Mohon tunggu...
Merta Triyadi
Merta Triyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Politik Hukum

Menaruh minat pada tulisan terkait sejarah, politik & hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Ada Cinta Buta dalam Dukung-Mendukung (Calon) Presiden

13 Februari 2024   23:46 Diperbarui: 14 Februari 2024   03:41 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gerakan serentak dari guru besar dan civitas akademica di puluhan kampus yang hampir tersebar di seluruh indonesia menjadi sinyal alarm bahwa krisis demokrasi dan krisis sikap negarawan di negeri ini sudah ada ditahap yang cukup mengkhawatirkan.

Ada tudingan yang mengatakan bahwa tindakan guru besar itu dikendalikan oleh partai politik/pihak tertentu, sulit rasanya untuk diterima karena tidak didukung oleh bukti dan argumen yg kuat, yang terjadi malah kebalikannya bukti bahwa dugaan kecurangan pemilu itu terjadi ketika ada penggunaan Lembaga negara untuk "memerintahkan" rektor guna membuat video tentang keberhasilan pemerintah di masa presiden Jokowi.

Contoh yg sangat baik dari Prof. Damayanti Buchori (Guru Besar Ekologi dan Konservasi Serangga IPB) yang menganalogikan Gerakan deklarasi dari guru besar dan civitas akademica ini dengan migrasi yang dilakukan serangga, sekelompok serangga tidak tiba-tiba melakukan migrasi namun ada momentum yang mendorong mereka untuk bergerak melakukan migrasi, contohnya perubahan suhu yang membuat mereka melakukan migrasi secara bersamaan, hal ini juga yang terjadi pada sivitas akademica.

Para Guru besar dan sivitas akademica bukan ujug-ujug menentang, tetapi sudah mulai keras mengkritik sejak isu presiden 3 periode, perpanjangan masa jabatan presiden, lalu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang akhirnya menjadi landasan Gibran Rakabuming Raka yang notabene merupakan anak dari presiden yang saat ini sedang berkuasa bisa maju menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto, serta saya mengira puncaknya saat presiden mengatakan bahwa presiden boleh melakukan kampanye, dan ini merupakan kekeliruan besar lainnya yang dilakukan oleh Jokowi.

Karena dalam ilmu hukum Teknik dalam menafsirkan pasal dalam suatau Undang-undang tidak bisa hanya ditafsirkan secara pasal per pasal atau tidak secara utuh, namun harus melihat juga maksud, tujuan dan konteks dari pengaturan suatu pasal dalam suatu Undang-undang dalam hal ini UU pemilu tersebut, terlebih tindakan ini berbahaya karena seakan bisa menjadi alasan pembenar bagi para pembantunnya dalam hal ini Para Menteri dan ketua Lembaga negara serta para Kepala Daerah untuk bersikap tidak netral.

Tidak ada yang abadi dalam politik kecuali kepentingan. Tidak menutup kemungkinan pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta partai pengusungnya yang saat ini keras mengkritik pemerintah, di kemudian hari akan berkoalisi dengan pasangan calon yang patut diduga didukung pemerintah dan terindikasi ada kecurangan

Ingin rasanya menagih janji bila antara pasangan calon (paslon) yang keras mengkritik pemerintah tersebut yang menang dikemudian hari, akan memperbaiki sistem penegakan hukum dan pelaksanaan demokrasi dengan lebih baik dari saat ini, atau pun jika mereka belum mendapat mandat pada periode ini akan teguh untuk berdiri menjadi oposisi guna menjadi penyeimbang jalannya roda pemerintahan, sehingga janji tersebut tidak hanya menjadi janji manis sesaat saat pemilu.

Karena sekarang rasanya paslon beserta partai politik pengusungnya yang keras mengkritik pemerintah tersebut hanya keras mengkritik pemerintah secara verbal, nyaris tak terlihat dalam tindakan, jadi yang terasa hanya gaduh dan bising ditelinga tanpa ada tindakan nyata untuk coba menghentikan indikasi kecurangan atau setidaknya dugaan intervensi pemerintah dalam politisasi kebijakan guna kepentingan salah satu paslon.

Karena sejatinya yang bisa secara konstitusional menghentikan dugaan tidakan kecurangan yang dilakukan pemerintah ini adalah DPR, mereka dapat mengajukan hak interpelasi guna mempertanyakan dugaan politisasi kebijakan pemerintah khususnya yang berkaitan dengan pesta politik lima tahunan ini.

