Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Apakah Benar Marriage is Scary?

25 Agustus 2025   17:41 Diperbarui: 26 Agustus 2025   08:08 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pernikahan (Sumber : Freepik/Prostooleh)

Media sosial dihebohkan dengan kasus viral selebriti Nasional, yang sengaja melakukan ospek pada pasangan (pacar) anaknya. Sikapnya yang ketus dan galak mendapat banyak kritikan dan memunculkan topik pembahasan betapa pernikahan menjadi hal yang semakin terkesan mengerikan di mata gen Z. 

Sebelumnya, dalam Threads sudah banyak orang membagikan kisah buruk pernikahan mereka. Kisah perselingkuhan, masalah keuangan, hubungan tak baik dengan mertua dan ipar, kekerasan dan berbagai kisah buruk lainnya, yang akhirnya banyak yang membuat tagar "Marriage is Scary".

Maraknya "cerita horor" yang lebih menyeramkan daripada kisah hantu pocong dan kuntilanak ini, membuat para perempuan Gen Z memikirkan ulang dan menunda menikah. 

Mereka berusaha membuat benteng perlindungan diri, agar tidak terjebak dalam pernikahan yang nantinya merugikan perempuan dan membuat hidup perempuan tersandera dalam hubungan yang tak nyaman. Mereka berusaha menjadi wanita  independen, mengejar karir setinggi-tingginya, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Sehingga siap melarikan diri kapan saja, jika hubungan pernikahan tak membuat mereka nyaman. 

Sebuah strategi yang terprogram di alam bawah sadar pikiran manusia, untuk melindungi diri dari stres, rasa cemas, konflik batin, atau perasaan yang terlalu menyakitkan. Konsep ini dibahas oleh Sigmund Freud, sebagai mekanisme bertahan dalam menghadapi ancaman. 

Mekanisme Pertahanan Diri

Fenomena "Marriage is Scary" membuat seseorang, terutama perempuan membuat sistem pertahanan diri:

Projection (Proyeksi): Dimana mereka memproyeksikan ketakutan setelah membaca cerita orang lain ke masa depan mereka sendiri. Seolah pernikahan adalah sesuatu yang berbahaya. Jadi kita harus waspada, bersiap-siap pada hal terburuk, dan tak boleh mudah percaya pada hal-hal yang terlihat baik pada pasangan kita.

Rationalization (Rasionalisasi): Keinginan untuk menikah dirasionalisasi dengan argumen yang logis atau masuk akal. Menikah adalah bagian dari ibadah dan dalam sistem sosial, tidak menikah dianggap kurang wajar. Maka, jika menikah, seseorang akan menanamkan prinsip bahwa dirinya harus sukses dahulu. Memiliki pekerjaan yang baik, aman secara finansial, mandiri, tidak tergantung pada pasangan, memiliki tabungan sendiri, sehingga memiliki "pintu exit darurat" , untuk kabur saat pernikahan tak berjalan seperti harapan. 

Denial (Penyangkalan) : Banyak yang menyangkal bahwa pernikahan itu sangat mungkin dijalani dengan sehat, rasa saling percaya, saling menghormati, menghargai dan saling mendukung satu sama lain. Mereka  lebih meyakini "Marriage is scary", sehingga muncul rasa curiga satu sama lain dalam hubungan. Seolah satu sama lain dapat menyakiti kapan saja.

Sublimation (sublimasi) : Mekanisme mengubah dorongan negatif menjadi hal positif. Dimana demi menjaga rasa aman, perempuan cenderung mengejar karir, membangun kemandirian finansial dan berusaha untuk mandiri dalam banyak hal. Sebenarnya ini  mekanisme perlindungan diri paling positif dan sehat. Tapi jika dilandasi ketidakpercayaan pada pasangan bisa merusak hubungan yang saling supportive. 

Mekanisme pertahanan diri ini menurutku biasa menjadi tidak sehat, karena dari awal kita sudah mengaktifkan radar curiga, rasa cemas dan akhirnya menganggap pasangan tetap seperti orang lain yang bisa pergi kapan saja. 

Pasti akan sangat melelahkan menjalani pernikahan seperti ini. Padahal, saat menikah kita akan menjalani banyak sekali perubahan peran dan tanggung jawab, yang seharusnya perlu dilakukan berdua sebagai tim yang saling mendukung, memahami dan saling mengerti. Bagaimana mungkin menjalani tim bersama orang yang sudah di-setting di alam bawah sadar sebagai orang yang bisa saja menjadi musuh?

Apa yang Harus Dilakukan? 

1.  Memilih Pasangan dengan Sadar.

Banyak orang memilih pasangan dengan standar-standar yang terlalu umum dan kadang tak sesuai dengan kebutuhan diri. Melihat kualitas pasangan hanya dari fisik atau materi, sehingga melupakan keutamaan kualitas personal seperti tanggung jawab, perhatian, kesamaan nilai-nilai yang dianut, visi misi bersama dan kesetaraan dalam hal-hal penting seperti ekonomi, pendidikan, kepercayaan dan nilai moral. Cari yang setara, jangan yang jauh dibawah, agar dia dapat memperlakukanmu dengan layak dan sesuai standarmu. Juga jangan yang terlalu tinggi, supaya kamu tak  kesulitan menyesuaikan diri atau sampai dipandang rendah oleh keluarganya. 

2. Hindari Red Flag

Dulu saat akan menikah, aku selalu membayangkan: Jika aku menikahi orang ini, maka aku akan hidup bersamanya seumur sisa hidupku. Dia akan hidup bersamaku setiap hari, seperti ayah/ibu/kakak/adik yang selamanya harus aku maklumi, aku maafkan dan kembali aku sayangi. Jadi seperti apa orang yang bisa aku maklumi untuk hidup bersamaku selamanya? 

Bagiku, orang yang suka berbohong, akan terus menguji dan membuat kita mempertanyakan kebenaran. Orang yang suka berkata kasar, akan berpotensi besar menyakiti dengan kata-kata. Yang pernah main tangan akan berpotensi melakukan KDRT. Yang pernah selingkuh, akan tetap mengulang selingkuh. Yang pelit, akan tetap pelit dan membuat kita seperti mengemis pada pasangan sendiri. Yang cuek akan membuat kita merasa seperti melakukan apa-apa sendiri.  Pasangan yang malas, akan tetap malas. 

Maka yang sudah kamu maklumi untuk bisa kamu terima dari awal, terimalah bahwa mungkin itu yang akan kamu hadapi sampai akhir hidupmu. Jangan mencoba percaya dia akan berubah. Jangan pula berkeyakinan bahwa kamu bisa mengubahnya. Jika kamu tak bisa maklumi, maka tinggalkan. 

3. Perhatikan Hubungannya dengan Keluarganya

Kamu pasti tak mau punya calon mertua ketus, galak dan manipulatif. Akan lelah menghadapinya. Maka tak ada salahnya mengenal keluarganya sebelum memutuskan untuk menikah. 

Banyak pasangan yang melupakan masalah ini dari awal. Padahal masalah "keluarga" bisa menjadi masalah besar yang paling merusak dan menghancurkan. Memang kita hanya menikahi pasangan kita, namun jangan lupa, dia akan selamanya terikat dan memiliki hubungan tanggung jawab dengan keluarganya. 

Apakah dia memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan saudaranya? Apakah mereka memiliki hubungan yang saling menghormati? Apakah dia masih perlu menanggung keuangan keluarganya? Dan apakah ada pola yang kurang baik di keluarganya? Seperti perselingkuhan, perceraian, KDRT? Karena kemungkinan pola seperti itu bisa dimaklumi di alam bawah sadarnya dan juga dianggap wajar untuk dilakukan olehnya. 

Bagaimana hubungan antar anggota keluarganya adalah menjadi bayangan yang perlu kamu pertimbangkan, bahwa pola komunikasi dan hubungan seperti itulah yang wajar dan dia jalani seumur hidupnya. Jika tak bisa kamu maklumi, maka lebih baik, pikir ulang untuk melanjutkan.

4. Cara Mengelola Uang

Untuk bisa hidup sejahtera, bukan hanya kemampuan mencari uang yang penting. Tapi juga kemampuan dalam menyimpan uang, menggunakan dengan bijak dan kemampuan untuk berinvestasi. Jelas kita tak mau berpasangan dengan orang yang selalu membuat kita cemas akan uang. Karena masalah keuangan selalu menjadi masalah penting dalam pernikahan. 

Apakah kalian sama-sama dalam melihat dan memperlakukan uang? Jika tidak sama, maka siapa yang lebih dipercaya dalam mengelola uang? Apakah kalian sepakat dalam urusan nafkah dan pengeluaran keuangan rumah tangga? Bagaimana dengan prinsip dalam mengelola pendapatan dan hutang? Itu bukan hal yang tabu untuk dibahas sebelum pernikahan. 

Jangan takut dianggap materialistis, takutlah jika seumur sisa hidupmu terus harus bertengkar masalah nafkah dan keuangan.  

5. Peran dan Tanggung Jawab 

Bagaimana peran suami dan istri di rumah? Apakah istri masih boleh bekerja? Jika tidak boleh bekerja bagaimana tanggung jawab dan komitmen suami dalam memenuhi kebutuhan keuangan? Itu perlu dibahas. Jangan sampai nanti setelah menikah, kamu tahu-tahu dipaksa berhenti bekerja, hanya mengurus anak dan menjadi ibu rumah tangga. Meskipun itu sama sekali bukan hal yang buruk, kalau hatimu tak menghendaki, kamu akan merasa terperangkap dalam sistem yang kamu tak bisa keluar. Sampaikan prinsip-prinsip penting yang perlu dibicarakan persama. Pastikan dia dan keluarganya juga bisa menerima prinsip yang sama denganmu. 

Menurutku, perempuan memang sangat perlu mengembangkan diri dan berkarya untuk tetap waras dan merasa berdaya. Supaya dapat membangun rasa percaya diri, meskipun tidak selalu harus menghasilkan uang. 

Pastikan bahwa kamu masih dapat melakukan hal yang kamu sukai tanpa merasa bersalah. Mendukung, berarti bukan hanya sekadar mengijinkan, tetapi juga secara aktif bersama mencari jalan keluar dan solusi untuk pengasuhan anak yang aman dan sehat disaat kamu melakukan apa yang kamu inginkan. Bukan hanya membiarkan kamu pontang panting mencari jalan keluar sendiri, karena menganggap pengasuhan anak adalah tanggung jawab ibu. 

Jadi apakah "Marriage is Scary"? 

Tentu TIDAK, jika kita memilih dengan sadar dan pertimbangan matang. Lebih dan kurangnya, adalah tantangan yang harus kita hadapi dan kita selesaikan untuk bisa naik kelas. 

Yang pasti tidak ada pernikahan yang mulus tanpa diuji. Setiap manusia yang menikah, (bahkan yang tak menikah pun) akan selalu diuji dan memiliki tantangan tersendiri. 

Pernikahan bukanlah kompetisi, arena perang, apalagi penjara. Pernikahan adalah ibadah kerjasama jangka panjang, yang hanya bisa terus berjalan langgeng, bila kedua pihak hadir dengan kesadaran penuh, tanpa mekanisme bertahan yang didasari rasa takut berlebihan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun