Pendahuluan
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan dan keteraturan dalam kehidupan manusia. Dua aspek penting dalam kehidupan sosial yang diatur oleh syariat Islam adalah urusan muamalah (hutang piutang) dan munakahat (pernikahan). Dalam konteks tafsir ahkam, Al-Qur'an secara eksplisit memberikan perintah dan arahan yang jelas dalam kedua urusan tersebut.
Pentingnya Mencatat Hutang dalam Al-Qur'an
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 282:
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya"
Ayat ini merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur'an dan menekankan pentingnya mencatat transaksi hutang piutang agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa pencatatan ini bukanlah bentuk ketidakpercayaan, melainkan langkah kehati-hatian syar'i untuk menjaga hak semua pihak.
Menurut tafsir Al-Maraghi, pencatatan hutang juga merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak orang lemah dan mencegah lupa atau pengingkaran dari salah satu pihak.
Mencatat Pernikahan: Tuntunan Syariah
Dalam hal pernikahan, meskipun tidak ada ayat yang menyuruh secara eksplisit untuk menuliskannya seperti dalam hutang piutang, namun prinsip kejelasan dan dokumentasi juga ditekankan.
Firman Allah SWT dalam QS. An-Nur: 33:
 "dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu..."