Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peraturan yang Dipaksakan

12 Februari 2016   16:33 Diperbarui: 12 Februari 2016   16:50 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salah satu berita yang menarik perhatian di koran Gala Media tanggal 10 Februari 2016 adalah tentang ditangkapnya seorang warga karena menjalankan praktek farmasi illegal. Orang itu ditangkap unit sat Narkoba Polres Banjar dalam rangka operasi antik Lodaya 2016. Tersangka diketahui mengedarkan sediaan farmasi berupa tramadol injeksi. Dari hasil penyelidikan, dikatakan tramadol yang diedarkan tidak memenuki standar keamanan khasiat. Dari kepolisian tersangka dijerat pasal 196 dan 198 undang-undang RI no.36 tahun 2009.

Berita ini seperti mengambang. Dalam berita ini, tidak dijelaskan mengapa tramadol injeksi yang diedarkan tidak memenuhi standar keamanan khasiat. Apakah stamadol ini sudah terbuka segelnya? Apakah sediaan ini sudah kadaluarsa? Atau apakah tramadol ini palsu sehingga tidak memiliki khasiat yang seharusnya dimiliki tramadol sebagai pereda nyeri?

Mari kita lihat peraturan yang dilanggar oleh tersangka. Pasal 196 UU RI no. 36 tahun 2009 berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Dalam pasal 98 dalam ayat 1 nya berbunyi “Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau” dan ayat 2 berbunyi “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat.”

Pasal 198 UURI no.36 tahun 2009 berbunyi “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Pasal 108 UURI tersebut berbunyi “Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Bila peraturan tersebut yang dilanggar oleh tersangka, Berarti, nawarin Panadol ke tetangga yang lagi sakit kepala gak boleh dong? mengapa hanya dia sendiri yang ringkus? Bagaimana dengan warung-warung yang menjual obat tradisional? Bagaimana dengan apotek yang ada surat ijin apoteknya tetapi yang menjalankan kegiatan disana adalah orang yang tidak ahli dan tidak terdaftar sebagai tenaga farmasi? Bagaimana dengan klinik yang tidak memiliki tenaga farmasi tetapi menyimpan obat-obat di dalamnya?

Sepertinya, permasalahannya bukan disitu. Permasalahannya terletak pada sediaan farmasi yang diedarkan yaitu tramadol injeksi. Jika berselancar di internet, kita akan melihat banyak berita mengenai penangkapan orang-orang yang mengedarkan tramadol. Baik yang berupa tablet maupun injeksi.

Tramadol memang obat keras, tetapi dia tidak termasuk daftar obat narkotika dan psikotropika. Kedudukannya sama dengan obat antihipertensi, obat diabetes, antibiotika, dan obat-obat yang memiliki logo lingkaran merah lainnya. Tetapi mengapa belum ada terdengar berita mengenai penangkapan orang yang menjual antibiotika tanpa resep dokter? Padahal penjualan antibiotika secara sembarangan lebih berdampak buruk secara global karena dapat meningkatkan kejadian resistensi antibiotika.

Tramadol adalah pereda nyeri non-opioid. Secara teori, bila dikonsumsi secara peroral, dapat menimbulkan efek seperti opioid yang masuk dalam golongan obat narkotika. Sehingga, ada saja yang menyalahgunakannya. Namun, belum ada peraturan khusus yang mengatur peredaran tramadol. Sehingga si tersangka ini dijerat peraturan yang sebenarnya bisa dilanggar oleh siapa saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun