Mohon tunggu...
melisa emeraldina
melisa emeraldina Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis untuk Berbagi Pengalaman

"Butuh sebuah keberanian untuk memulai sesuatu, dan butuh jiwa yang kuat untuk menyelesaikannya." - Jessica N.S. Yourko

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semua Bisa Nulis, Ini Bahaya!

12 Agustus 2021   19:38 Diperbarui: 15 Agustus 2021   11:09 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penulis opini (Freepik/Racool_studio)

Zaman dahulu, tidak semua orang bisa menulis di ruang publik yang bisa dibaca orang banyak. Untuk bisa dibaca atau dikonsumsi masyarakat luas, maka umumnya harus ditayangkan melalui media massa. Baik surat kabar, majalah, radio maupun televisi. 

Media lain untuk bisa mengemukakan pendapat yaitu melalui seni, bisa lagu, sastra atau film. 

Proses seseorang untuk menjadi jurnalis atau seniman juga tidak instan. Sehingga, singkatnya, untuk bisa menyuarakan pendapat itu tidak gampang. 

Sekarang di zaman media digital dan juga media sosial. Semua bisa berpendapat bebas, bisa menulis apa saja, dibagikan dalam berbagai platform lalu disebarkan berulang kali. Dibaca mentah-mentah tanpa ilmu pengetahuan yang cukup. 

Penulisnya pun, seringkali tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Fakta yang disajikan benar, tapi tidak lengkap juga tidak disertai pemahaman yang benar, penggiringan opininya bisa salah, akibatnya bisa salah kaprah. 


Ini Bahaya! 

Framing 

Dalam Wikipedia, framing adalah membingkai sebuah peristiwa. Melalui teknik framing, kita dapat menuliskan poin tertentu dari sebuah cerita besar tetapi dengan pemotongan yang tidak tepat. Ini berpotensi mengaburkan kejadian sebenarnya.

Tentu ini sengaja. Bisa supaya terlihat baik, bisa supaya terlihat buruk. Tapi yang pasti, ada motifnya. Agar menarik, bombastis, untuk mengacaukan keadaan, menenangkan keadaan, memperburuk citra seseorang atau mengunggulkan citra seseorang. 

Kalau niatnya baik tidak masalah. Kalau hanya agar bombastis pun saya kira tidak masalah. 

Tapi kalau untuk merusak citra seseorang atau sengaja membuat kericuhan untuk membuat Pemerintahan tidak stabil lalu ditunggangi berbagai kepentingan? 

Sementara pembaca, membacanya mentah-mentah. Menganggap itu suatu kebenaran. 

Framing media massa biasanya masih dalam bentuk yang bisa dimaklumi. Tapi melalui media sosial, atau media blog opini seperti Kompasiana ini, bila tidak dimoderasi bisa berbahaya. Karena Kompasiana merupakan bagian dari media Kompas, media ternama di Indonesia. 

Opini tanpa Ilmu 

Semua bidang ada ilmunya. Tidak bisa hanya katanya atau kelihatannya. Orang sekolah sampai S3. Kadang di Indonesia pun tidak cukup, jadi cari ilmu di luar negeri. Kalau bisa googling saja ngapain sekolah mahal-mahal? 

Di zaman media sosial ini semua orang bisa memberikan informasi seolah mereka ahli. Artis sinetron followernya jutaan, fanatik pula. Dia berbicara tentang covid, follower pun percaya. Padahal informasinya salah. 

Sementara dokter, Pemerintah, ahli kesehatan wira wiri di TV dan surat kabar dicuekin. Mereka malas liat berita. Lebih senang liat youtube yang bilang covid konspirasi. Merasa lebih pintar kalau sudah tahu tentang konspirasi. 

Bukan berarti penulis harus sekolah tinggi atau menjadi ahli, namun perlu mencari narasumber yang kompeten, serta referensi yang dapat dipertanggung jawabkan. Terutama untuk hal-hal yang menyangkut kesehatan, keselamatan orang banyak atau dapat menggiring opini yang berpotensi menyebabkan pertentangan.

Kepentingan Terselubung

Mungkin sebagian besar penulis Kompasiana adalah orang yang ingin menyalurkan hobi menulis. Tapi jangan lupa, ada pula yang bekerja dan mendapat uang dari menulis. Tentu mereka bukan mengejar K-Rewards. 

Ada pesanan. Yang penting dimuat di Kompasiana. Tidak jadi pilihan pun tak apa, yang penting dibaca banyak orang. Tentu tak bisa di media massa. Media massa isinya reportase. Sementara yang ingin ditampilkan banyak menggunakan opini. 

Apalagi banyak masyarakat Indonesia tahunya Kompasiana adalah Kompas juga. "Jadi, jelas ini media yang bisa dipertanggung jawabkan!" itu yang dibenak mereka. 

Tulisan di blog asal asalan saja bisa disebarkan seolah kebenaran, apalagi kalau terpampang di Kompasiana. 

Salah (atau Tidak) Paham 

Banyak terjadi kesalah pahaman masyarakat atas banyak sekali kebijakan Pemerintah. Ini bukan salah masyarakatnya saja, Pemerintah juga tidak mengkomunikasikan kebijakan dengan baik, sementara media malas menulis yang baik-baik. Tidak menarik!  Tidak jarang berita dipelintir, biar asyik! 

Masyarakat sama saja, lebih suka baca yang buruk-buruk daripada yang baik-baik. Saya memang bekerja di instansi Pemerintah. Pemerintah tidak sepenuhnya benar. Ada banyak oknum yang salah, tidak benar, mengambil keuntungan pribadi. Ya, itu pasti. 

Tapi banyak kebijakan Pemerintah yang benar dan baik atau setidaknya dilakukan dengan penuh pertimbangan untuk kebaikan dan kemajuan. 

Pembuatan kebijakan itu tidak diputuskan oleh satu orang saja, tapi melibatkan masukan para ahli dari berbagai bidang yang berpendidikan tinggi dan juga berpengalaman. Pun juga didukung hasil riset.

Kita yang ilmunya belum sampai seperti mereka, atau tidak mengetahui informasi sebanyak mereka, jadi tidak paham, sementara menjelaskan dengan rinci pun tetap tidak menjamin masyarakat paham. 

Kadang mereka menjelaskan pun bahasanya ketinggian. Susah dimengerti. 

Kapan-kapan saya akan menuliskan tentang proses pembuatan kebijakan, juga mengapa Pemerintah membuat kebijakan banyak membangun jalan (padahal nggak bisa dimakan - kata netizen), mengapa banyak TKA di Indonesia, atau mengapa Pemerintah melindungi pengusaha. 

Saya yakin banyak Kompasianer yang paham, tapi masyarakat? 

* 

Ya, saya mendukung langkah Kompasiana untuk memoderasi berbagai tulisan Kompasianer. 

Saya masih banyak membaca tulisan dan kritik Pemerintahan di Kompasiana. Itu artinya tidak sepenuhnya kebebasan menyuarakan pendapat dikebiri. 

Kalaupun Anda tetap ingin menulis politik atau Pemerintahan, tetapi tidak bisa ditayangkan di Kompasiana, Anda masih memiliki banyak media lain untuk menuliskan tulisan Anda. 

Media memang bisa menjadi alat kontrol Pemerintah, tapi kita semua juga paham, bahwa media juga bisa digunakan untuk menggulingkan Pemerintahan. 

Jangan sampai Kompasiana menjadi tempat yang asyik bagi berita hoaks, opini dan penggiringan publik yang salah atau upaya segelintir pihak yang ingin mengacaukan kestabilan Negara. 

Itu tentu tidak nyaman bagi Kompasianer yang lain. 

Kalau Anda tidak berniat begitu, syukurlah. Tapi yang lain? 

Kompasiana berhak menjaga nama, citra dan menjaga kualitas tulisan di Kompasiana. Bukan berarti tulisan Anda jelek, tapi bisa jadi merupakan "informasi yang belum dapat dikonfirmasi", berpotensi melanggar UU ITE, atau yang berpotensi melanggar hukum. Anda bisa membaca syarat dan ketentuan. 

Masih ingin mengkritik Pemerintah, mungkin Anda perlu merubah sistem penulisan Anda. Sertai bukti yang dapat dipertanggung jawabkan. Bukan sekedar sumpah serapah. Dukung dengan data, fakta dan ilmu.

Mengapa Kompasiana terasa berubah? Karena penggunanya pun berubah, hukumnya pun berubah, jadi pastinya juga perlu adaptasi.

*

Terima kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun