Kemarin, di lini masa Facebook, aku melihat sebuah kecelakaan yang melibatkan pengendara motor dan truk besar (suamiku menyebutnya Transformer). Kejadiannya pada hari Minggu (22 September 2019) pukul 13:30 (info: akun FB Bekasi Gue). Pengendara motor terlindas truk dan meninggal. Warga yang marah dengan kejadian ini kemudian "menghajar" truk besar yang ditinggal lari oleh supirnya.
Pagi ini, pukul 8, aku melewati simpang Jalan Raya Perjuangan dan Jalan Pintu Air Kota Bekasi setelah mengantar suamiku ke stasiun dan berbelanja di Pasar Pintu Air. Saat lampu merah, aku memperhatikan seorang petugas dishub yang mendekati pintu supir truk tanah yang dari arah Babelan menuju stasiun Bekasi. Tak berapa lama, truk tersebut menepi dan masuk ke jalan perumahan. Truk berhenti di situ dan petugas dishub kembali mengatur jalanan.
"Wah, petugas dishubnya nyari sarapan," komentar orang yang dibonceng motor sebelahku.
"Emang kagak boleh truk segede gitu lewat sini pagi-pagi," kata pengendaranya. "Liat aja jalanan ramenya kayak gini. Nggak ada dia aja udah macet. Apalagi ada truk gede gitu."
"Denger-denger kemarin ada yang meninggal dilindes truk," tambah pengendara itu.
"Masa?" tanya orang yang dibonceng.
Belum aku mendengar jawaban si pengendara motor, kendaraan di belakang sudah menglakson. Aku melihat lampu sudah berubah menjadi hijau dan orang Dishub "ngawe-ngawe" mempersilakan kami yang dari Jalan Pintu air untuk berjalan.
Sampai di rumah, aku mencoba mencari berita tentang kecelakaan yang terjadi kemarin siang itu. Sayangnya, aku hanya menemukan 2 berita. Satu berita ditulis oleh tribunnews.com dan satu lagi ditulis oleh bekasi.pojoksatu.id. Tidak ada fakta menarik yang aku temukan di kedua portal berita tersebut.
Mungkin beritanya kalah populer dengan demonstrasi yang terjadi di beberapa daerah hari ini. Ya, nggak apa-apa juga sih. Tuntutan dari demonstrasi itu penting kok untuk disampaikan. Tapi menurutku, berita kecelakaan di Jalan Raya Babelan ini juga penting untuk disampaikan.
Sejak 2 tahun yang lalu (karena aku baru akrab dengan jalanan ini 2 tahun belakangan setelah aku menikah), jalanan ini memang buruk. Sempit, macet, rusak dan berlubang, serta banyak truk-truk besar yang berlalu lalang walaupun itu di siang hari.
Warga yang marah mungkin karena butuh pelampiasan dari kerudetan jalanan setelah bertahun-tahun. Aku, yang belum tentu sebulan sekali melalui jalanan itu, selalu merasa kesal dan lelah dengan kondisi jalan Raya Babelan. Apa kabar orang yang setiap hari harus melalui jalanan buruk itu?