Namun karena sulit rasanya untuk berharap pada parpol agar segara bertindak, maka semoga masyarakat sekarang berkenan untuk menjadikan pemilu saat ini sebagai sarana guna menghukum pasangan calon yang mengotak atik aturan demi kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.

Kedepan perlu rasanya untuk segera merivisi UU Pemilu, khususnya guna mengatur pelemahan kewenangan presiden dalam pelaksaan pemilu, mengutip konsep limp duck (bebek pincang) yang dipaparkan oleh Zainal Arifin Mochtar dalam Podcast Lanturan di Channel Youtube Kompas TV, seorang presiden menjelang pemilu harus di pincangkan, karena sangat power full dalam system Presidensial, contoh potensi penyalahgunaan kewenangan presiden dalam pelaksanaan pemilu yaitu bila ia maju dalam putaran kedua sangat mungkin menggunakan kekuasaannya agar terpilih lagi,

Jika bukan kandidat sangat mungkin menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk mendukung salah satu kandidat, dan yang ketiga potensi melakukan Cinderella act membuat Keputusan penting yang menguntungkan segelintir orang menjelang habis masa jabatannya, contoh bentuk pembatasan kewenangan presiden dalam konteks pemilu yaitu dilarang membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu peserta pemilu dan dilarang memindahkan pejabat dibawahnya dimasa pemilu.

Memang sulit untuk menggoyah seorang yang sudah menentukan pilihan capresnya terlebih yang sudah melibatkan emosi, perasaan atau bahkan kepentingan, tapi apa yang coba disampaikan oleh para guru besar serta para pakar Hukum Tata Negara dalam film dirty vote, mereka sedang mencoba menjelaskan apa yang menjadi landasan argumen mereka terkait dengan telah terjadinya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu dan kemunduran demokrasi saat ini, terlebih dari itu bila mengutip pidato Wakil Presiden pertama Mochammad Hatta tentang Tanggung Jawab Moril Kaum Inteligensia dalam Peringatan Hari Alumni Universitas Indonesia pada tanggal 11 Juni 1957 yang isinya :

"Sekalipun berdiri di luar pimpinan, sebagai rakyat-demokrat, ia harus menegur dan menentang perbuatan yang salah dengan menunjukkan perbaikan menurut keyakinannya. Cara demikianlah ia menyatakan rasa tanggung jawabnya sebagai manusia susila dan demokratis. Berdiam diri melihat kesalahan dan keruntuhan masyarakat atau negara berarti mengkhianat kepada dasar kemanusiaan, yang seharusnya menjadi pedoman hidup bagi kaum inteligensia umumnya."

Tindakan ini merupakan langkah nyata dari tanggungjawab moril seorang kaum intelektual yang harus berani mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah serta menyampaikan solusi menurut kepakarannya demi kebaikan bangsa dan negara.

Harapannya pada saat siapapun nanti presiden dan wakil presiden yang terpilih, jangan sampai kita terbutakan oleh fanatisme, karna sejatinya cinta buta itu berbahaya, kalau mengutip lirik lagu Band Efek Rumah Kaca dengan judul Jatuh cinta itu biasa saja khususnya dipart ini " Jika jatuh cinta itu buta Berdua kita akan tersesat Saling mencari di dalam gelap, Kedua mata kita gelap Lalu hati kita gelap Hati kita gelap Lalu hati kita gelap ", lirik dalam lagu tersebut begitu baik menggambarkan dampak negatif dari perasaan jatuh cinta yang terlalu diglorifikasi menjadi cinta buta atau dalam hal ini fanatisme buta terhadap pemimpin.

Karena sejatinya kita harus menyisakan ruang kritik terhadap orang yang kita sayangi bukan untuk berusaha menjatuhkan namun sebaliknya guna mengingatkan ketika mereka sedang keliru arah agar kembali ke jalur yang seharusnya, begitu pula fungsi kritik kepada pemimpin yang kita pilih bukan bermaksud untuk menjatuhkan tapi mengingatkan agar dia kembali ke jalur yang seharusnya yaitu demi kepentingan bangsa dan negara, karena jika mereka sesat arah yang tersesat bukan hanya dia dan kelompoknya tapi seluruh masyarakat yang dia pimpin juga akan ikut tersesat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun