Mohon tunggu...
Yovinus
Yovinus Mohon Tunggu... Penulis - laki-laki

Hidup itu begitu indah, jadi jangan disia-siakan. Karena kehidupan adalah anugerah Tuhan yang paling sempurna bagi ciptaanNya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Nyata: Siasat Mendapatkan Tumpangan untuk Pulang Kampung

10 Juni 2020   21:51 Diperbarui: 11 Juni 2020   08:47 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://m.tribunnews.com/

Hal-hal beginilah yang sangat dihindari oleh anak-anak sekolah, mereka tidak mau kotor. Tetapi penulis tidak perduli, meskipun tanpa sadar muka penulis terkena olie, penulis terus menimba sampai airnya habis.

Dalam perjalanan juga, penulis selalu aktif membantu dia. Ketika siang hari sudah waktunya masak, penulis menawarkan diri masak untuk kami berdua, dia mengiyakan. 

Sebelum memasak nasi, penulis masak kopi dulu. Tidak langsung minum, tetapi terlebih dahulu memberinya kesempatan untuk minum. Sewaktu selesai makan, pemilik perahu beberapa kali menguap. 

Saya bilang, kalau dia mengantuk, tidur saja. Nanti saya yang mengendalikan perahu motornya itu. Dia menanyakan apakah saya paham dan ingat alurnya, saya mengiyakan. 

Karena terbiasa hilir mudik dengan ayah saya, maka saya hapal alur pelayaran di sepanjang sungai itu yang jaraknya sekitar 200 km itu, sehingga sedikit kemungkinan menabrak kayu atau batu, atau tempat yang dangkal dan berbahaya. 

Ketika kami singgah pada waktu sore hari, penulis langsung ke haluan perahu dan memegang tali siap mengikatkan tali perahu. Lalu penulis mengambil kruing lembut yang memang sudah disiapkan untuk menutup stand bossnya di bagian luar, agar air tidak masuk selama malam hari. Untuk melakukan kegiatan terakhir ini, penulis harus menyelam ke dalam air.

Begitulah yang penulis lakukan selama tiga hari tiga malam dalam perjalanan kami berdua. Menimba perahu, memasak kopi, memasak nasi dan sayur. Mengikat tali perahu ketika singgah, melepaskan tali perahu ketika berangkat, menyelam memasang kruing di bagian luar stand bossnya, dan membantu dia ketika menurunkan barang-barangnya. Pagi-pagi juga sebelum dia bangun, penulis sudah memasak kopi, nasi, dan sayur.

Ketika penulis sudah sampai di kampung dan kamipun singgah, penulis bertanya berapa harus membayar, walaupun sebenarnya hanyalah basa-basi. Dia malah memegang tangan penulis dan agak berbisik, menyatakan sangat senang karena saya menumpang perahunya. 

Dia sama sekali tidak menyangka saya berbeda dari anak-anak sekolah yang lainnya. Tidak takut kotor, rajin bekerja membantu dia, bisa menghidupkan dan mematikan mesin, paham mengendalikan perahu bermotor dan ingat akan alur yang aman, rajin memasak kopi dan makanan lainnya, selalu sigap mengikat tali perahu ketika singgah dan menyelam memasang kruing di stand boss sebelah luar perahu, sigap melepaskannya tali ketika berangkat dan menggulungnya rapi di Haluan perahu, juga rela membantunya mengangkat barang-barang. 

Malahan dia bilang, kapan saja kalau mau mudik dan kebetulan dia ada turun, katakan saja kalau mau menumpang. Khusus untuk saya, dia selalu siap membawanya.

Setelah berterima kasih kepadanya, penulis pun mohon diri dan naik ke rumah penulis yang berjarak sekitar seratus meter dari arah pantai sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun