Mohon tunggu...
Mena Oktariyana
Mena Oktariyana Mohon Tunggu... Penulis - a reader

nevermore

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Journal] The Arrangers of Marriage, Chimamanda Ngozi Adichie

13 Agustus 2019   21:28 Diperbarui: 13 Agustus 2019   21:36 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://booktree.ng/the-thing-around-your-neck-chimamanda-ngozi-adichie/

Seberapa berhasilkah pernikahan lintas negara? 

Sejauh yang saya pahami, nikah campur antar 2 sepasang kekasih beda negara tidaklah menjadi masalah apalagi di era moderen seperti sekarang ini. Kita bisa lihat banyak contoh dari kawin campur yang berhasil. 

Namun keberhasilan ini tentu saja didukung oleh sikap supportif dari masing-masing pasangan. Dalam hal ini saya bicara soal perbedaan identitas budaya meliputi  bahasa, agama, dll. 

Kawin campur tidak akan menimbulkan persoalan apabila sepasang suami isteri ini mendukung dan menghargai perbedaan budaya diantara mereka berdua. Hal inilah yang saya pahami sesudah membaca sebuah cerita pendek berjudul The Arrangers of Marriage karya Chimamanda Ngozi Adhicie. 

Cerpen ini masuk dalam salah satu buku kumpulan cerpen dia yang berjudul The Thing Around Your Neck, yang menurut pendapat saya ini salah satu buku terbaik yang menyinggung soal budaya, ras, dan feminisme. 

Sebagai seorang penulis perempuan yang lahir dan besar di Nigeria, tema-tema dalam cerpen dan bukunya sering menunjukkan persoalan-persoalan orang kulit hitam di Afrika, atau bagaimana mereka hidup di negara lain dan beradaptasi dengan perbedaan budaya tersebut. 

The Arrangers of Marriage menceritakan tentang sepasang pengantin baru beda negara. Dave, si suami adalah seorang dokter asal Amerika  yang menikahi Chinaza, seorang perempuan kulit hitam asal Nigeria. 

Pernikahan keduanya merupakan sebuah perjodohan antara Ibu Dave dan Paman dan Bibi Chinaza. Sebagai seorang yatim piatu, Chinaza memang tidak memiliki opsi lain selain menerima perjodohan tersebut sekaligus sebagai bentuk balas budi kepada paman dan bibi yang telah membesarkannya. 

Disisi lain Chinazapun tidak keberatan dinikahkan dengan Dave, terlebih karena dia seorang dokter. Davepun tidak keberatan menikahi Chinaza, dengan pertimbangan bahwa kulitnya tidak terlalu hitam alias coklat terang. 

Konflikpun dimulai ketika Dave membawa Chinaza ke Amerika. Mereka menempati sebuah flat kecil di Brooklyn. Stereotip seorang dokter begitu positif dimata Chinaza dan paman serta bibinya, dokter pastilah seseorang yang memiliki karir yang bagus, ekonomi yang mapan dll, terlebih lagi dia dokter asal Amerika.  

Konflik berlanjut ketika Dave pelan tapi pasti memaksa Chinaza untuk meninggalkan identitas budaya Nigeria yang melekat pada dirinya, mulai dari mengganti namanya menjadi Agatha Bell, melarangnya menggunakan bahasa Igbo (bahasa dari daerah tempat Chinaza berasal), melarangnya memasak masakan Nigeria, dan sebagainya. 

Hal ini membuat saya kesal kepada sosok Dave yang tidak memiliki rasa toleransi, dan supportif terhadap perbedaan budaya diantara mereka. Bagi saya Dave adalah seorang lelaki brengsek nan egois, dari awal sampai akhir dia cuma mau menang sendiri. Bagian yang paling menjengkelkan bagi saya adalah ketika mereka ditempat umum. 

Dave berulang kali mencemooh isterinya yang terkesan kampungan, membandingkan bahwa cara menyetop bus di Amerika itu tidak seperti di Nigeria yang harus meneriaki si kondektur. Belum lagi permasalahan bahasa, sering Chinaza kelupaan menggunakan bahasa Igbo saat mereka di tempat umum. 

Davepun lantas langsung memarahinya karena membuat malu saja. Chinaza sebagai isteri yang tinggal di negara asing tak punya pilihan lain selain menuruti semua keinginan suaminya dan menyesuaikan diri dengan budaya baru. 

Hal ini juga membuat saya geregetan. Dia mati-matian berusaha keras menyesuaikan diri dengan budaya Amerika supaya bisa diterima oleh Dave dan lingkungannya, mulai dari memasak french fries ala ala Amerika demi tidak mendengar cemoohan Dave soal makanan asing dengan bau bumbu yang menyengat. 

Saya senang dengan gaya narasi Adhicie. Dia luwes, dan apik dalam menunjukkan konflik-konflik sosial antar sepasang suami isteri lintas budaya. Dichie benar-benar menunjukkan Dave sebagai sumai, merasa lebih superior dari Chinaza. 

Hal ini tentu saja ada kaitannya dengan negara mereka berasal. Dave si Amerika tulen menganggap Chinaza sebagai perempuan kulit hitam dari negara inferior. 

Dengan identitas budaya yang menurutnya lebih baik, Dave tidak ragu untuk mencemooh, bahkan memaksanya untuk meninggalkan identitas budayanya sebagai orang Nigeria. 

Mungkin kasusnya akan berbeda jika Dave menikah dengan gadis dari negara kelas superior sekelas Amerika seperti Inggris, Perancis. Bagiku ini Mungkin saja. Tapi lagi-lagi kembali pada konteks superioritas dan inferioritas. Hal biasa nan menyebalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun