Perkembangan ekonomi modern membawa perubahan signifikan dalam lanskap perpajakan. Salah satu perubahan besar adalah meningkatnya kompleksitas dalam pengenaan pajak atas instrumen keuangan seperti modal saham, dividen, dan capital gains. Ketiga instrumen ini bukan hanya berkaitan dengan perencanaan investasi, tetapi juga menjadi objek penting dalam kebijakan perpajakan yang bertujuan untuk keadilan dan efektivitas pemungutan pajak. Dalam konteks inilah muncul diskursus mengenai utang pajak terhadap modal saham, dividen, dan capital gains - apakah ketiganya memang patut dijadikan objek pajak, bagaimana seharusnya dipungut, serta sejauh mana perlakuan pajaknya mencerminkan asas keadilan dan netralitas ekonomi.
A. (What) Apa itu Utang Pajak Modal Saham, Dividen, dan Capital Gains?
1. Modal Saham
Modal saham adalah bentuk kepemilikan dalam suatu perusahaan yang diberikan kepada pemilik modal sebagai bukti partisipasi modal. Dalam terminologi hukum, modal saham adalah bagian dari modal disetor perusahaan, yang dapat diperoleh melalui penyertaan langsung maupun melalui pasar modal. Menurut Soemitro (1993), modal saham mencerminkan "hak kepemilikan atas bagian tertentu dari kekayaan perusahaan yang terbentuk melalui penyertaan modal oleh pemegang saham." Dalam praktik perpajakan, modal saham sendiri tidak langsung dikenai pajak. Namun, utang pajak bisa timbul dari dua sisi: (1) dari penghasilan dividen yang dihasilkan oleh saham tersebut, dan (2) dari keuntungan atas pengalihan saham atau capital gains.
2. Dividen
Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham yang bersumber dari keuntungan bersih perusahaan. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh), dividen merupakan objek pajak penghasilan, kecuali dalam kondisi tertentu, seperti reinvestasi di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU HPP Tahun 2021. Menurut Gunadi (2002), "dividen merupakan bentuk realisasi hasil dari kepemilikan modal, dan oleh karena itu logis jika dijadikan sebagai objek pajak, karena menunjukkan peningkatan kemampuan ekonomis."
3. Capital Gains
Capital gains merujuk pada keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga jual aset, seperti saham, properti, atau surat berharga lainnya. Di Indonesia, capital gains atas saham yang diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia dikenai Pajak Penghasilan Final sebesar 0,1% Â dari nilai bruto penjualan. Menurut Rosen & Gayer (2014), "Capital gains taxation is both a matter of revenue and behavior; too high a tax may discourage market activity, while too low may compromise tax equity." Artinya "Pajak atas capital gains (keuntungan modal) merupakan persoalan baik dari sisi penerimaan negara maupun perilaku wajib pajak; jika tarif pajaknya terlalu tinggi, hal itu bisa menghambat aktivitas pasar, sedangkan jika terlalu rendah, hal itu bisa merusak keadilan perpajakan."
B. Mengapa (Why) Pajak atas Modal Saham, Dividen, dan Capital Gains Menjadi Isu Penting? Â
1. Perluasan Basis Pajak
Salah satu alasan utama pengenaan pajak atas ketiga instrumen ini adalah untuk memperluas basis pajak. Apa itu basis pajak? Basis pajak merupakan jumlah total pendapatan, properti, aset, konsumsi, transaksi, atau aktivitas ekonomi lain yang dikenakan pajak oleh otoritas pajak . Maka dengan pertumbuhan investasi di pasar modal, pemerintah melihat potensi penerimaan pajak dari sumber-sumber penghasilan nontradisional. Oleh karena itu, dividen dan capital gains menjadi objek penting.