Mohon tunggu...
Imelda Natalia
Imelda Natalia Mohon Tunggu... -

A proud young mom! Bolak-balik Jakarta-Makassar untuk membangun bisnis dan rumah tangga ideal. Amin!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat dan Politik Menunggang di Banten

9 Desember 2013   13:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:08 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa pekan belakangan ini publik Indonesia diramaikan dengan kasus korupsi yang kabarnya dilakukan oleh sebuah keluarga di Banten. Memang belum terbukti secara hukum oleh KPK, namun hembusan bahwa keluarga di Banten tersebut melakukan tindak korupsi semakin menghembus. Bahkan, tanpa tedeng aling-aling, Abraham Samad mengatakan bahwa yang terjadi di Banten adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh keluarga.

Ratu Atut Chosiyah, merupakan tersandera dari kasus yang menghembus kencang belakangan ini. Mulai muncul namanya karena adik kandungnya, Tb. Chaeri Wardhana alias Wawan dituduh melakukan kasus suap kepada Akil Mochtar, selaku ketua MK dalam kisruh pilkada Kabupaten Lebak. Usut punya usut, kasus ini malah membawa nama lain, yaitu istri dari Wawan yaitu Walikota Tangsel Airin Rachmi dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang merupakan kakak kandung Wawan. Media pun seakan-akan mengiyakan dosa ini dan menganggapnya sebagai dosa keluarga, walaupun belum mendapatkan keputusan mutlak dari KPK bahwa hal ini kesalahan keluarga.

Tak berhenti sampai disitu, elit politik pun bergeming dengan membela ataupun dengan menghujat Ratu Atut. Golkar, merupakan partai yang secara tidak langsung “membantu” Ratu Atut dan mengawal proses hukum yang dilakukan oleh KPK. Sedangkan yang gencar mencibir Ratu Atut tentu saja, rival abadi dari Partai Golkar, yaitu Partai Demokrat. Mengapa Demokrat, mari kita lihat bagaimana Demokrat mempercantik isu korupsi yang berhembus di Banten menjadi keuntungan untuk kader-kadernya di Banten.

Kasus suap MK untuk Pilkada Lebak dimulai ketika pilkada tersebut memanas. Salah satu pasangan calon, yakni pasangan Amir Hamzah-Kasmin (HAK), menggugat keputusan KPU ke MK terkait hasil pilkada yang dimenangkan pasangan Iti Octavia-Ade Sumardi (IDE). MK mengabulkan gugatan, dan memerintahkan KPU menggelar Pilkada Lebak diulang di seluruh TPS.

Selain itu, MK juga membatalkan keputusan KPU Nomor 40/Kpts/KPU.Kab./015.436415/IX/2013 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara, serta membatalkan keputusan KPU Nomor 41/Kpts/KPU.Kab./015.436415/IX/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Pilkada Lebak 2013-2018. Kemenangan pasangan IDE pada pilkada itu karena MK menganggap telah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilkada Lebak pada 31 Agustus 2013. Objek materi kecurangan yang diajukan pemohon pasangan HAK juga mencapai 72 item.

Sebelum sengketa Pilkada Lebak masuk ke meja MK, KPU setempat resmi menetapkan pasangan Iti Oktavia-Ade Sumardi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak periode 2013-1018. Iti merupakan anak Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Penetapan itu ditentukan dalam rapat pleno KPU pada 8 September 2013.  Pasangan Iti ini mengalahkan dua calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak Amir Hamzah-Kasmin dan pasangan Pepep Faisaludin-Aang Rasidi. Iti Oktavia (anggota DPR dari Partai Demokrat)-Ade Sumardi (Ketua DPC PDIP Lebak), diusung oleh Partai Demokrat, PDIP, Hanura, Gerindara, PPP, PKS, PPNU. Keduanya meraih suara terbanyak yaitu 407.156 suara (62,37 persen).

Sedangkan suara Amir Hamzah (Wakil Bupati Lebak saat ini atau calon incumbent)-Kasmin, yang didukung Partai Golkar meraih 226.440 suara (34,69 persen). Terakhir pasangan Pepep Faisaludin - Aang Rasidi, yang maju dari perseorangan meraih suara sebanyak 19.163 (2,94 persen).

Alhasil, Pilkada Lebak diulang, dan tak lama setelah keputusan itu, Akil Mochtar ditangkap KPK dengan tuduhan suap Pilkada Lebak? Siapa yang diuntungkan dengan ditangkapnya AM, tentu saja pihak paling dirugikan oleh keputusan MK, yaitu Demokrat. Lalu, ketika Pilkada Lebak diulang, Demokrat pun memenangkan kembali Pilkada Lebak dengan menang telak karena berhasil membersihkan nama dengan menunggang kasus Suap MK.

Setelah ditangkapnya AM, bola panas Banten tidak berhenti sampai disitu. Demokrat kembali memainkan peran dalam kasus Banten, dan sekarang menyeret sang Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Dengan menggunakan jaringan tokoh Banten yang pernah berduel politik dengan Atut, Demokrat semakin memanaskan politik Banten.

Wahidin Halim, Kader Demokrat yang juga mantan Walikota Tangerang secara terbuka menyatakan dukungan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menuntaskan kasus Akil Mochtar yang merembet ke Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. KPK telah menetapkan status cegah kepada Gubernur Atut.

Lain lagi yang dilakukan oleh kader Demokrat di DPRD Banten. Pada lini DPRD, Demokrat sengaja mempertanyakan RAPBD Banten 2014 yang diajukan oleh Atut. Anehnya, dalam DPRD tersebut hanya Demokrat yang meminta peninjauan kembali yang mana karena permintaan fraksi Demokrat ini, pemerintahan Banten mengalami perlambatan kegiatan.

Ada beberapa perkiraan yang mungkin saja bisa dilakukan oleh Demokrat untuk mendapatkan keuntungan dari kasus yang menimpa Ratu Atut dan keluarganya.

1. Demokrat bisa menutupi kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Mulyadi Jayabaya selaku mantan Bupati Lebak dan Wahidin Halim yang merupakan mantan Walikota  Tangerang.

2. Demokrat memecah suara Golkar dan PDIP di Banten dengan menunggangi isu keretakan hubungan Ratu Atut dan Rano Karno

3. Berusaha untuk melakukan impeachment di DPRD Banten terhadap Ratu Atut dan Rano Karno agar turun dari kursi jabatannya. Dan mengajukan Pilkada untuk memajukan kader Demokrat Mulyadi Jayabaya atau Wahidin Halim yang pada tahun 2011 gagal bersaing dengan Ratu Atut.

4. Menggunakan isu “politik dinasti” dalam menggembosi kekuatan politik Atut di Banten yang bahkan dihembuskan oleh Ketua Umum Demokrat, SBY.

Namun mengapa Banten sangat diminati oleh Demokrat? Jelas, ada unsur penguasaan populasi-suara yang ingin dicapai oleh Demokrat. Jumlah populasi suara  yang dipegang Demokrat di seluruh Indonesia dengan asumsi Demokrat menjadi Kepala Daerah, adalah sebesar 67.857.718 jiwa, masih kalah dengan PDIP yang memiliki kantong suara perkiraan 73.841.218 jiwa. Jika Demokrat berhasi menguasai Banten, maka Demokrat mendapatkan asupan populasi suara Banten sebesar 10.632.166 sehingga Demokrat bisa menaikkan populasi suaranya menjadi 78.489.884 jiwa, dan PDIP menjadi 63.209.052 jiwa. Ini adalah hal besar yang diasumsikan sangat diperjuangkan oleh Demokrat dalam kasus korupsi di Banten.

Lalu bagaimana kelanjutannya? Atut sendiri mulai mengeluarkan statement yang menjatuhkan Demokrat dengan mengatakan bahwa kader Demokrat di Banten pun melakukan politik dinasti dan memiliki dugaan kasus korupsi. Kunci permainan ada di KPK sebenarnya, kalau KPK konsisten dengan apa yang dijunjungnya yaitu membersihkan korupsi, maka harusnya korupsi di Banten diberantas tanpa melihat apa latar belakang partainya. Jika melihat kasus Banten sekarang, nampaknya hanya kader Golkar yang terus diendus KPK dan nampaknya Demokrat masih terus menunggangi KPK yang mungkin saja belum sadar sedang ditunggangi.

Sumber

http://www.tempo.co/read/news/2013/10/06/063519548/KY-Pernah-Laporkan-Kasus-Suap-Akil-Mochtar

http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-kasus-pilkada-lebak-yang-seret-suami-airin-rachmi-diany.html

http://www.suarapembaruan.com/home/wawan-bagikan-16-mobil-mewah-ke-dprd-banten/44126

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun