"Malam ini. Nanti kamu ke rumahku dulu lalu kita ke rumahmu. Oke, Non?"
Ifa mengangguk dengan senyum yang mulai mengembang.
***
Kedatanganku di rumah Ifa disambut hangat oleh Papa dan Mama. Mungkin karena aku sudah lama tidak berkunjung ke sana. Bisa jadi kehangatan mereka untuk menutupi sakit yang ada di hati.
"Wah, sudah lama kamu tidak main ke sini! Sibuk ya?" tanya Mama yang selalu ceria saat bertemu denganku.
"Hehehe ....Tidak sibuk, Ma. Hanya saja Ifa tidak ngajak aku nginap ke sini." ucapku sambil melirik Ifa.
"Kalau Ifa tidak mengajakmu, kamu datang saja. Mama senang kamu main ke sini," bela Mama tanpa memperlihatkan sisi kemarahannya kepada Ifa.
"Benarkah, Ma? Kalau iya, aku mau pindah saja ke sini," ucapku tertawa kecil. Ifa masih diam. Mama mengangguk pelan.
"Boleh ya, Fa," aku sedikit merenggek memadang ke arah Ifa.
"Boleh kan, Fa?" tanya Mama yang tiba-tiba menyebut namanya. Ah, tiga hari sudah Mama mendiamkannya. Baru hari ini Ifa dimintai jawaban. Ifa mengangguk. Aku tersenyum memperhatikan tingkah Ifa dan Mama.
"Ifa ke kamar dulu ya, Ma." ajak Ifa. Aku segera mengikuti langkahnya. Kuletakkan tas ranselku di samping meja belajar. Sudah bertambah banyak buku di kamarnya. Tempat tidur yang empuk dari merk springbed ternama, yang katanya tidak akan kempes bertahun-tahun tertutup rapi oleh bed cover bermotif fulkadot ungu muda. Kubenamkan tubuhku di sana. Rasanya baru kali ini aku ke sini.
Kamar yang ditempati Ifa dua kali lipat dari kamar yang kutempati. Kasur busa yang melenyot ke sana-ke sini membuat badanku tambah sakit. Namun, untuk mengganti yang baru aku akan memikirkannya lagi. Mending kusimpan uangnya untuk kebutuhanku. Mungkin juga akan kukirimkan untuk kedua orang tuaku di kampung.