3. Simplify.Â
Saat merencanakan cerita, wartawan harus bisa memutuskan apa yang benar-benar perlu dimasukan dan menhilangkan apa yang tidak diperlukan. Menjelaskan banyak bagian juga dapat membuat cerita menjadi terlalu rumit dan bahkan membingungkan.
4. Grab the audience's attention visually.Â
Buatlah sebuah kisah yang menyenangkan dan menawarkan ajakan untuk penonton agar bertindak sesegera mungkin untuk membuka konten
yang kita tawarkan.
5. NonlinearÂ
does not need to be complicated. Multimedia memiliki sebuah paket yang tidak dimiliki oleh media non multimedia, paket ini ialah menyediakan opsi untuk menavigasi cerita. Penonton dapat melompat kebagian mana pun yang kiita pilih. Storytelling multimedia menawarkan wartawan kesempatan untuk menunjukan berbagai sisi cerita, secara parallel, Berlapis-lapis, dan disandingkan tetapi tidak perlu berlebihan.
6. Low interactivity is okay.Â
beberapa cerita multimediamengundang interaksi dengan pengguna, tetapi banyak pula yang menawarkan sebagian besar pengalaman pasif. Cerita-cerita interaktif dalam banyak kasus tidak akurat. Menggulir situs web atau menggesekan perangkat seluler memberikan tingkat interaksi terendah. Hyperlink nyaris tidak interaktif karena dianggap sama degan membalikan buku.
7. Immersive experiences rule
Dalam story multimedia, kita harus pandai mengemas sebuah konsep agar pembaca merasakan tempat yang belum pernah mereka kunjungi. Dan tampilkan pada penonton experience yang baru yang belum pernah mereka lihat.
8. Good journalistic judgment is still needed
Seorang wartawan pasti berada di sebuah lingkaran organisasi dan ketertiban yang jika keduanya terlalu mendominasi wartawan. dapat memaksakan pandangan wartawan terkait kenyataan. Membuat story tlling untuk menimbulkan interpretasi yang lebih luas juga dapat mengganggu
beberapa pengamat yang diakibatkan hilangnya sebuah kontrol.