Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tiga Jenis Fleksibilitas Pekerja Pasca Pandemi Covid-19

5 Juli 2022   07:47 Diperbarui: 5 Juli 2022   07:50 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Fleksibilitas Pekerja Pasca Pandemi Covid-19 (Photo by Merza GAmal)

Transisi massal ke pekerjaan jarak jauh pada Maret 2020 telah mengubah norma yang sudah lama dipegang tentang seputaran tempat pekerjaan. Fleksibilitas sejati jauh lebih besar daripada kebebasan untuk bekerja dari jarak jauh. Banyak perusahaan belum memahami tentang fleksibilitas sepenuhnya.

Kebijakan terbaru tentang pekerjaan jarak jauh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pascapandemi. Pandangan sempit perusahaan tentang masalah ini mendorong orang keluar dari pekerjaan mereka saat ini dan bahkan keluar dari angkatan kerja sepenuhnya.

Sudah waktunya bagi organisasi perusahaan untuk mengubah konsep fleksibilitas mereka. Insan perusahaan saat ini menuntut fleksibilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik mereka, apakah itu keseimbangan kehidupan kerja, kesehatan fisik dan emosional, atau kepedulian terhadap keluarga. Seorang manajer akan memainkan peran kunci dalam mempersonalisasikan fleksibilitas untuk bawahan langsung mereka saat mereka bekerja dengan SDM untuk mengembangkan solusi unik dan kreatif bagi insan perusahaan.

Konsekuensi ketidakpedulian perusahaan terhadap fleksibilitas adalah risiko kehilangan insan dan gagal menarik talent penting. Menurut survei McKinsey, di antara insan perusahaan yang meninggalkan pekerjaannya untuk kembali adalah fleksibilitas tempat kerja (44 persen).

Sesuai dengan kajian McKinsey, nilai fleksibilitas jelas dan para pemimpin harus mempertimbangkan tiga elemen fleksibilitas berikut, jika mereka benar-benar ingin memenuhi kebutuhan insan perusahaan:

  1. Tempat pekerjaan dapat dilakukan. Hal ini adalah elemen yang paling mendarah daging dalam cara perusahaan memandang fleksibilitas. Di antara insan perusahaan yang meninggalkan pekerjaannya dan kemudian kembali, sembilan dari 10 mengatakan bahwa memiliki kendali atas di mana pekerjaan dapat dilakukan merupakan faktor penting, terlepas dari apakah peran itu dilakukan secara langsung, jarak jauh, atau hybrid.

    Oleh karena itu, para pemimpin harus mempertimbangkan cara-cara untuk benar-benar memberi rasa kendali kepada insan perusahaan atas tempat mereka bekerja. Model kerja campuran dengan hari yang ditetapkan di kantor sangat fleksibel, dan tidak semua bagian dari pekerjaan tatap muka perlu dilakukan secara langsung.

    Misalnya, satu perusahaan teknologi besar mengadopsi model yang disebut "Retail Flex," yang memungkinkan insan perusahaan di dalam outlet-nya bekerja dari jarak jauh saat menangani bantuan teknis dan penjualan online.

  2. Waktu pekerjaan bisa dilakukan. Elemen fleksibilitas ini bagaimana insan perusahaan dapat mengatur hari dan jam kerja mereka sendiri, memberikan pemberitahuan yang cukup tentang lembur dan perubahan jadwal sehingga pekerjaan tetap dapat diprediksi, dan memungkinkan orang untuk mengambil cuti saat dibutuhkan.

    Tiga dari empat insan perusahaan, baik secara langsung, hibrid, atau jarak jauh, melaporkan bahwa memiliki kendali atas saat mereka bekerja adalah faktor kunci yang memengaruhi keputusan mereka untuk menerima pekerjaan mereka saat ini. Untuk mempertahankan insan perusahaan, organisasi perusahaan harus dapat menemukan cara untuk mengatur ulang ekspektasi ketersediaan 24/7 dan berhenti memaksakan jam kerja yang kaku pada pekerjanya.

    Perusahaan harus percaya bahwa pekerjaan akan selesai dan meninggalkan insan perusahaan dengan waktu dan energi yang cukup untuk mengurus tanggung jawab dan kesejahteraan pribadi mereka. Sebagai conto, sebuah perusahaan otomotif besar memberlakukan periode pemadaman email, bahkan menonaktifkan kemampuan insan perusahaan untuk mengirim dan menerima email kantor pada akhir pekan dan hari libur perusahaan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Worklife Selengkapnya
    Lihat Worklife Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun