.

Hari operasi pun tiba. Adik ipar saya yang punya penyakit jantung, pulang ke Merauke sebelum hari operasi karena merasa tidak kuat untuk mengikuti proses operasi kakaknya dari dekat. Dia merasa tidak siap untuk menerima kenyataan selanjutnya tentang kondisi kakaknya.

Dua malam sebelum operasi, istri saya pun sudah harus menginap di rumah sakit untuk menjalani segala observasi sebelum operasi. Pas hari operasi, semua anak saya izin dari sekolah, dan semua pihak sekolah memberikan dukungan moril kepada anak-anak saya. Kakak-kakak istri saya pun hadir pada operasi tersebut.

Image: Vonis kanker bukanlah akhir kehidupan (Photo by Merza Gamal)
Image: Vonis kanker bukanlah akhir kehidupan (Photo by Merza Gamal)

Pagi itu sebelum dijemput untuk masuk ke ruang operasi, Kami pun berdoa bersama, Semoga Allah memberikan kekuatan kepada istri saya dan kami semua, serta Semoga operasi berjalan lancar serta membuat semuanya menjadi lebih baik. Istri saya terlihat tegar menghadapi operasi yang akan dijalaninya. Sementara kakak-kakanya malah tidak tahan melihat ketegaran istri saya.

Sebelum hari operasi, saya sudah minta kepada semua keluarga, untuk tidak memperlihatkan kesedihan dan menceritakan cerita-cerita sedih di depan istri saya untuk mendukung mental istri saya menghadapi operasi yang akan dijalani dan kondisi ke depan yang tidak pasti. Kata saya kepada mereka, jika tidak bisa menahan kesedihan di depan istri saya, lebih baik tidak usah datang dan bertemu secara langsung dengan istri saya. Dengan tidak menampakkan kesedihan di depan istri saya, maka hal tersebut lah yang justru akan mendukung perjuangan istri saya.

Beberapa keluarga yang tidak tahan, akhirnya keluar dari kamar, dan mereka menangis di luar. Meraka satu persatu masuk kembali pada saat mereka sudah bisa menenangkan hatinya masing-masing dan memberikan semangat  kepada istri saya.

Setelah istri saya dijemput petugas untuk dibawa ke ruang operasi, semua keluarga yang datang ke rumah sakit sejak pagi buta, menunggu di ruang tunggu operasi. Lalu pas jam jadwal operasi, saya pun dipanggil ke dalam ruang operasi. Di sana saya bertemu dengan tim dokter yang akan mengoperasi istri saya, dan mereka memohon doa agar operasi mastektomi (pengangkatan payudara) yang mereka lakukan berhasil dan saya tetap tegar dalam menghadapi semua ini.

Keluarga yang menunggu di luar terlihat gelisah ketika saya keluar dari ruang operasi. Saya mengajak untuk berdoa bersama, Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi istri saya.

Operasi berjalan cukup lama, kami pun makan siang dan shalat dzuhur di ruang tunggu yang disediakan untuk keluarga kami. Menjelang waktu azhar, saya pun dipanggil kembali oleh tim dokter ke ruang operasi, dan menyatakan bahwa operasi alhamdulillah berhasil, dan saat ini istri saya masih belum sadar dan akan dirawat diruang pemulihan hingga bisa dikembalikan ke kamar perawatan. Waktu yang diperkirakan antara 6-12 jam.

Saya pun memberitahukan kepada keluarga, bahwa istri saya masih lama untuk bisa kembali ke kamar perawatan, dan meminta mereka pulang saja dulu. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari keluarga yang mau pulang, mereka mau menunggu hingga istri saya kembali ke ruang perawatan.

Tak lama kemudian adzan azhar pun berkumandang, dan kami pun melaksanakan shalat azhar. Setelah shalat azhar, kembali saya dipanggil untuk ke ruang operasi. Semua keluarga berdebar-debar melepaskan saya ke ruang operasi kembali.

Sesampai di ruang pemulihan operasi, saya temukan istri saya sudah sadar dan menurut tim dokter, ini sebuah keajaiban, karena istri saya tak lama habis operasi langsung sadar, dan tak lama kemudian semua hasil check melihatkan kondisi normal untuk kembali ke ruang perawatan. Tim kesehatan pun berkata sekitar satu jam lagi istri saya sudah berada di kamar perawatan kembali. Sekarang mereka sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk memindahkan istri saya kembali ke kamar perawatan.

Keluarga yang menunggu harap-harap cemas, melihat saya keluar dari area ruang operasi menyambut dengan tidak sabar. Saya sampaikan bahwa keajaiban terjadi, istri saya sadar kembali dan kondisinya baik semua dalam waktu yang sangat cepat serta bisa segera kembali ke kamar perawatan. Sebagian keluarga menyambut kabar saya dengan tangis haru dan mengucapkan ahamdulillah berkali-kali.

Sebagian keluarga keluar dari ruang tunggu dan menuju kamar perawatan untuk menyambut kembalinya istri saya dari ruang operasi. Dan, sebagian lagi menunggu di depan pintu area operasi untuk ikut mengawal istri saya kembali ke kamar perawatan.

Pada saat itu, saya tidak melihat ketiga anak saya. Kemudian saya pun bergegas mencarinya. Kata salah satu keluarga, anak-anak tadi ke mushalah ketika saya masuk ke dalam ruang operasi. Saya pun menemukan ketiga anak saya sedang berpelukan dan sambil memanjatkan doa ke hadirat ilahi untuk Bundanya. Mata saya pun berkaca-kaca menyaksikannya.

Bersambung...

Apakah Operasi Mastektomi adalah akhir perjuangan hidup pasangan saya dalam berjuang melawan ganasnya kanker...???

Ikuti di episode selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun