Mohon tunggu...
Mentari ELart
Mentari ELart Mohon Tunggu... Administrasi - ..perempuan Indonesia

tinggal dan bekerja di Jerman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Pejuang di Kelas Bahasa Jerman

2 April 2014   02:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:12 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ijinkan saya memperkenalkan mereka satu persatu. Mereka datang ke Jerman untuk satu harapan akan kehidupan yang lebih baik. Beberapa diantaranya bahkan hanya berharap bisa "hidup", karena di negara asal mereka, nyawa mereka ancamannya.

Yang pertama Ludmila, perempuan asal Republik Moldau (bekas pecahan Uni Sovyet). Di negaranya Ludmila adalah seorang guru dengan gaji 100$/bulan, dan pekerjaan sampingan sebagai pendamping saksi di pengadilan, tugasnya memberikan dukungan moril, konsultasi, dan jika diperlukan: tumpangan tempat tinggal bagi saksi.

Kehidupan yang sulit sebenarnya mampu membuat Ludmila bertahan di Moldau, tapi akhirnya Ludmila memutuskan untuk ke Jerman, karena ia melihat kemiskinan membuat rakyat Moldau memperjualbelikan hukum dengan murahnya.
Begini ceritanya: Ludmila menjadi pendamping saksi buat seorang anak, yang ke-empat temannya tewas tertabrak mobil, hanya anak tersebut yang selamat walaupun luka berat. Penabraknya adalah seorang kaya raya dan terpandang di kota itu. Setiap hari Ludmila mendampingi anak tersebut, memberikan semangat dan terus mengatakan bahwa kebenaran harus ditegakkan. Ludmila sudah dua kali mendampingi anak tersebut di pengadilan, dia yakin orang kaya sombong itu pasti akan di penjara. Anak tersebut adalah saksi kuncinya.

Tapi kemudian, sekeluarnya dari pengadilan, Ludmila ditabrak oleh seorang pengendara motor. Ia harus dirawat di rumahsakit selama dua bulan karena mengalami luka parah dan patah tulang di bahu dan paha kanan (saya diperlihatkan bekas patah tulangnya). Sekeluarnya dari rumah sakit ternyata kasus tabrakan dengan korban 4 anak itu sudah selesai. Ada saksi yang mengatakan bahwa anak-anak itu lari dengan tiba-tiba di jalan raya. Ludmila kemudian datang menemui saksi kunci, kata anak tersebut: ada anak buah si orang kaya yang datang ke rumahnya, memberikan sejumlah uang kepada keluarganya agar ia meng-iya-kan pernyataan saksi lain Itu. Ludmila kecewa. Tak ada lagi kebenaran yang bisa ditegakkan di Moldau. Pengendara sepeda motor yang pernah menabrak Ludmila pun tidak pernah diketahui siapa pelakunya.

Yang kedua adalah Ahmad. Seorang laki-laki pendiam asal Iran. Mungkin bukan pendiam, hanya irit bicara, dia bicara hanya jika ditanya. Ahmad adalah seorang Asyl. Dia terancam hukuman mati di Iran karena perbedaan pandangan politik dengan penguasa Iran. Lewat Ahmad, saya jadi tahu sedikit tentang Asyl. Seseorang yang karena hal-hal tertentu terancam hukuman mati (padahal belum tentu bersalah) boleh mengajukan Asyl. Ahmad mengajukan Asyl ke Jerman, diterima, dan harus menjalani proses verifikasi minimal 1 tahun untuk mencari tahu benar atau tidak dia terancam hukuman mati, bagaimana situasi dan kondisi di negara asal, dll. Selama proses verifikasi itu, dia tinggal di asrama khusus Asyl, ruang geraknya dibatasi, menurut Ahmad paling jauh hanya boleh 20 km.

Setelah proses verifikasi selesai, akan ditentukan apakah orang tersebut dikembalikan ke negara asalnya (karena ketahuan bohong), atau kalau benar maka ia diijinkan untuk tinggal di negara tersebut sampai 3 tahun, dengan paspor dan status kewarganegaran "Khusus". Asyl yang sudah terverifikasi itu boleh bepergian dengan paspor tersebut kemanapun di seluruh dunia, kecuali negara asalnya. Setelah lewat 3 tahun, ia boleh mengajukan diri menjadi warga negara Jerman atau negara manapun yang dia mau. Mungkin warga negara Jerman, kata Ahmad. "Loh kenapa tidak warga negara Iran lagi? " tanya saya, " 'kan saya terancam hukuman mati di Iran, 'ngapain juga saya ke sana lagi?" Kata Ahmad. Bener juga ya.

Saya bilang ke Ahmad, tolong jangan marah kalau saya banyak tanya. Ahmad menjawab dengan diplomatis: "saya tahu pertanyaan mana yang harus saya jawab, pertanyaan mana yang tidak harus saya jawab, kepada siapa saya harus menjawab dan bagaimana jawabannya". Saya tanya lagi: "kalau ada pertanyaan yang sama tapi yang tanya itu saya dan orang pemerintah, apakah jawabannya akan sama?" Ahmad tidak menjawab, hanya tersenyum.

Yang saya suka dari Ahmad, dia adalah satu-satunya orang yang tahu Indonesia. Wah, ternyata di kelas ini Indonesia kurang tenar ya, hahaha. Dan ketika orang-orang bertanya, nanti kalau status Asyl Ahmad sudah terferifikasi dan ia boleh tinggal selama 3 tahun di sini, Ahmad mau kerja apa? Pelatih bulu tangkis, katanya. Orang-orang bingung, bulu tangkis itu kaya apa. Maka Ahmad megeluarkan Handphonenya dan memperlihatkan video tentang bulu tangkis, dengan Taufik Hidayat sebagai pemainnya. Ahmad tersenyum pada saya.

Yang ketiga adalah Sobar, perempuan asal Sudan. Asyl juga. Menjadi Asyl karena menjadi korban konflik beragama di Sudan (20 tahun lalu). Lehernya ditembak tentara Sudan, sampai sekarang Sobar tidak bisa bicara jengan jelas. Sudah duapuluh tahun di Jerman, tapi staus Sobar tetap tidak jelas, dia pun tidak bisa kemana-mana, juga tidak bisa mengajukan diri menjadi warga negara manapun, karena Sobar mengaku berasal dari Sudan, tapi dokumennya menyatakan dia dari Mesir. Sudah dua puluh tahun, hidup tanpa kewarganegaraan manapun.

Yang keempat Angelina, perempuan asal Amerika. Paling temperamental di kelas. Angelina punya dua kewarganegaraan Amerika dan Jerman. Ayahnya dulu adalah tentara yang bertugas di Jerman kemudian menikah dengan ibunya, perempuan Jerman. Angelina seumur-umur hanya tinggal di Amerika dan meninggalkan banyak sekali masalah di sana. Bukan, menurutnya bukan dia yang mencari masalah, tapi masalah yang selalu mendekati dirinya. Sekarang ia mau tinggal di Jerman dan melepaskan kewarganegaraan Amerika. Menjadi warga negara Amerika hanya memberinya banyak masalah, begitu katanya.

Yang kelima Dalija, perempuan asal Serbia. Perempuan paling cantik di kelas. Seorang Insinyur. Di Serbia tidak ada lapangan pekerjaan, katanya. Akhirnya datang ke Jerman karena pamannya ada yang bekerja sebagai tukang bersih-bersih di hotel. Dalija pun akhirnya membantu pamannya bekerja sebagai tukang bersih-bersih (Putzfrau) di hotel itu, tidak mendapatkan gaji hanya uang saku (Taschengeld) dari pamannya. Serbia bukan anggota EU, oleh sebab itu Dalija hanya boleh tinggal di Jerman selama setahun, tapi tidak boleh bekerja. Ijin tinggalnya akan diperpanjang, hanya jika ia mendapatkan pekerjaan. Tapi bagaimana ia bisa mendapatkan pekerjaan legal kalau ia tidak punya ijin kerja? Nah, jadi muter-muter kan? Maka jadilah Dalija si insinyur cantik yang tiap hari ngepel dan membersihan toilet di hotel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun